Memaknai Arti Kepergian - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


Memaknai Arti Kepergian


“Kenapa Allah menciptakanku?” pertanyaan ini melesat di kepala ku, membuat tertegun dan termenung.

Bahkan sekalipun aku terhapus dari dunia, bukankah alam semesta akan berjalan sebagaimana mestinya? Bumi akan tetap memutari matahari selama 365 hari. Samudra tetap akan membiru, langit tetap akan meninggi menjulang. Jika dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain, aku hanyalah butiran debu di luasnya semesta.

Aku juga bukan seorang nabi atau wali, bukan pula ulama, yang kehadiran mereka adalah lentera hangat bagi umat manusia. Mengajarkan dan membimbing untuk mengenal Sang Pencipta. Mereka sangat dibutuhkan. Jika dibandingkan dengan diriku, aku  bukanlah siapa-siapa.

Kenapa Allah menciptakanku?

Bukankah Allah itu Maha Kaya? Saking kayanya  bahkan tak butuh apa-apa lagi dari selain-Nya. Bahkan jika umurku satu milyar tahun, kemudian dari lahir hingga meninggal, sampai detik dan setiap nafasnya kugunakan untuk beribadah kepada-Nya, sungguh tak akan menambah kemuliaan Allah barang sesenti pun.

Bahkan jika umurku satu milyar tahun, kemudian dari lahir hingga meninggal, setiap detik dan setiap nafasnya kugunakan untuk memaksiati-Nya, sungguh tak akan mengurangi kemuliaan Allah sedikit pun.

Allah tetaplah Allah, baik dengan ada atau tidak adanya aku. Allah tetap akan menjadi Tuhan seluruh alam. Sedangkan aku? Tanpa Allah, siapalah aku?

Lantas, kenapa Allah menciptakanku?

-yang hanya sebutir debu di luasnya semesta

-yang bukan siapa-siapa

-yang tak menambah kemuliaan-Nya

Aku pun sadar, sejatinya kehadiranku di muka bumi ini adalah bentuk kasih sayang Allah itu sendiri. Jika mau, Allah bisa saja Allah tidak menciptakanku, toh Allah tetap Allah, toh Allah tidak butuh apapun dariku, toh  semesta tetap berjalan normal tanpaku, kalau bukan cinta lalu apa namanya?

Suatu hari, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kedatangan tawanan perang. Keadaan pun menjadi sangat ramai, hiruk-pikuk dan lalu lalang memenuhi pemandangan. Di antara banyaknya tawanan perang itu seorang ibu-ibu terlihat begitu cemas, menoleh kanan-kiri, setengah berlari ke sana ke mari, mencari-cari seseorang yang sangat penting baginya; dialah sang  buah hati. Beberapa waktu yang lalu, ia terpisah darinya.

Setelah lama mencari, hampir-hampir putus asa, akhirnya ia bertemu dengan sosok mungil menggemaskan itu. Segera ia memeluknya erat. Takut jika-jika terpisah lagi.

Para sahabat yang hadir tepaku melihat kejadian mengharukan ini. Rasulullah shallallahu ‘alai wasallam pun bertanya, “ Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”

“Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya,” jawab para sahabat.

“Sunguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya dari pada ibu ini kepada anaknya,” sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. 

Ada hangat yang menyeruak setiap kali membaca hadist ini. Betapa Allah sayang padaku…

Tiba-tiba teringat sosok ibu di rumah. Tidak pernah alpa menanyakan kabarku saat di perantauan, mengirimkan uang dan makanan, melesatkan doa-doa baik untuk kesejahteraan hidupku, dan ratusan lusin gambaran kasih sayang lainnya. Jika Ibu saja sepeduli ini padaku, lantas bagaimana dengan Allah?

Bahkan dalam sabda lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Sesungguhnya Allah memiliki 100 rahmat. Salah satu diantaranya diturunkannya kepada kaum jin, manusia, hewan, dan tumbuhan. Dengan rahmat itulah mereka saling bebelas kasih dan menyayangi. Dengannya pula binatang liar mengasihi anaknya. Dengan Allah mengakhirkan 99 rahmat untuk Dia curahkan kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.” (Muttafaq Alaih)

jika satu rahmat saja sudah membuat dunia ditaburi kedamaian, induk hewan tidak membunuh anaknya selapar apa pun ia, seorang ibu rela bertaruh nyawa demi melahirkan anaknya, lantas bagaimana dengan kasih sayang Allah pada hari kiamat kelak?

99 kali lipat lebih besar dari ini semua!

Sebagaimana Allah peduli padaku, aku pun harus peduli pada Allah. Sebagaimana Allah sangat mencintaiku, aku pun harus mencintai Allah.

“Apakah kamu tiada melihat bahwasannya Allah menundukan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia, (QS. Al-Hajj: 65)

Berbisik pada diri, “Bagaimana hati tidak jatuh cinta? Allah tundukkan tanah, lautan bahkan langit semata-mata agar manusia dapat menikmati karunia-Nya. Allah tundukkan semuanya untukku. Tiadakah ini menjadi bukti betapa Allah sangat sayang kepadaku?”

Merenungi semua ini membuat hati bergetar,

Duhai Rabb, aku percaya di antara hikmah kenapa Engkau tetap menciptakanku padahal Engkau tak membutuhkanku adalah agar aku bisa menikmati keindahakn dan kehangatan cinta-Mu. Agar setiap helai  hariku selalu bisa dekat dengan-Mu. Agar setiap kesusahan hidup menimpa, aku dapat selalu bergantung kepada-Mu. Agar aku bisa menikmati hamparan rezeki dan nikmat yang telah Engkau gelarkan di alam semesta.

Duhai Rabb, sebagaimana Engkau menyayangiku, akan kusayangi juga diri ini dengan mempersembahkannya untuk-Mu.

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.