Sang Permata “Diandra” - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


KASIH SAYANG TUHAN

BY : AHMAD OKVANI TRI BUDI LAKSONO 


Matahari tampak malu malu melihat dunia, dihadang gerombolan awan seakan mengisyaratkan bahwa hari ini tidak akan baik baik saja. Memang benar hari ini tidak baik baik saja, Sabtu 16 Januari 2021 saya mendapatkan berita kurang menyenangkan. Setelah selesai sarapan saya siap siap bergegas berangkat bekerja. Tapi , kepala outsourching menelpon saya, Pak Shobirin Namanya

"" Maaf mas, kamu istirahat dirumah dulu, karena kamu reaktif covid 19"". Rasanya waktu berhenti tepat saa

 "Sang Permata “Diandra”

Karya : Halimah Tussa’dia


Pasangkayu, 28 Oktober 2021


Kutuangkan bait-bait cinta dan kasih sayang bercampur kesedihan. Pergi meninggalkanmu serasa begitu cepat, namun tak ada yang bisa menghindari takdir yang sudah ditentukan sang pencipta.

“Trining..ning..ning...!!” Suara telfon rumah berbunyi.


“Halo...?” aku langsung mengangkatnya


“Halo Diandra! Apa ini dengan Diandra? Suara yang terdengar dari dalam telfon itu adalah suara seseorang yang amat aku cintai, Dewa.

“iya sayang! Ini kamu?, aku tahu kenapa kamu menelfonku, selamat ya, namun maafkan aku. Aku tidak bisa hadir dalam acara wisudamu, maafkan aku!!” Aku langsung meneteskan air mata.

“lah.. sayang, bukanya kamu sudah janji akan datang”


Aku langsung menutup relfon rumah!!



Menangis di dalam tempat yang sunyi adalah keahlianku. Dewa maafkan aku, namun takdirku untuk meninggalkan dunia ini lebih cepat dibanding takdirMu. Suara tangisku sudah membesar bahkan mungkin tetanggapun akan mendengarnya.

Suara ketukan kamar dari luar terdengar.


“diandra!!!” Seruan dari ibuku,


Seruan akan kekhawatiran, lalu ibuku membuka pintu kamarku.


“kamu baik-baik saja nak?” ibu langsung menghampiriku dan bertanya sembari menghapus air mataku yang sedari tadi tak ingin berhenti untuk mengalir. Aku pun mengangguk dan memberikan senyum terbaik kepada ibu.



Aku punya sahabat bernama Kaleena, Kaleena yang selalu menemaniku di saat aku hanya bisa duduk diatas kursi yang memiliki empat roda, dan memakai penutup kepala, dengan diriku yang setiap harinya hanya bisa menghadap jendela kamar memandangi langit,

dipenuhi impian, kapan? Pertanyaan itu selalu muncul di pikiranku setiap harinya... kapan diriku di panggil atau kenyataan akan berbeda, kapan diriku bisa sembuh dari penyakit ini.



“aku datang...!!!” Seruan yang terdengar mendekati kamarku.


Siapa lagi kalau bukan Leena, yang akan selalu merawatku bersama ibu. Lena langsung memasuki kamar, “aa beb rindu!!” langsung memeluk diriku dengan eratnya, “aduh Leena sakit ih”, aku langsung melepaskan pelukan leena.

Ibu terkekeh dengan sikap kami berdua,


“ya sudah Ibu mau kedapur dulu ya, Leena jagain Dian ya!!

 ”siap Tante”, sahut Leena

“Ibu!” aku langsung menghentikan langkah ibu dengan menarik tangannya. “Iya sayang, Kenapa?hm”

“Dian ingin Ibu dan Leena merahasikan penyakitku ini selama-lamanya kepada Dewa, namun jika Ia terlanjur mengetahuinya dan aku sudah tiada kelak, tolong Ibu dan Leena berikan surat ini untuk Dewa”, aku langsung menyodorkan kertas berwarna putih, yang sudah ku lipat rapih kepada Ibu.

Seketika Ibu dan Leena meneteskan air mata secara bersamaan!! Lalu memelukku, aku tak tahu mengapa mataku pun juga tiba-tiba mengeluarkan air.

Leena dan Ibu lalu perlahan melepas pelukannya, ibu pun mengangguk sembari tersenyum kepadaku lalu mengusap pipiku yang sudah pucat dan seperti tak mempunyai darah. Ibu lalu keluar kamar dan menuju dapur.

“Yuk!! Keluar kamar yuk”, Leena beralih mengambil pegangan kursiku dan ingin membawaku keluar.

“ya udah yuk, aku udah pengap banget didalam kamar terus”,


Kami pun berada di taman di dekat rumah yang dikelilingi bunga warna-warni,


“Leena!!”, aku langsung menatap Leena yang dari tadi tengah bercerita tentang perkembangan kampus semenjak aku tiada

“Iyah??”, lalu Leena balik menatapku.


“Tolong pegang Hpku ya, jika Dewa menelphone tolak saja dan jika ia mengirim pesan, balas saja”, aku menyodorkan telfon ke Leena dan tersenyum.

“loh, kenapa Ra? Kok gue yang pegang?”


“Plis pegang aja... tolong demu aku”, Leena pun menghela nafas


“hmm ya udah, aku yang pegang”


  -


Seminggu kemudian Leena pun akhirnya wisuda dan panggilan masuk yang setiap harinya masuk ke telfon Diandra amat banyak, dan panggilan itu dari Dewa, yang ingin mengetahui kabar Diandra,

“angkat dong! Ya ampun”, lirih Dewa dengan nada khawatir.


Mengapa sudah seminggu ini setelah wisuda Dewa, dan Diandra belum juga ada kabar. Saat ini Dewa tengah berada di acara wisuda adiknya yang ternyata satu acara dengan Leena. Setelah berkali-kali menghubungi HP Diandra dan selalu berpindah tempat dari satu sisi ke sisi lain untuk mencari sinyal, sampailah Dewa di Pohon mangga belakang kampus, namun Dewa tak tahu bahwa Leena ada dibelakang pohon itu, begitupun sebaliknya, Leena tak tahu bahwa Dewa ada di samping pohon itu, karena Leena juga mencari sinyal sama seperti Dewa.

Di saat Dewa sudah mendapat sinyal, ia lalu kembali menghubungi HP milik Diandra, disaat ia menelfon lagi ia pun mendengar nada dering HP dan amat mencurigakan, mengapa setiap kali ia menghubungi nomor Diandra, malah terdengar nada dering HP yang amat dekat. Leena pun kaget dan panik, mengapa Dewa selalu menelfon, apa yang ia harus lakukan. Dewa lalu sengaja menghubungi nomor Diandra lagi dan mulai mencari asal suara tersebut dan akhirnya Dewa mendapati Leena yang sedang memegang HP Diandra.

“Leena!!!”, Seruan dari Dewa


Leena pun kaget dan HP Diandra pun jatuh dari tangannya saking kagetnya ia.


“Dewa!”, Leena pun gemetar, tak tahu harus mengatakan apa


“apa-apaan ini? Ini maksdunya apa Len! Kenapa HP Diandra ada sama kamu?, jadi selama ini yang membalas pesan dariku itu kamu?”,

Leena mulai meneteskan air mata dan langsung memeluk Dewa, “he...hh...he” tangis Leena semakin mengeras,

“Leena jawab!, apa sebenarnya yang terjadi,? Mengapa setiap kali aku mendatangi kampus kalian, Dian selalu tak ada, dan rumahnya pun selalu tertutup seolah-olah rumah itu sudah tak berperpenghuni dan hari ini aku mendapati kamu yang memegang HP Diandra, kenapa Len! Ada apa??”, Dewa melepaskan pelukan Leena dan menatap Leena dengan tatapan tajam.

“Diandra...he...hh...he..Diandra, udah nggak ada wa’”, Dewapun meneteskan air mata


“nggak mungkin, kemarin Diandra baik-baik aja dan udah janji nggak akan ninggalin aku, nggak”, Nada suara Dewa seolah-olah tak percaya dengan kenyataan yang ada.

“Leen, kamu boongkan?” Dewa memegang pundak Leena dengan erat,


“Leena Jawab”, lalu dewa mengeraskan suaranya.


Leena pun tak henti-hentinya menangis, lalu melepas tangan Dewa yang sudah memegang erat pundaknya.

“nggak Wa’, gua nggak bohong!!Why? kenapa gua harus bohong tentang kepergian dia”


Dewa lalu berteriak “aghhhhh.... nggak mungkin Len, nggak mungkin”, Dewa pun menghapuys air matanya seketika ia menegakkan badannya.

“Bawa aku menemui Diandra sekarang juga, karena aku nggak percaya, nggak, pasti ini cuma surprise dari dia buat aku, ini pasti tanda selamat atas kelulusanku kemarin, ayo Len kita kerumah Dian”, Dewa lalu menarik Leena yang sedari tadi tak henti-hentinya mengeluarkan air mata, Leena tak dapat berbuat apa-apa, ia lalu pasrah ditarik Dewa masuk kedalam mobil, lalu menuju rumah Diandra.

Sesampainya mereka di rumah Diandra, Dewa langsung keluar dari dalam mobil dan berlari ke rumah Diandra dengan menarik tangan Leena.

“Leena, kamu yang ketuk pintu ini”


Leena pun menghapus air matanya dan mengetuk pintu rumah Diandra


“Permisi tante..!! ini Leena”, pintu rumah pun terbuka,


“Iya Len..”, seketika ibu Diandra pun berhenti bergerak dan berhenti bicara, ketiak melihat Dewa yang berdiri dihadapannya dan Leena yang menangis dibelakang Dewa.

“loh Leen, ada apa ini?”, Ibu Diandra kembali bersuara dan bertanya kepada Leena.


“maafin Leena tante, tapi semuanya udah terlanjur terbongkar”, Leena menjelaskan sembari menangis.

“tante, aku mau ketemu Diandra, Diandra adakan? Dan Leena tadi boong bahwa Dian udah nggak ada, so aku nggak percaya, makanya aku datang kesini buat ngebuktiin semuanya dengan sendiri”,

Ibu dan Leena kembali mengeluarkan air mata yang sedari seminggu ini sudah ditahannya.


“ayo kita masuk dulu nak”, Ibu Diandra pun menyuruh Dewa dan Leena masuk dan duduk dikursi ruang tamu.

“Dewa, ibu punya sesuatu buat kamu”, ujar ibu Diandra


“sesuatu?, apaan tente?” Sahut Dewa


“Tunggu sebentar”, lalu ibu Diandra beranjak dari kursi dan masuk kedalam kamarnya, lalu kembali dengan membawa surat yang seminggu lalu dititipkan Diandra untuk dewa.

“ini surat yang dititipkan Diandra kepada ibu, untuk kamu! Ibu nggak tahu apa isi surat itu, karena ibu sama sekali tidak pernah membukanya, sedikitpun tidak pernah”, Ibu Diandra lalu menyodorkan kertas itu kepada Dewa. Dewa pun membuka dan membacanya, setelah cukup lama membacanya, air mata Dewa kembali mengalir.

“Dewa, apa isi surat itu”, Leena bertanya kepada Dewa yang sedari tadi tak henti-hentinya menangis, namun Dewa tak menjawab dan terus membacanya.

Dewa!! Tak ada kata-kata ataupun ucapan yang bisa ku sampaikan kepadamu. Pertama-tama, aku ingin mengucapkan selamat atas hari bahagiamu, yaitu kelulusan yang amat kau tunggu-tunggu. Namun sepertinya akau salah dalam menebak, hari kelulusanmu bukanlah hari yang bahagia untukmu bahkan untukku. Hari kebahagiaan yang selama ini kita tunggu adalah hari dimana aku berpakaian layaknya ratu, dengan hiasan diatas kepalaku dan dirimu yang tampan dan gagah mengenakan jas berwarna putih. Namun sayang, semua itu hanya mimpi belaka, aku sekarang sudah berada jauh darimu, tak bisa lagi menengokmu dengan membawakan roti bakar selai nanas buatanku, walau agak sedikit gosong, namun aku tahu itu adalah makanan kesukaanmu, iyah kan?. Sayang tolong, kamu harus terima kenyataan atas kepergianku. Kamu tak perlu khawatir, aku sudah bahagia disini, tempat di mana semua manusia akan kembali. Maaf aku tak bisa menepati janjiku untuk menemanimu duduk di pelaminan. I LOVE YOU.

Terima kasih telah membuatku bahagia selama aku berada di dunia


By Diandra : Kekasihmu


Itulah isi surat yang membuat Dewa tak bisa berhenti mengeluarkan air matanya. Namun dewa masih saja tak percaya dan masih saja ia mengira bahwa surat itu salah satu rencana surprise dari Diandra (nggak mungking, nggak mungkin), suara bathin Dewa berbicara dan tak percaya. Dewa kembali menghapus air matanya.

“tante bawa aku ke Diandra sekarang dimanapun dia berada, aku nggak percaya, ini pasti termasuk kejutan surprise dari Diandra”, lalu Dewa meremas kertas itu lalu melemparnya ke bawah.

“baiklah mungkin jika kamu sudah melihat ini, kamu akan percaya, Ibu akan membawamu bertemu dengan Dian, Ibu ganti baju dulu yah...”

Leena hanya terdiam dan tak bisa berkata-kata. Sementara Dewa yang tersenyum dan menatap Leena.

“Len, kamu harus bahagia dong, bentar lagi bakalan ketemu Dian dan kami akan menikah”,


Leena pun kembali membalas senyuman Dewa. Ibu Diandra pun keluar dari kamar dengan memakai hijab berwarna hitam dan pakaian berwarna hitam. Namun Dewa masih belum peka melihat warna pakaian ibu Diandra.

“yuk berangkat”,


Dengan semangat Dewa masuk dalam mobil dan ibu Diandra juga Leena menyusul masuk. Di Perjalanan tak ada seorang pun yang mengeluarkan suara, Dewa lalu bertanya kepada ibu Diandra.

“oh iyah... ngomong-ngomong Dian dimana tante? Terus kita belok kemana?”,


“kamu belok kanan saja nanti diperempatan sana, terus lurus terus, habis itu kamu liat pohon sirsak yang besar, nah habis itu ada tanjakan, naik terus di samping kanan ada gerbang warna hijau di situ lah Diandra berada”

“oh.. ok tante siap”


Disaat Dewa mendapati pohon sirsak itu ia mulai bertanya lagi. “Sepertinya tempat ini tak asing tante”

“kamu naik saja di tanjakan itu, pasti nanti kamu akan tahu”,


Dewa pun naik dan melihat gerbang hijau yang bertuliskan pemakaman umum. Dewa terheran dan segera keluar dari dalam mobil menatap gerbang itu dan mengeluarkan air mata yang deras.

“Tante, jangan bilang kalau ”,


Ucapan Dewa terhenti ketika melihat ibu Diandra dan Leena masuk dengan santainya, lalu ibu Diandra mengambil ceret dekat pondok-pondok bambu yang ada dalam pemakaman itu.

“Dewa!! Apa yang kamu lakukan disitu nak, mari sini, katanya kamu ingin bertemu Diandra? Ayo sini, Diandra sudah menunggu”

Langkah kaki Dewa perlahan mendekati gerbang itu. Lalu masuk dan melihat sekelilingnya, ketika Dewa sampai di tempat dimana ibu Diandra dan Leena berada, ia pun terbungkam, tak bisa berkata-kata, ditambah air matanya yang tak henti-hentinya untuk mengalir. Dewa lalu menjatuhkan diri ke tanah dengan badan yang lemah, air mata yang mengalir dan hanya

bisa menatap kuburan yang dimana batu nisan itu mempunyai tulisan yang bertuliskan Diandra Binti Muhammad Yusuf, (Jadi ini, ini tempatmu berteduh sekarang? Ini yang kamu sebut tempat kebahagiaan?) hati Dewa berkata-kata dan berkecamuk.

“aku nggak nyangka Dian bakal ninggalin aku secepat ini”


Sambil terseduh-sedu, Dewa menunduk tak kuasa menatap kuburan itu.


“Dewa!! Nak! Maafkan ibu, Leena dan juga Diandra yang menyembunyikan ini dari kamu, Diandra sudah sangat lama menyembunyikan penyakitnya. Ibu dan Leena juga baru tahu semenjak dia sudah sekarat. Penyakit kanker stadium akhir. Dokter hanya bisa menghitung hari kepergian Diandra. Kita semua tak bisa apa-apa, kita hanya bisa menerima takdir yang sudah ditentukan oleh yang di atas. Kita do’akan saja semoga Diandra tenang dialam sana nak. Kamu harus sabar”

Dewa pun semakin menangis mendengar semua cerita dari ibu Diandra.


“tapi kenapa harus disembunyikan dari Dewa tante?, Setidaknya Dewa bisa menemani Diandra di masa-masa terakhirnya”,

”karena Dian nggak mau kamu akan ilfil denganya, dia mengira jika kamu mengetahui kekurangannya, kamu akan meninggalkanya”, Leena menjawab dengan terbata-bata

Dewa lalu mendekati batu nisan itu dan memeluknya.


“Mengapa kamu mengira bahwa aku akan meningalkan kamu? Malah sebaliknya, aku akan merawatmu dan menjagamu sampai kamu sembuh, mati bersamamu sekalipun tak masalah bagiku, aku ingin bahagia bersamamu sampai ajalku”, Dewa sudah marasakan rasa kehilangan yang begitu dalam.

“Dewa kami menunggu di mobil ya!!”, Ibu Diandra berbicara kepada Dewa yang sedang memeluk batu nisan kuburan Diandra, Dewa lalu mengangguk.

“iya tan... Dewa masih mau menemani Diandra di sini.”


Ibu Diandra hanya bisa tersenyum, lalu Leena dan Ibu Diandra pergi menunggu di atas mobil.


“Dian, jika kamu ingin melihatku bahagia di sini, kamu juga harus bahagia di sana, memulai hidup yang baru, hidup yang kekal. Aku akan menemuimu jika sudah waktunya nanti. Menurutku kamua adalah pertama terindah yang pernah ku miliki. Kamu adalah permata yang amat berkilau dibanding permata-pertama yang berkilau di dunia ini. Walau suatu saat nanti aku sudah mendapatkan permata yang baru, namun kamulah permata yang nomor satu yang menempati titik hatiku yang tertinggi, terima kasih atas semuanya, aku akan selalu mencintaimu”.

Dewa pun menghapus air matanya dan menatap langit lalu mengucapkan janji.

“Jika kelak aku mempunyai anak, aku akan memberinya dengan nama Diandra”, Sembari tersenyum

“itu janji terakhirku untukmu Dian, I Love You!!”




  - Tamat -"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.