Akhir dari ketulusan hati - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


 "Akhir  dari ketulusan hati


Senyum itu nampak jelas terukir dibibir seorang wanita, menyatu dengan raut wajah paruh bayanya. Membuat diriku yang berada disamping menatap apa yang tertuju olehnya. Sehingga benak pikiranku melayang, mengerti maksud isyaratnya. Begitu bahagianya mereka mendapatkan troli piala, berdiri didepan dengan penuh kebanggaan untuk orang tuanya. Seketika buliran air mengalir dari mata bulatku ini, melukiskan betapa lemahnya diri ini yang tak dapat membuat senyum manis dari wanita paruh baya disebelahku terlukis untukku. 

Hening yang ku ciptakan, menjadi kesempatan waktu untuk aku mengeluh dan mengadu. Pada-Nya yang memang harusku adukan. Seluruh unek-unek ku keluarkan, sesak yang singgah dihatipun ku tumpahkan. Satu kalimat yang penuh harap ku ucapkan pada-Nya. Aku ingin berdiri menjadi bagian dari para juara itu, walau bukan yang pertama.

****

“Dara, bisakah kamu maju mengisi soal yang saya tulis?. Seorang guru menyuruh Dara maju kedepan kelas. 

Diam dengan sorot mata tertuju pada guru itu, penuh penyiratan atas rasa takut. Perlahan menghindar kursi yang ditempati, melangkah ragu kedepan yang dituju. Goresan mulai terukir di papan yang penuh coretan, dengan ketidaktahuan Dara terus mengukirnya. Belum selesai tugas yang Dara kerjakan, guru itupun mengintrupsi untuk berhenti.

“Sudah-sudah, kamu itu sebenarnya bisa nggak sih?, soal ini itu mudah, kelas 3 SD pun bisa lebih cepat dari kamu!. Bentak guru yang mengajar pada Dara, sehingga membuat satu kelas hening tak bersuara. 

“Maaf Pak, saya memang belum bisa mengerjakannya…” Ujar Dara dengan suara tertahan, menunduk malu dihadapan teman sekelas.

“Kalau belum bisa ya tanya, jangan diem aja. Lihat temen kamu, hampir semua udah menguasai konsep ini. Kamu harus mengejar mereka. Mulai hari ini bapak akan rutin kasih kamu tugas, selesaikan tepat waktu!”

“B-b-baik Pak..”

****

Gelap dalam keheningan, yang ditemani terang bulan diatas langit malam. Duduk Dara seorang diri di kursi yang menjadi awal perjuangannya dimulai saat ini. Tinta hitam terus tergores di lembar putihnya. Menuangkan jawaban yang menguras pikiran atas soal yang harus terpecahkan. Sulit. Menjadi penghalang yang harus Dara lalui. Dengan tekad dan ketulusan hati seorang Dara, terus mencoba ditengah-tengah kesulitan yang dihadapi. Hingga perlahan pena itu mulai lemah dalam menggores ukirannya, yang tak lama terjatuh bersamaan Dara yang telah berada dialam bawah sadarnya.

Suara derap langkah terdengar jelas secara perlahan, pintu kamar mulai terbuka lebar. Menampilkan sosok wanita paruh baya dengan senyuman tulus yang menghiasi wajahnya. Melangkah menuju sang buah hati yang terlelap, merapihkan lembar kertas dan temannya yang berserahkan. 

“Kamu bisa Dara, ibu yakin itu. Tapi ibu tak berharap lebih. Asal kamu jadi seorang pelajar aja, ibu sangat bangga. Cukup ibu yang tak berpendidikan ya nak..”di elusnya kepala dara dengan ketulusan hati seorang ibu. Diluar kehendak, linang air mata mulai menetes bersamaan ketika dia mencium kening Dara. 

Beberapa saat setelahnya, wanita itu pergi meninggalkan Dara. Redup cahaya terasa saat mata Dara perlahan terbuka, dengan rasa sesak Dara menghapus setetes air dirona pipinya. Percaya atau tidak itu menjadi alat perang bagi seorang Dara. 

****

Waktu yang terus berlalu, membawa perubahan sosok diri seorang Dara. Proses yang begitu sulit, mampu terlewati walau banyak sakit yang didapati. Bagai air yang terus mengalir, Dara hanya  mengikuti alurnya dengan baik.

Pintu kelas terbuka tiba-tiba, menampilkan sosok lelaki paruh yang diketahui sebagai salah seorang guru yang mengajar dikelas Dara. Terlihat jelas kegusaran di raut wajahnya. Namun entah apa penyababnya. 

“Anak-anak tau tidak Rizky kenapa gk berangkat? Tanya guru itu dikelas Dara.

“Gak tau pak, kayaknya mah sakit. Dari kemarin gk masuk.” salah seorang siswa menjawab.

“Aduh,,,terus siapa ini yang gantiin dia buat lomba?, waktunya sekarang lagi. Padahal dia yang sudah bapak siapain buat ikut olimpiade.” Raut gusar pun terlihat jelas diwajah guru itu. Mengekspresikan kebingungan dan kekecewaan yang begitu kentara.

Disisi lain, ditengah kecemasan semua orang.

“Dar, kamu aja sana. Kan kamu juga bisa, dari pada sama itu pasangannya Rizky si Mila!” Ujar teman sebangku Dara.

“Nggak ah, kan akumah gk biasa ikut olimpiade. Lagian juga gak ada guru yang percaya sama aku.”

“Guru-guru tuh belum kebuka matanya Dar, lihatnya cuma yang biasa ikut aja. Padahal mereka juga gak pernah tuh bawa pulang juara.”

“iya Dar, kamukan selalu dianggap gk bisa. Nah sekarang waktunya kamu nunjukin kemampuan kamu saat ini. Dari yang aku lihat, sekarang nilai kamu itu sebelas dua belas sama si Rizky.” sambung teman yang dibelakang meja Dara.

“Iya tuh Dar, kamu pasti bisa.” 

Senyum. Yang hanya bisa Dara berikan pada pendapat temannya. Realita hidup. Orang yang lemah, akan sulit dipandang atau dilirik. Tanpa memedulikan lagi pendapat teman-temannya, Dara kembali fokus pada kegiatannya yang sempat tertunda. Hingga tiba-tiba sebuah suara menghentikan kegiatannya. Dara terdiam, sembari menatap siapa yang telah bersuara memanggil namanya.

“Kalau Dara aja gimana? Mau yah,,” tanpa menunggu jawaban Dara, guru itupun melanjutkan.

“Dara jadi pengganti Rizky yah, cepat siap-siap terus berangkat sama Mila.” intrupsi secara tiba-tiba itu membuat Dara tak bergeming. Seisi kelaspun tersenyum, menyiratkan dukungan kepada Dara.

“Tapi pak, saya kan belum ada persiapan materi apa-apa?”

“Gak apa-apa, yang penting ada perwakilannya. Dari pada sekolah kita didiskualifikasi dan tercoreng nama baik sekolah kita.”

Hanya karena sebuah alasan tersebut, membuat Dara menyepakatinya, walau tak berbekal kepintaran apapun. Hanya dengan tekad dan ketulusan demi nama sekolah.

“Gak apa-apa Dar, yang penting setelah ini kamu terkenal baik dimata semua penjuru sekolah.” Ujar Mila ketika berada di perjalanan.

“Kok kamu gitu sih pemikirannya?, aku gak berharap nama baik, yang aku harapin semoga aku gak akan mengecewakan pihak sekolah dan semua. Aku tulus mengikuti lomba ini, aku ingin memberi nama baik pada sekolah kita dengan hasil yang baik walau bukan yang terbaik.”

“terserah kamu lah Dar..”

Pemikiran itu, sungguh sangat Dara tak percayai. Ternyata hidup ini banyak orang yang melakukan sesuatu untuk mendapat sesuatu yang hanya untuk dirinya sendiri. Tak dapat dipungkiri memang. Namun Dara tetap pada pendiriannya, yaitu hati yang tulus dalam memikul beban amanah.

****

Ditengah waktu menunggu hasil, Dara melihat seseorang wanita yang sangat dikenalinya. Dia yakin bahwa temannya lah yang telah mengabari wanita tersebut, sehingga berada disini untuk melihatnya. Namun yang ada, kekhawatiran yang Dara rasakan. Rasa takut atas ekspresi kecewa  nantinya. Walau itu tak pernah menjadi alasan kecewa wanita tersebut.

Sebuah suara dari mikrofon MC membuyarkan lamunan Dara. Tegang. Itu yang dirasakan semua orang yang berada di sini.

“Baik hasil dari olimpiade kali ini, menetapkan sebagai juara atas nama Dara Anindya Putri dari SMA Nusa Bangsa…” suara dari mic mc itu membuat kaget semua peserta dan audiens. Seperti yang mereka ketahui Dara itu bukan anak yang pintar, bahkan ini menjadi kali pertamanya mengikuti lomba. Namun hasil akhir tak merubah kemungkinan bagi Dara, karena itu nyata dan mendapat nilai tertinggi menggeser juara bertahan dari sekolah lain.

Terkejut. Terharu. Bangga. Menjadi satu yang terpadukan. Buliran bening yang perlahan meluncur deras, menyiratkan semua perasaan yang saat ini dirasakan. Sembari melihat wanita yang berada di kursi audiens, Dara mengeluarkan semua ekspresinya pada dia. Hingga mc menyuruhnya untuk kedepan menjemput troli juaranya. Dengan penuh keberanian Dara berbicara didepan untuk semua hasil yang membuat banyak pasang mata terkejut ini.

“Saya Dara Anindya Putri. Putri dari seorang ibu yang tangguh dan pemberani. Dara yang sebagian orang anggap lemah. Mimpi bagi seorang Dara untuk mendapat juara, entah itu juara kelas ataupun olimpiade. Itu yang ada dibenak kalian, bahkan dibenak saya juga. Tak dapat berkata panjang lebar, hanya saja saya mengucapkan terima kasih atas semua orang yang pernah meremehkan saya, karena dengan itu saya menjadi kuat dan berani untuk terus mencoba diatas kesulitan yang saya hadapi. Ikhlas dan ketulusan dari hati saya, untuk membuat seseorang wanita yang sangat saya sayangi tersenyum bangga. Serta atas nama guru-guru demi nama baik sekolah saya. Terima kasih banyak”

Terharu. Itu yang semua rasakan atas penuturan seorang Dara. Bahkan gurunya yang tak pernah memandang Dara pun dibuat diam penuh kagum pada Dara. Dara berhasil mengubah pemikiran guru dan banyak orang terhadapnya menjadi kagum, yang awalnya memandaang lemah dirinya. Ketulusan hati seorang Dara dalam melewati proses yang membuat dirinya tersakiti, membuktikan bahwa dia bisa dan berhasil suatu saat nanti. Tak ada hasil yang indah dan lebih baik dari ketulusan hati seseorang. Ikhlas. Menjadi poin utama dalam melakukan sesuatu, apalagi sebuah amanat. Walau sang pemberi amanat ini termasuk orang yang pernah membuat kita terjatuh. 

****

SELESAI"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.