Kepada Tuan Pejabat

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


Kepada Tuan Pejabat

Karya : Naely Aulia Iqlima


Kepada Tuan Pejabat,

Diriku kecil 

Menatap kantormu diwajah langit

Menghitung banyak jendela 

Menerka-nerka kado apa yang dikau beri diujung purnama


Kepada Tuan Pejabat,

Dulu sering kulihat slogan di tepi-tepi jalan

Sorak-sorai dan jabatan tangan

Tapi kini,

Kudapati jabat tangan dibalik kursi

Bersembunyi dibalik kusen jendela yang tak sepi


Kepada Tuan Pejabat,

Aku menunggumu penuh harap

Menjemputku keluar

Dari balai bambu yang sudah pengap

Menari-nari dibawah pelangi

Menikmati eloknya bumi pertiwi




Kepada Tuan Pejabat,

Diriku kecil

Berlari-lari setiap hari

Tanpa alas kaki

Menyusuri rongsok di tepi kali

Sambil meratapi

Saudaraku yang mati butuh nasi

Tapi mau apa lagi?

Meradang tak mampu kembalikan janji

Diriku kecil

Dan semakin kerdil setiap hari


Kepada Tuan Pejabat,

Kini aku merasa pilu

Menapaki semua dengan ragu

Karena kau tau?

Tak kutemukan lagi rumahku

 


Kado Buat Mamak

Karya : Naely Aulia Iqlima


Mak,

Aku punya kado

Sekotak merpati berjambul biru

Matanya sayu membuat candu

Tapi sayang

Kakinya  tanggal satu terbelit beludru

Yang jadi alas bersihnya bulu


Mak,

Kau lihat karung di pojok pintu?

Kuletakkan kasmir dan madu

Yang dihiasi intan bermata sayu

Tapi sayang

Seekor semut mati disitu


Mak,

Aku sudah besar

Menjejak pasar merakit gemintang

Mengarungi lautan sudah kulakukan 

Tapi kau tau?

Tak kurasakan hangatnya pelukan

 


Pulang

Karya : Naely Aulia Iqlima


Kawan,

Aku sedang dijalan untuk pulang

Setelah jenuh menapaki jalan seharian

Mencuci diri dengan peluh yang malang


Diriku pulang

Di gang sepi ujung pelabuhan

Dimana takkan kau temukan

Bangunan dengan tembok pualam

Gedung-gedung menatap iri

Pada nyiur kelapa yang menari

Menambah sesak hati yang keki


Diriku pulang 

Berjalan terseok-seok menciumi

Tanah rumahku yang tak ber-permadani

Hanya desir ombak yang ku dapati

Bersorak sorai meruntuki

Pendut cahya sang dewi


Kawan, aku pulang

Ketempat senja tenggelam

Memeluk erat pahitnya kehidupan

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.