https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
Teruntuk Yang Sekadar Hanya Mampir
Sayang, pukul dua dini hari aku kembali terbangun dari mimpiku, entah mengapa kamu hadir di mimpiku
Kamu tersenyum dan membalas pesanku begitu panjangnya menyatakan “Aku cinta kamu”, lalu aku terbangun dan mengecek handphoneku, hanya sebatas dibaca saja olehmu, ternyata itu memang hanya mimpi.
Sebelum aku terlelap sempat teringat apa yang kukirim lewat pesan singkatku untukmu tentang perasaanku, lalu kusembunyikan semua insta story—ku darimu semua.
Hingga air mataku tak mampu membendung lagi dan tumpah membasahi pipiku.
Dan aku mulai nyadari tindakanku adalah benar untuk diriku, aku yang terlalu menaruh harap ke padamu.
Setelah aku sengaja menjauh darimu, entah mengapa kamu terus-menerus menari di kepalaku dan hatiku ingin kembali bersamamu— aku merindukanmu.
Bodoh bukan? Nyatanya kamu sendiri tidak merasakan kehilanganku, hanya aku saja.
Sayang, meskipun begitu. Bisakah rasa ibamu sedikit saja untuku?
Walaupun harus jatuh kembali
Walaupun hatiku di bolak-balikan lagi.
Aku hanya ingin tau hatimu ke padaku masihkah sama atau tidak. Itu saja, namun mulutku kaku untuk mengatakan itu padamu, dan aku memilih tanggal saja darimu.
Tulisan ini mewakili perasaanku untukmu dan tak akan pernah lebih.
Medan , November 2021
Ira Octavia Lumbanraja
Kucinta dalam Diam
Lelah dengan harapan
Kau tak mungkin kudapatkan
Tentang perasaan
Tak bisa dipaksakan
Aku ingin kamu
Tapi kamu tidak mau
Jangan paksa aku untuk membencimu
Memahami hatimu
Tak akan cukup usiaku
Sementara rindu ini
Semakin menusuk dadaku
Ternyata perasaanmu padaku
Biasa biasa saja
Cinta itu sederhana
Yang rumit itu kamu
Mencintaimu itu mudah
Yang sulit adalah membuatmu mencintaiku
Aku mengerti bahwa bahagiamu bukan denganku
Niscaya semua lukakan sembuh bersama waktu
Maafkan aku yang pernah ada dihidupmu
Kini kupergi takkan lagi mengganggu
Aku telah belajar ikhlas
Untuk melepas
Kau abadi sebagai luka yang membekas
Terima kasih untuk cinta yang pernah hadir
Walau bukan seperti iniku bayangkan akan berakhir
Medan , November 2021
Ira Octavia Lumbanraja
Merenda Pagi
Cuaca pagi itu merambat hangat, namun ada harapan yang terlewat. Sebuah ingin yang akhirnya terlambat. Kamu, di kota yang penuh hambat.
Jendela bergerak perlahan seolah menutupi gelak tawanya. Rasa gelisah ini bagai lelucon mungkin baginya. Kupikir aku perlu memecahnya, mengganti yang baru. Tapi nyatanya, jendela itu satu-satunya tempatku bercerita.
Di tengah kebisingan kala itu, semua mata mengabaikanku, namun tidak untuk mata di belakang kacamata itu. Mata yang hingga kini menjadi alasan ratusan kilometer kutempuh berjam-jam duduk di atas kereta.
Di tengah kerumunan massa, semua bibir nampak sibuk dengan celotehannya, namun tidak untuk bibir itu. Senyum yang terpasang itu tulus menghadapku. Senyum yang hingga kini mampu membuat perutku dihuni ribuan kupu-kupu.
Seperti biasa, tak banyak yang kita bicarakan ketika kita saling bertatap muka, hanya saling berbalas senyum dan melihat layar kamera.
Namun, meski kamu banyak bicara, aku biasanya hanya akan menatap dalam ke matamu. Mencoba menerka isi hatimu. Lalu kembali ke realita dan membalas senyummu, lagi.
Mataku turun ke arah kakimu. Dalam delusiku, aku sedang berjalan menua bersamamu. Musik mengalir pelan. Berdansa menikmati jalan hidup yang berliku.
Kembali pada jendela usang di kamarku, kuraba ingatan itu seraya berbisik ""terima kasih, kamu pernah ada untukku.""
Medan , November 2021
Ira Octavia Lumbanraja
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.