SEMICOLON; ANTARA TITIK DAN KOMA - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "SEMICOLON; ANTARA TITIK DAN KOMA

Benny Kurniawan


/1/ Distimia

Pada hari dimana mata tergugau

Menyadari kepergian telah menjadi pemilik sesal yang kacau 

Peluk saja reminisensi digital tempat segala kenangan tinggal 

Telaga di mata hanyalah wujud luka yang kekal


Pil yang ku teguk bukan pelipur hidup yang berkelakar

Segera setelah segala duka digelar, urat nadiku bakal dipenuhi memar 

Bagaimana bisa mendalami peran berpura, di ambang hidup yang titik koma

Aku sendirian, mengirakan masih berpendirian, di hati segala redam berkepingan 

Timanglah timang, untuk mati saja aku harus berjuang


Dapur kusam tanpa asap berkepulan

Meja makan tempat segala konferensi terjadi

Kayu bakar yang apinya lebih dingin dibanding es lilin 

Panasnya bahkan tak cukup menghangatkan tubuh sendiri 

Kunamai setiap rindu yang ku temui

Di tiap sudut isi lemari

Tuhan tidak kejam; aku hanya tersesat dalam permainan pola pikir-Nya


/2/ Alienasi

Dicintai adalah candu

Beberapa orang rela ke dukun

Beberapa lagi merogoh kocek berapapun Kenapa?

Agar sifatnya senantiasa


Yang tertulis tak menerima sanggah dan bantah

Lintasanku tak punya kiri dan kanan; hanya depan

Sekalipun jurang harus ku terjang, tiada siapa tempat berpegang 

Ekstrakurikulernya adalah seni dalam berjuang


Takdir mutlak veto Tuhan,

tanpa eksperimen dan tentamen


Afeksi tak lagi ku temui saat alarm berbunyi 

Ia abstain acap kali di tiap jamuan pagi 

Segala beban yang menjadi medan 

Bermuaralah ia di satu pertemuan

Aku hanya butuh tidur, tidur yang mencintai bantal dan kasur; kekal hingga uzur.


/3/ Delusi

Rona merah buah sendu yang tak lagi bingar

Angkuh itu telah binasa dilahap takdir yang menggairahkan 

Halusinasi nan ego; mengalahkan segala

Hidup yang ku sebut cita-cita


Di pikiranku yang kosong

Bisikan-bisikan melolong; agar kepala ditodong 

Sekali dor! nerakaku bakal digedor

Aku masih saja urung, memilih hidupku yang murung



PSIKOPAT

Benny Kurniawan


Aku ingin menemuimu di ujung sabtu 

Memukulkan berkilo batu di ubun kepalamu 

Agar pecah, otakmu kupilah-pilah

Lalu kubisik “pikirkan rasaku barang sedikit”


Ku ajak kau menari; dengan sepatu kaca buatanku sendiri 

Tentu, kacanya renta sekali

Agar pecah, bersimbahlah kakimu dengan darah

Lalu kubisik.. “kakimu tak sehebat hatiku”


Ku peluk; erat sampai-sampai kau mengutuk 

Hingga organmu bercampur aduk

Agar pecah, jantung dan hati terasa patah 

Lalu kubisik “aku patah lebih parah!”


Kau? cukup membalas dengan kesinggahan nan sekilas

Dengan rindu bukan aku pemiliknya

Lewat tawa bukan aku jenakanya

Oleh hati tak berpintu, tapi menjadi pintu kemana saja saat disentuh oleh dirinya

Sedangkan aku? Mati 

Dihanyut rasaku sendiri 

Lalu baitku ini...

Tak lagi pantas disebut puisi


Kini taulah aku, psikopat yang sebenarnya adalah kamu; 

Sayangku


TOPENG

Benny Kurniawan


Di negeri dimana fitnah adalah alat tukar yang sah 

Manusia memulai sebuah perlombaan megah


Pemenangnya ditentukan seberapa banyaknya kebohongan 

Koalisi adalah Tuhan yang penuh harap imbalan

Meja dan kursi yang mereka bagi-bagi

Terbuat dari kayu yang hutannya digerogoti


Sikut teman sejawat, kursi pejabat bisa didapat 

Begitu aturan mainnya, begini konsekuensinya:


Kau bisa saja hilang di sumur 

Disekap bantal di atas kasur 

Umurmu takkan sampai uzur 

Syukur-syukur mayatmu bisa dikubur


Sisanya, kau akan berharap kembali ke dunia 

Membakar topeng yang tak semestinya kau guna"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.