Mengayuh Nanar - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "Mengayuh Nanar

(Karya Destian Wirda)


Tak lain, bukan terinjak gali

Seakan tiada darah berlari.

Merangkak dan menjilat

Begitulah, tuan terus bergulat


Barangkali penghidupan sedang tertimbun

Atau Sesak?

Hancur. Mati. Terkoyak!

Seluruh bunga Darah paguyuban


Lantas, siapakah orang itu?

Tiada lagi seruan Tuan lagi

Sudah, sudah termakan oknum berapi


Boleh saja,

sujud pada Perapian itu!

Luka yang teramat pengar jua

Karena tiada penerus tuan di dunia












Kabur

(Karya Destian Wirda)


Satu titik kejenuhan terikat, rapuh

Menguak hangus semesta Asa

Tiada sorak berkelana

Terhentak hampa mengeluh


Kepada siapa tangan terbentur?

Tatkala jari mencekik api.

Lelah! Tidak, bukan begitu?!


Alaska masih menderu

dengan pengkhianatan bengis

tanpa sayatan yang teriris


Kepada siapa tangan mengayuh?

sedang Surya menelan menggegas,

Karang memanjat kemana-mana

Mencekik dengan buas.











Kembali pada Tuan

(Karya Destian Wirda)


Hanya punting tak bersisa,

di halaman surau sendu

Menggigil dengan karang, Kosong

dan tak bersisa untuk serdadu


Ayah…

Tatkala Tuhan memberi penghidupan,

Membakar masam dalam angan

Sontak, raganya menghilang

seakan tetes fana menolak Kering.


Bak Meriam di atas bahtera

Memeluk dalam, sang mega

Tidak pandai menjaga,

hanya punya Pondasi disana



Ayah… 

Teringat,

Tangan kasar mengelus lembut 

pucuk kepala yang Mengeras.

Seketika memudar tanpa asa, gelap


Teringat,

saat raganya terinjak, Lelah

Tulangnya remuk, sedang kakinya patah

Tidak! Bukan berarti lengah!

tangannya terus mengayuh dunia,

teruntuk mega kecilnya


“Injak saja, begitu!”

Tersentuh, muram sudah hidupmu

Jiwanya Lelah tak sengsara

Mati bersama Kalbunya.


Berani!Berani sekali!

Siapa yang merenggut pengkhianatan?!

dalam tumpukan jeruji tanah.

Tertidur dalam ingatan.


Tiada lagi pondasi di angkasa fana

Runtuh. Jenuh tak berarus.

Harus bersujud pada siapa?

sedang ia sudah Tiada

 





"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.