https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
ABHATI KOTA PUISI
Suatu sore yang lapang
aku menemukan tempat teduh di rumah itu
tempat di mana kata-kata beranak-pinak
menjelma opium paling memabukkan.
Aku menyaksikan diksi-diksi
berceceran di sepanjang jalan Malioboro
bahkan angkringan pun jadi tempat paling tenang
menyeduh secangkir kopi mengecap sejuta puisi.
Di kota ini, seluruh kata senantiasa hanyut pada kesucian makna
tak ada kegelapan membentuk sepotong sajak
karena di sinilah kutemukan
keniscayaan inspirasi
melarungkan baka puisi.
-2021
JOGJA KOTA HARAPAN
Di depan jendela
kusaksikan bertandan-tandan kesibukan
menyibak pagi yang memaksa terlelap
di ranjang masing-masing.
Aroma kehangatan
menyelinap pada sapaan orang-orang
inilah panorama pagi di Jogja
orang-orang gemar berspeda ria
burung-burung berkicau parau
meluruhkan seluruh masygul.
Di kota ini pula, aku menaruh harapan pada larik-larik puisi
semoga saja suatu saat bisa kembali.
-2021
DI UJUNG OJHUNG
Pada akhirnya kepala kami mendongak
menengadah merapal madah
suara pecut seumpama petir di atas awan
mengiringi lihai kaki menari-nari
lebam di sekujur tubuh
adalah lambang permohonan.
Paceklik meranggaskan seluruh ikhtiar petani
mengaburkan warna harapan di ladang-ladang sunyi
perigi tak lagi berisi oase
melainkan kenihilan
meminta kami melapangkan dada
supaya tegar mengonsumsi air awetan dari dalam kemasan.
Sudikah Kau? Hadiahi kami
setetes air dari pelupuk awan
agar tunai seluruh memar terbayar
karena kami tak lagi hafal warna bianglala sehabis hujan.
-2021
HEGEMONI ABABIL
Seperti langkah kita yang mengeras
di ujung tanduk penjajahan
yang tersisa dari ruang ini hanya kehampaan
betapa miris tubuh kita diiris-diiris
dijaja bak pelacur
kita dipaksa menelan keringat asin Romusha
membekam perih kaum pinggiran.
Sementara para kolonial berdiri dengan tangan terkepal
membusungkan dada
menembak mati hati nurani
menebas halus mimpi-mimpi.
Tubuh kita tinggal bangkai
kekejaman rezim Soeharto
mendadak harus kita rasakan di zaman jelaga ini
kita terlihat asing berada di rumah sendiri.
Tak ada pintu keluar
tak ada jendela penglihatan
kita dikutuk sebagai diaspora
bercerai-berai; membelah dan terlupakan.
Seperti runcing arit menukik di atas batok kepala kami
berdiri menopang segala gersang
jeritan seorang anak tak lagi terdengar sebagai penderitaan
melainkan hanya nyanyian sumbang di meja makan
di dada kami gemuruh pemberontakan kian berapi-api
meminta merdeka !
meminta merdeka !
-2021
INGATAN TUNGGAL USAI KEPERGIANMU
-Zilania
Apa yang tersisa dari ingatan tunggal usai kepergianmu?
perih berkecamuk remuk
usai memagut menyaksikan langkahmu menjauh
“Aku akan pergi.”
Desau parau dari bibirmu malam itu
menggetarkan seluruh jagat hatiku
“Siapa yang akan bertanggung jawab atas kangen ini.”
Tanganku gemetar
merengkuh tanganmu yang terlanjur abtar.
Hampa, lara, sunyi, getir, semua bagiku
aku harus menanggalkan seluruhnya
seluruh ingatan yang melekat padat
menjadi benalu
yang dengan perlahan
yang dengan diam-diam
hendak merenggut hidupku satu persatu
sebelum semuanya fana
bersama jarak yang merampas tubuhmu.
Meninggalkan jejak-jejak
di tubuhku yang mulai lapuk
-2021
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.