Langit Menjeputmu, Bunda - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "1) Langit Menjeputmu, Bunda

Oleh : Sitti Romlah

Bunda

Langit telah menjemputmu

Menguburmu di pusara candra

Membawamu terbang ke syurga

Melewati cakrawala

Bunda

Desember ini pembawa duka

Merampasmu dari pelukan secara paksa

Katanya, ingin memberikanmu sebuah mahkota

Dan mendudukkanmu di singgasana para raja

Bunda

Bidadari tengah menangis, menderita!

Sebab bunda tidak lagi menjadi sayapnya

Purnama pun kehilangan cahayanya!

Sebab bunda tidak lagi menyinarinya

Bunda

Haruskah aku berteriak pada dunia?

Atau membisu menahan jerit luka

Haruskah aku mengadu pada baskara?

Lantaran peneduh hati telah tiada

Bunda

Sajak-sajak doamu kini terhenti

Alunan suara merdu menyemangati

Tidak akan pernah terdengar lagi

Rona senja matamu sudah terkunci

Teduh wajahmu, dicium bumi!

Bunda

Benar ragamu tak bernyawa!

Detak nadi telah mati

Takdir memelukmu, pergi!

Namun dirimu bunda, selalu hidup dalam jiwa

2) Selamat pagi Cinta

Karya : sitti Romlah 

Masihkah kau mengingat memori indah tentang kita

Saat lembayung emas di ufuk barat bertengger diatas lautan bahtera

Menyatukan rasa dalam samudra jiwa

Adakah rindu yang tersisa? 

Ataukah terkubur bersama harapan asa? 

Mungkinkah puing-puing harpa, masih tersisa 

Untuk cinta yang kau lupa

Semoga mentari menyadarkannya

Untuk cinta yang tulus apa adanya

3) Lentera

Karya : Sitti Romlah

Ku ayunkan kaki diantara lorong-lorong gelap gulita

Menyusuri  setapak demi setapak jalan berduri

Derap langkah ini takkan menyerah

Kini takdir takkan membuatku patah

Meski sering kali Aku merasa kalah

Aku harus berjuang

Walau berpapah lelah

Hingga  lentera kembali bersua

Menyinari  jiwa yang telah lama nestapa

4). Tikus Berdasi Emas

Sitti Romlah

Lorong-lorong berderik sepi

Teriknya mentari mengernyitkan dahi

Di pinggiran jalan mengais rezeki

Menatap langit mengadu nasib


Peluh mengalir menjadi saksi

Air mata mendesak mengungkap perih

Kaki tua nan lemah tidak dapat bertahan lagi

Sementara uang seribu pun belum bisa diraih


Wajah-wajah petinggi negeri

Kerap tampil di layar kaca

Berdiri tegap di atas karpet merah

Berkedok bahana seolah-olah memberi solusi, mereda tangis ibu pertiwi


Wahai tuan-tuan!

Lemparkan walaupun sebungkus nasi!

Jangan cuma beraksi kala kamera menyoroti

Lidah licik melontar sabda-sabda basi

Tindakan nihil tiada arti


Pariwara buana!

Terkuburlah nurani tikus-tikus berdasi emas

Mengeruk intan telaga hitam

Mengincar khazanah kuburan mati


Lapar, lapar, dan lapar!

Persediaan bertih gerai diborong jutawan

Mata memandang getir, merintih

Begitu durjana alam, memperutukkan hayat di atas arta


"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.