Imajinasi Tuan - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "                                                                  Imajinasi Tuan

Hei nona, bulan juni telah usai

Apa yang akan ku lakukan kali ini, setelah kau pergi tak kembali

Pipi merah semu yang manis terbayang di benak tuan

Pertemuan yang tak sengaja kembali keingatan


Hei nona, apakah juli tempatku berduka?

Akhir juni tak pernah kusangka akan berbeda

Kau tertidur manis, tanpa tau itu akhir dari kita bersama

Malam itu aku menatapmu lekat, hingga pagi aku terluka hebat


Hei nona, kau tinggalkan aku sendiri

Tanpa tanda tanpa aba-aba, aku hancur sehancurnya

Hujan mengguyur bumi begitu deras, hingga rinai yang biasanya indah tampak kelam jika dipandang mata

Hari itu, kau pamit meninggalkan luka beserta duka


Hei nona, juliku hampa tanpa warna cinta

Pahit kopi tak lagi tertawarkan oleh rupa saatku menggodamu

Manis roti tak lagi terkalahkan oleh cantik paras saat memandangmu dengan lekat

Suara kicauan burung tak lagi tersamarkan oleh canda tawamu


Hei nona, sedang apa kau disana?

Apakah awan yang kita pandang tetap sama?

Atau kau  menari diantara awan di atas sana?

Tuan bertanya nona, apakah kau tak rindu canda tawa kita?

                                                            Kemana Ragaku, Tuan

Tuan aku sadar kau membahas keusaian bulan juni

Tentang apa yang kau lakukan selepas kepergianku meninggalkan bumi

tak lagi terlintas dalam benakmu pipi merah semu yang membuat candu

pertemuan ini telah usai, hanyut bersama badai yang berlalu


harus dengan kata apa ku katakan padamu tuan, juli bukan bulan penuh duka

kau hanya mengarang semua cerita, sadar bahwa semua tak pernah nyata

tak usah kau merasa cemas, aku hanya terlelap sebentar sahaja

meninggalkan raga namun tidak dengan rasa


hei tuan, jangan pernah kau katakan aku meninggalkanmu sendiri

aku selalu ada, meski tanpa raga yang membuatku kasat mata

rinai malam ini tetap indah dipandang, tetapi mengapa kau meratap diri tentang kepergianku ini

seakan aku benar-benar telah pergi meninggalkan bumi


mengapa kau katakan juli ini kelam, tuan?

Padahal aku merasa kita melewati hari-hari bersama

Aku juga selalu menjawab apa yang kau tanyakan pada semua, meski mereka tak kunjung peka

Atau aku yang tak pernah sadar, bahwa aku telah tiada


Tuan, katakan padaku bahwa ini hanya ilusi belaka

Apakah aku selalu menyambut pagimu tuan?

Apa aku yang menjawab semua pertanyaanmu tuan?

Tolong tuan, berikan aku raga yang dapat kau pandang setiap saat

                                                    Rapuh yang berujung Runtuh

Butuh waktu untukku tersadar dari khayalan

Keluar dalam imajinasi yang tak kunjung berkesudahan

Rasa sesal yang masih saja menyelimuti hari-hariku yang malang

Membalut sedih merajut rapuh


Aku menemukanmu ditengah kebencianku terhadap wanita

Mereka bagiku sama saja, datang ketika ia mendapat luka

Telah ku beri obat penawarnya, kudengar juga semua ceritanya

Rela kubuang kantukku dan juga semua rasa sakitku demi kulihat ia tak lagi berduka


Kau begitu mahir dalam bersandiwara

Dengan sabar kau pudarkan kebencianku terhadap wanita

Rasa itu kau ganti dengan pengharapan, kau balut dengan janji dan semua rayuan 

Tanpa sadar aku jatuh kedalam pelukan 


Heran saja belakangan ini dengan kau yang mulai hilang

Padahal sepatah katapun belum sempat aku ucapkan

Seolah kau mengerti, langkah selanjutnya yang akan aku lakukan

Kau tata serapi mungkin, bagaimana cara mematahkan hati yang sedang kasmaran


Kau tau apa yang aku buat setelah kepergianmu?

Atau bisa dikatakan kau mencampakkan ku dengan sandiwara yang amat menyakitkan

Kupatahkan semua pengharapan wanita

Kubawa ia terbang lalu kuhempaskan hingga menangis ditengah ratapan yang tak kunjung berkesudahan.



Ku kira dengan semua yang kulakukan kita bisa impas

Ternyata aku sendiri yang mendapat sebuah imbas

Setelah kucoba merajut kembali puing-puing pengharapan

Dengan mudah Tuhan mengabulkan namun berbeda dengan kenyataan"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.