Padang Bulan - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 Padang Bulan


Ia yang turun dilangit malam, 

Bersama jutaan air hujan ditengah kota metropolitan, 

Membawa keteduhan bagi setiap insan di setiap pori-pori kehidupan.


Pada si buta, si tuli, dan si bisu, 

Ia lakukan semua sama tanpa pandang bulu,

Kehadirannya membuat enggan melihat cahaya selain darinya, 

Pertolongan dalam segala aspek diberikan dengan seluruh cita.


Hingga terlahir cerita-cerita bahagia yang mengalir segala tentangnya, 

Mulai dari dongeng, sajak, dan segala sastra cinta.


Namanya dielu-elukan bak panen yang selalu dinantikan,

Jauh-jauh mengharap yang lain, jika ada dia semua terlupakan.


Hanya karna kau, 

Ya dirimu seorang.


Malaikat tanpa sayap yang Tuhan turunkan,

Sengaja dengan segala rasa suka,

Mengilhamkan segala wujud, 

Sampai lupa bahwa kamu juga manusia.


Dahaga


Bukan!!! itu bukan aku!

Aku hanyalah si Jalang, 

Penjajak segala rupa,

Tenaga, isi kepala, sampai desahan kata ku obral demi sesuap nikmat dunia. 


Ku dengar Tuhan tak mendengar doa seorang pembual, 

Dan kau tau aku!?

Aku hanyalah budak dari si buas nafsumu.


Masih Sama


Aku gitar penenun waktu,

Diujung malam berteman hujan, 

Tanpa kopi hangat atau kawan sepermainan. 


Petikan senar membuyarkan kecemasan, 

Nada-nada gelisah diiringi senyum penuh luka, 


Hidup hanya sementara, 

Tapi cintamu masih tak kunjung kudapat jua.



Rayap Kehidupan


Tak lagi terdengar tawa-tawa penghias malam, 

Mulai tak terlihat kilatan-kilatan mata yang menggemaskan, 


Malam ini hujan tak turun, 

Bertebaran bintang bintang di langit tanpa batasan, 

Diramalkan besok hari akan cerah, 

Kau sudah dewasa dan bergegas tinggalkan rumah,

Menyisakan kerutan-kerutan kecil di dahi, 

Bibir mungil yang tak henti mengutuk tempat lahir sendiri, 

Tlah padamkah api-api semangat, menyisakan abu keputusasaan yang trus tertiup angin-angin jalanan."


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.