Bintang Jatuh - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


 Bintang Jatuh

Cipt. Suci Anggraini


Aku menatap langit dini hari dalam diam. Ditemani secangkir kopi, pikiranku berkelana. Aku mengelus kedua lenganku kedinginan. Saat aku hendak beranjak guna mengambil jaket, seseorang sudah lebih dulu menyelimutiku dengan selimut berwarna abu-abu. Orang itu Agnes, temanku yang tampaknya sudah sedikit sadar dari mabuknya. Kami terdiam cukup lama hingga tiba-tiba Agnes bersuara memecah keheningan.


""Aku yang bego atau Regan yang jahat, Kal?""


Aku terdiam sejenak. Bukan karena memikirkan jawaban yang tepat, tapi karena aku melihat Agnes yang menangis. Dengan segera aku memeluk tubuhnya.


""Regan yang jahat, Nes. Kamu enggak bego,kok. Regan yang bego karena nyia-nyian kamu,"" ujarku memberi semangat.


""Aku juga salah, Kal. Kalo aja sedari awal aku enggak memaksa Regan buat jadi pacar aku, pasti akhirnya enggak akan begini. Aku jelas tahu hati Regan milik perempuan lain, tapi aku masih aja ngarepin dia.""


Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku hanya memeluk Agnes sembari mengelus punggungnya pelan. Berharap agar Agnes tenang. Cukup lama setelah itu, akhirnya Agnes sudah berhenti menangis. Namun kini pandangannya masih kosong.


""Kal, ada bintang jatuh.""


Aku mendongak menatap ke langit. Benar kata Agnes, ada bintang jatuh. Kulirik perubahan sikap Agnes setelah melihat bintang jatuh. Ia yang semula murung seketika wajahnya tersenyum lebar. Aku melihat Agnes mengatupkan kedua telapak tangannya lalu memejamkan mata. Pandanganku tak lepas darinya sampai ia membuka mata. Setelahnya, Agnes menatapku.


""Kal, ayo buat permintaan!""


""Hah?""


Aku memandang Agnes dengan bingung, mengapa orang dewasa seperti kami berdua harus membuat permintaan saat ada bintang jatuh seperti anak kecil? Itukan mitos. Dan sejak kapan Agnes peduli pada mitos?


""Kata kakek aku, kalo buat permintaan saat liat bintang jatuh, pasti bakal dikabulin. Ayo cepetan, Kal!""


Awalnya aku ragu, tetapi karena Agnes terus mendesakku pada akhirnya aku menuruti ucapannya. Aku memejamkan mata dan memikirkan satu hal yang paling aku inginkan. Aku tahu ini konyol, tetapi tidak ada salahnya kan jika aku berharap?


Aku ingin kembali ke masa itu.


""Kal, kok nangis?""


Aku segera membuka mata ketika mendengar suara Agnes. Sial, bisa-bisanya aku menangis hanya karena mengingat masa lalu.


""Aku ngantuk, Nes. Ayo tidur!""


Tanpa menunggu jawaban Agnes, aku segera masuk ke dalam dan merebahkan diri di atas ranjang. Berharap saat bangun aku bisa melupakan hal yang tadi terlintas dipikiranku.


*


""Kalya, bangun!""


Aku menggeliat ketika ada yang memanggilku seraya menepuk pundakku. Entah kenapa badanku pegal-pegal padahal aku tertidur dikasur empuk milik Agnes. Aku yang belum sepenuhnya sadar menatap heran ke sekeliling ruangan. Sejak kapan kamar Agnes berubah menjadi ruang kelas? Tunggu! Murid yang aku lihat ini bukankah teman-temanku saat SMA?


Aku bangkit dengan segera. Memandangi sekeliling kelas lalu meneliti diriku sendiri. Aku tidak lagi mengenakan kaos dan celana pendek seperti saat aku berada dikamar Agnes. Aku mengenakan pakaian khas anak SMA. Putih abu-abu!


""Kal, kamu kenapa?""


Aku melirik orang yang bertanya. Dia Rania. Sahabatku saat masih SMA. Aku memandangnya bingung, bukankah dia meninggal tahun lalu karena kecelakaan? Lalu siapa yang ada di depanku ini? Aku menepuk kedua pipiku dengan kencang. Sakit. Itu berarti ini bukan mimpi.


Aku mencoba mengingat kejadian sebelum aku berada disini. Agnes mabuk, aku menjemputnya lalu dia tidur dan aku menju teras balkon, Agnes bangun dan bintang jatuh. Itu dia! Apa benar aku bisa kembali ke tempat ini karena permintaan konyolku saat ada bintang jatuh?


Ketika belum bisa mencerna semuanya, tiba-tiba aku dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang menjadi alasanku meminta hal konyol pada bintang jatuh. Laki-laki itu datang dengan sekotak makanan ditangannya, tersenyum lebar menghampiriku.


""Kal, belum makan 'kan? Nih, aku bawain nasi goreng kesukaan kamu!""


Rasanya aku ingin mengubur hidup-hidup diriku sekarang. Laki-laki itu dengan santainya menarik tanganku untuk duduk bersebelahan dengannya. Aku yang masih syok, tentu saja menurut.


""Padahal aku mau ngajakin kamu ke kantin, Kal. Tapi pangeranmu keburu dateng.""


""Maaf ya, Ran. Kamu makan sendiri nggak papa 'kan, ya? Aku kan udah lama nggak ketemu Kalya. Mau kangen-kangenan dulu.""


Bukan aku yang menjawab, tapi laki-laki itu. Rania berlalu setelah mengatakan bahwa dia tidak keberatan.


""Kal, kenapa kamu bengong?""


""Ah, enggak."" Akhirnya sepatah kata keluar dari bibirku.


Laki-laki itu tersenyum simpul seraya mengelus rambutku. Sial! Aku berdebar! Ternyata aku memang tidak bisa menolak pesona seorang Regan.


""Dimakan ya, Kal. Atau kamu mau aku suapin?"" tanyanya sambil terkekeh.


Dengan cepat aku menggeleng dan mengambil kotak makanan yang dia bawa. Berusaha secepat mungkin menghabiskan nasi goreng yang dibawa Regan.


*

Sedari tadi aku mondar-mandir di dalam bilik toilet. Aku sedang memikirkan cara agar bisa lepas dari situasi ini. Dari sekian banyak hari ditahun 2014 mengapa aku harus kembali di tanggal 18 Februari? Tujuanku kembali ke masa lalu adalah untuk menghindari menjadi kekasih Regan. Bukan untuk mengulang cerita yang sama lagi.


Aku melirik jam ditanganku. Kurang dari dua jam lagi. Notifikasi pesan dari ponselku tidak henti-hentinya berbunyi. Hal itu justru membuatku semakin panik. Jika aku menghentikan semuanya sekarang, apa takdir akan berubah? Atau aku akan tetap kehilangan Regan?


Setelah berpikir panjang, akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri ini sekarang. Dengan segera kubuka ponselku dan mengetik pesan untuk seseorang yang sedari tadi berusaha menghubungiku.


Aku tidak bisa melanjutkan ini. Maaf.


Menghela napas sekali lagi, aku keluar dari toilet dan berjalan menuju kelas. Di tengah perjalanan menuju kelasku, aku melihat keramaian di kelas Regan. Aku tahu saat ini semua kelas ditiadakan karena guru rapat, tetapi kenapa kegaduhan yang terdengar dari kelas Regan terlihat aneh? Seperti ada orang yang bertengkar. Karena penasaran, aku melangkah mendekat untuk melihat apa yang terjadi. Dan betapa terkejutnya aku ketika melihat Regan tengah memukuli seorang laki-laki dengan brutalnya. Dengan segera aku berteriak menghentikan Regan.


""REGAN, UDAH!""


Regan memang berhenti, tetapi tatapan amarahnya masih sama. Dia melihatku dengan sorot tajam. Aku gemetar. Firasatku tidak baik. Bukankah aku sudah menghentikan semuanya sebelum hal ini terjadi? Tapi mengapa tidak berhasil? Mengapa aku masih harus berhadapan dengan situasi ini? Aku melirik laki-laki yang tadi dihajar habis-habisan oleh Regan. Senyum simpul dibibirnya sudah menjawab semua pertanyaanku. Dia memberitahu Regan, sebelum aku menghentikannya.


Saat ini fokusku hanya pada tatapan kecewa milik Regan. Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan hanyalah menangis dan meminta maaf pada Regan. Aku tidak mau kehilangan Regan. Demi apapun aku sangat mencintai laki-laki ini. Tangisku semakin kencang ketika Regan hanya diam. Aku tidak peduli lagi pada tatapan orang-orang. Aku hanya ingin ampunan dari Regan. Yang sepertinya tidak aku dapatkan sebab Regan pergi tanpa berkata apapun. Meninggalkan aku yang masih menangis dan menyesali segalanya.


*


""Kalya, bangun!""


Aku tersentak kaget ketika ada yang mengguncang bahuku dengan kuat.


""Kamu kenapa, Kal? Kok nangis?""


Aku melihat sekitar dengan bingung. Mengapa aku terbangun di kamar Agnes? Bukankah tadi aku ada di sekolah?


""Yang putus cinta aku, kok malah kamu yang nangis ya, Kal?""


""Kamu putus sama siapa, Nes?"" tanyaku dengan polos.


""Gimana sih, Kal? Ya, sama Regan! Nggak mungkin aku punya pacar lain selain dia, kan?""


Tunggu, jadi yang tadi itu hanya mimpi? Aku tidak benar-benar kembali ke masa lalu? Sial! Harusnya sedari awal aku tidak percaya pada ucapan konyol Agnes saat mabuk. Bintang jatuh mengabulkan permintaan? Omong kosong!


""Aku mandi dulu ya, Kal. Nanti temenin ke mall. Mau refresh otak biar nggak mikirin Regan mulu.""


Setelahnya Agnes berlalu menuju ke kamar mandi. Aku menghembuskan napas lelah. Aku masih tidak percaya bahwa hal yang barusan kualami adalah mimpi. Tapi bukankah kembali ke masa lalu adalah hal yang mustahil? Aku jadi berpikir bagaimana misalnya jika aku tidak bermain api saat itu. Apa saat ini aku masih bersama Regan? Atau kami tetap berpisah hanya saja dengan jalan yang berbeda?


Suara notifikasi handphone mengalihkan pikiranku. Ada pesan dari nomor tidak dikenal. Awalnya aku bingung, tetapi setelah kubuka aku justru terkejut.


+628**********

Bisa ketemu nanti sore, Kal?

Ada yang mau aku omongin.


-Regan


Shit! Apakah ini mimpi lagi?"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.