KATA LELAKI RENTAH YANG KU-SAPA GURU - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "KATA  LELAKI  RENTAH  YANG KU-SAPA  GURU

Sebelum Pekat dekap erat purnama,

Kutatap senja semburat jingga mewarna di langit yang abu.

Anganku terbang pada masa mengeja, sekian purnama yang lalu.

Dari kulum bibir nan rentah,yang ku sapah ''guru'' aku tersenyum mendengar dongeng pelajar nusantara : penakluk bukit, pengejar ilmu, yang bergerak di tengah peradaban.

Ketika bermandi peluh, dalam ruang yang rewot.

Dia berujar, Nak....... 

Membaca adalah bukti rindu yang menyeruak, memaksa mata terkunci dengan baris dan baitnya. Dunia memang tak menjadi milikmu, tapi kau mampu mencipta duniamu sendiri.

Teruslah berkata lewat aksara dan goresan pena.

Jangan lelah Merapal doa dan masuklah dalam diam untuk membaca, sembari berkata untuk bercerita.

Jangan lelap sebelum gelap, sebab malam segera tiba, Maka teruslah merajut mimpi literasi yang telah lama terkoyak demi  bangsa yang lebih literat, demi mentari yang lebih jingga.

Setelah Hujan Pergi

Setelah hujan pergi, 

Langit masih pekat, rupanya senja tak mau menghadirkan rupa kemilau jingganya dan lumpur masih berkubang menggenangi lorong-lorong kota yang tak di lihat oleh mata yang memmimpin.

Mungkinkah dirimu masih bersimpuh dalam diam?

Atau mungkin lesungmu menjadi hilir air mata dari bening matamu karena rindu?

Kuharap itu tidak terjadi.

Saat ini aku akan menggantikan senja, untuk berujar padamu

“Rebahlah tubuhmu, biarkan hadirku membesuk mimpimu mala mini..

Izinkan aku menyematkanmu dalam bait-bait doaku.







                                    SAJAK LAMA BERCINTA 


Lamaku berpikir merangkai kata kata cinta padamu

Ku merangkai apa pun tentang dirimu tanpa kata puitis satu pun pada sajakku 

Lama kelamaan sajak menjadi jemu melihatku tanpa dirimu melihatku

Sajakku akan meretas di kelopak hatimu,yang tak terpatahkan dari tangkai hatiku

Bila kau adalah pembaca setia sajak lama bercinta.Aku tak mampu bermadah pada

Puisi mana yang  bisa menelusuri cinta, jika aku tak mampu mengguratinya.Karena

Aku bukanlah penulis sajak yang berani berkiprah

Aku bukanlah pembaca puisi sehingga aku tak dapat membaca tentang dirimu

Aku bukanlah penulis puisi sehingga aku tak mampu menulis tentang  dirimu

Aku tiada mampu menggurati mimpi sajak  bercinta

Sebab aku dan kamu hanyalah penikmat sajak,puisi tentang cinta. 

 

Tentang Aku

Aku masih seperti kemarin 

Yang menatap dan menetap  dalam kemirisan hidup

Dalam nada, ritme dan tempo yang kian bergerak

Kini kumulai dengan lembaran baru, cerita baru dan suasana yang baru

Dalam senggal napasku

Sunyipun Kembali mendekap di ujung malam

Kekelaman malam membuatku bertanya

 Dapatkah kulalui, kuperjuangkan tapak yang menjadi tapak hidupku?


Oktober Berkisah

Usia oktober yang usur

Melukiskan beribu kisah indah

yang membuat goresan-goresan perih, kecil, dan lugu seakan merasa sakit

Merasa hilang, menjauh, dan pergi entah kemana

seperti ditelan mimpi yang singga sesaat saja di waktu sayu

antara aku, dan mereka yang hanya dihuni oleh rasa perih.


Waktu begitu singkat 

Tinggalkan kisah-kisah bermakna, indah dan damai antara kita

Ibarat air yang terisi di dalam cangkir kaca,

yang menyuguhkan warna yang serasi,

namun terkuras karena ditelan oleh nafsu insani

Untuk Kamu Yang Selalu mencium aroma wajah presiden pertama dalam jutaan lembar

Kapankah kamu mengerti?

Kapankah kalian mengerti?

tentang arti hidup yang aku dan mereka alami saat ini.


Memang hidup itu penuh cerita 

ketika insan berjalan dalam lika-liku kehidupan ini

tantangan demi tantangan datang terus menyapa

menerkam cerita indah kehidupan ini

sepintas cerita akhirnya mempetanyakan antara realitas

antara aku, kamu dan mereka.

Kamu yang berjanji

Dan kami hanyalah penikmat bualan janji.

Judul Puisi

- SEPINTAS CERITA

- SERPIHAN KELAM

- IBU YANG DURHAKA

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.