Tak Searah - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


KASIH SAYANG TUHAN

BY : AHMAD OKVANI TRI BUDI LAKSONO 


Matahari tampak malu malu melihat dunia, dihadang gerombolan awan seakan mengisyaratkan bahwa hari ini tidak akan baik baik saja. Memang benar hari ini tidak baik baik saja, Sabtu 16 Januari 2021 saya mendapatkan berita kurang menyenangkan. Setelah selesai sarapan saya siap siap bergegas berangkat bekerja. Tapi , kepala outsourching menelpon saya, Pak Shobirin Namanya

"" Maaf mas, kamu istirahat dirumah dulu, karena kamu reaktif covid 19"". Rasanya waktu berhenti tepat saa

 "“Tak Searah


Terdengar suara kicaun burung yang terbang kesana-kemari hingga terbitlah matahari, membuat makhluk hidup terbangun dari lelahnya malam. Alice, seorang gadis cantik dan berhati mulia berumur 20 tahun. Nama yang begitu indah yang diberikan ibunya kepadanya. Alice tinggal di perkotaan. Kota dimana ia dilahirkan. Dan inilah kisahku…


Aku adalah anak ketiga dari 3 bersaudara. Mempunyai hobi menulis dan mendengarkan musik hampir setiap hari aku lakukan. Saat ini, aku sedang menempuh pendidikan lanjutan di salah satu kampus di kotaku dan sekarang memasuki semester 6.


Ketika aku semester 3, aku dipertemukan oleh Sang Pencipta dengan seorang laki-laki yang mempunyai karakter yang baik dan sopan. Zein namanya. Untuk pertama kalinya aku bertemu dengannya di kampus, akupun ingin dia menjadi temanku.


“Hi!” sapanya untuk yang pertama kalinya. 

“Oh, hi!” balasku. 

“Kamu Alicekan, yang duduk di bangku depan?” tanyanya dengan senyum yang indah.

”Iya, aku Alice seperti yang kamu maksudkan.”


Dari perbincangan tadi, kami saliang menukar nomor Whatsapp berhubung kami 1 kelas. Kami menggunakan aplikasi Whatsapp untuk saling berkomunikasi. Dan tanpa disadari kami mulai dekat layaknya sepasang kekasih. 


1 bulan berlalu, aku kembali menerima notif pesan darinya. 


(ting.. ting.. ting) suara notif dari handponeku.

“Selamat malam, Alice. Ada yang ingin aku katakan padamu.”

“Selamat malam juga Zen. Sepertinya serius nih, ada apa?” jawabku dengan penuh tanda tanya.

“Aku diminta oleh keluargaku untuk pindah kampus di luar kota.” 

“Kamu pasti bohongkan?” tanyaku.

“Aku tidak bohong, ini buktinya” balasnya dengan mengirimkan rekaman suara.

“Mereka keluargamu?.” 

“Iya, kamu percayakan? Aku tidak bisa menolak karena merekalah yang menentukan keputusan dimana aku akan kuliah.” 

“Kamu jahat, Zen. Kamu mengingkari janji. Aku membencimu” jawabku dengan rasa kecewa.


“Janji” layaklah sebuah hutang yang harus dilunasi oleh seseorang. “Kita berdua harus lulus sama-sama ya, pokoknya kita harus sama-sama terus” katanya dengan penuh keyakinan yang akhirnya janji itu dibuat lalu diingkar olehnya. Aku yang merasa terluka mendengar keputusannya untuk pindah, sontak membuatku terdiam. Hinggaku membaca pesan darinya lagi…


“Sepertinya aku menyukaimu, Alice. Aku mohon jangan marah, aku sangat minta maaf tidak bisa tepati janji yang kita buat dulu. Aku juga sudah mengakhiri hubunganku dengan pacarku, karena kami sudah jarang berkomunikasi dan aku akan balik lagi ke kota ini lagi jika kuliahku sudah selesai di sana” katanya dengan perasaan sedih.


Kaget ku membacanya. Ternyata Zein yang selama ini aku bangga-banggakan sudah memiliki pasangan. Entah apa alasannya sampai dia tidak memberi tahuku dari awal. Walaupun pada akhirnya mereka berpisah. 


Malam yang hening, bulan yang cantik menemani kesedihanku. “Mengapa aku diperlakukan seperti ini?” tanyaku dalam hati. Alunan musik yang ku dengar membuatku terbawa suasana. Semenit ku terdiam. Terlintas dalam benakku “Aku harus menerima keputusan keluarganya.” Akhirnya aku memaafkannya meskipun berat.


Ketika dia berada di luar kota, hubungan kami mulai membaik. Tidak ada lagi rasa sedih, kecewa, dan marah. Berjalannya waktu, aku mulai terbiasa dengan hal-hal kecil yang selalu dia ceritakan. Hal yang sama mulai terjadi padaku setelah Zein menyatakan perasaannya. Aku mulai menyukainya setelah dia berpisah dengan mantan kekasihnya. Dia berbeda dengan yang lain. Dia baik dan bisa menerima segala kurangku. 


Titik dimana kita berdua sudah saling sayang satu sama lain. Aku selalu menemaninya disaat dia lagi dihadapkan dengan masa-masa sulit, membuatku merasa bersyukur bisa menjadi teman pendengar untuk curahan hatinya. Aku memahami kesulitan yang ia alami. Susahnya mencari teman di kota yang sekarang ia tempati, perkuliahan yang harus ia tunda, dan untuk beradaptasipun membutuhkan waktu yang cukup lama. Tak hanya itu, cerita tentang keluarganyapun aku sudah tahu walaupun tidak semuanya.


Waktu menunjukkan sudah 2 bulan setengah kami berkomunikasi via Whatsapp. Berbeda kota tidak jadi masalah buat kami. Namun akhirnya, aku tersadar. Perasaan yang pernah aku takutkan, terjadi. Dia yang tiba-tiba menghilang hampir seminggu tanpa mengabariku terlebih dahulu. Akupun gengsi untuk memulai percakapan terlebih dahulu. Suatu hari, aku melihat story Whatsappnya dimana dia akan balik ke kotaku tapi di halangi oleh suatu penyakit. 


“Semoga lekas sembuh, ya” ucapku dengan perasaan khawatir.

“Aku tidak sakit, tapi ibuku yang sakit. Setelah pemeriksaan yang kedua kali semuanya sudah membaik kembali. Tunggu aku ya, aku akan segera pulang biar kita bisa bertemu lagi.” jawabnya.


Semenjak aku memulai percakapan, kami akhirnya berkomunikasi kembali tapi sudah tidak sedekat dulu. Dia mulai dingin dan cuek. Aku tidak merasakan lagi kasih sayang yang pernah dia berikan dulu. 


Tertampar dengan kerasnya situasi, akupun mulai menyadari bahwa dia mulai berubah. Setibanya Zein di kotaku, diapun jujur. Dia menceritakan semual hal mengapa sampai dia menjauh dariku. “Maafkan aku, karena sudah mencoba menjauh darimu, aku punya masalah yang begitu berat sehingga akupun tidak makan selama 3 hari. Aku mohon maafkan aku, Alice. Aku juga mulai kepikiran sama mantan kekasihku. Entah kenapa ini terjadi padahal semenjak aku dan dia berpisah, aku baik-baik saja” ucapnya. 


Aku menyukainya, bukan dengan harapan dia akan menjadi kekasihku. Aku menyapanya dengan kata sayang, pertanda aku menyayanginya layaknya seorang kakak. Diapun tahu dengan prinsip hidupku. Tapi semuanya telah berbeda dengan dia mengirim pesan kepadaku “Aku ingin kita tidak lebih dari seorang sahabat karena tidak ada harapan jika kita lebih dari itu. Untuk kedepannya kita seperti biasa-biasa saja ya, layaknya seorang sahabat yang tidak punya perasaan untuk saling mencintai”. Ternyata selama ini, keberadaanku hanya membuat dia terbebani. Aku tidak menyalahkannya dan aku harus menghargai keputusannya itu. Ekspetasikulah yang terlalu tinggi, yang ingin menjadikan dia sebagai sahabat yang selalu ada disaat aku senang dan susah, sahabat yang penuh dengan perhatian layaklah kasih sayang dari seorang kakak kepada adiknya. Aku ingin mengulangi penjelasanku yang pernah ku katakan padanya, tapi ku pikir ini hanya akan memperpanjang masalah. Aku memilih dengan berkata “Iya, jika kamu membutuhkan bantuanku, aku siap.” Dari waktu itu, jika kami ingin berkomunikasi, kami melakukannya dengan perasaan yang biasa-biasa saja. 


Ya, itulah aku. Arti dari nama yang diberikan ibuku, sama dengan sifatku. Kami tidak akan pernah bersatu, karena kami hanya sebatas sahabat dan kami berbeda keyakinan. Terima kasih orang baik pernah mewarnai hidupku walau hanya sesaat.




“Sewajarnya saja ketika ingin menaruh perasaan kepada orang lain, 

biar kelak tidak akan ada kata penyesalan.”


“Tidak dapat dipisahkan dengan arus-derasnya kehidupan. Itulah ekspetasi. 

Berekspetasi positif itu baik, tapi alangkah baiknya jangan terlalu dilebih-lebihkan.

Jika Semesta tidak merestui, kamu yang repot.”


Bitung, 02 November 2021"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.