Duka Luka

Duka Luka


    Pening dan dingin. Aku mendekati gorden yang melambai sebab hujan angin menerabas. Sekilas tersenyum, kerumunan muda-mudi berteduh di lantai bawah, toko buku miliku yang tutup. Gagal berkencan di malam tahun baru. Lagi pun, pasar malam yang baru buka di alun-alun pasti porak poranda.

    Ku tajamkan penglihatan pada dua tangan yang menengadah keluar atap. Sekian detik, dua remaja bergandengan lari menyebrang jalan. Riang, tertawa indah seolah menjadi tokoh film romantis. Brakk! kutulikan pendengaran sembari menutup gorden. Sebab, kilas balik sejenak merenggut kesadaran.

    Hari itu, kulihat saat terakhirmu menduduki bumi. Tuhan, aku ingin kembali esok, lusa, bahkan seribu hari selanjutnya. Menanyai nisan bisu itu,  Apakah gelap dan kubur yang hanya berapa meter membangunkan phobiamu? atau mungkin tidak akan sebab roh dan ragamu tak lagi bersinergi, miris. Tuhan, tahun kembali berganti. Tapi aku masih melihatnya maya di sudut ingatan. 

Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.