Hujan - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


 Hujan

Rizka



Tanganku memutar roda dingin itu perlahan. Menyusuri lorong putih dengan bau yang hampir membuatku muak. Aku mencapai ujung lorong dengan sedikit terengah. Membuka jendela dan menghirup aroma tanah yg menguar karena hujan. 

Hari ini hujan turun lagi. Sama seperti hari itu. Jadi, kapan aku bisa melihatmu lagi seperti hari itu. 


"" Hujannya tidak akan berhenti walau kau menatapnya seperti itu"" 

Suara ini. 

"" Kapan kau akan berhenti kemari?""

"" Apakah kau begitu membenciku hingga tak mau aku kemari?""

Dia berjongkok di samping kursi rodaku. Menatapku dalam. 


"" Berapa lama aku harus disini? Walau belum sembuh, aku rasa keadaanku juga tidak membaik""

"" Aku juga ingin bertanya tentang itu. Sampai kapan kamu akan ada disini? "" Aku menoleh ke arahnya sebentar lalu kembali menghitung tetes air di depan sana. 

Dia menghela nafas dalam. 

"" Kau tahu?  Dikatakan menunggu jika hal itu bisa dipastikan akan datang. Sedangkan kau.. ""

"" Kau tahu apa tentangku? "" Aku menatapnya tajam. 


Kau pikir aku tak tahu? Seandainya bisa semudah itu pergi aku akan pergi. Kenyataannya, hatiku masih ingin menunggunya. Menunggu sesuatu yang aku tahu tak akan datang. 



… … … 



"" Hei. Kau sudah lama menunggu?"" Senyum itu membuat rasa kesalku hilang. 

"" Tidak. Aku juga baru saja sampai. "" Aku berbohong. Aku sudah tiba ditempat itu 1 jam yang lalu. 

Tidak apa apa. 

Tidak masalah kapan pun kamu datang. Aku bisa selalu menunggumu. 

Sama seperti kesempatan yang kuciptakan untuk bertemu denganmu. Aku sengaja menunggu ditempat kau biasa lewat. Hanya sekedar ingin kau sekilas melihatku. Tak apa kau tak mengingatku. Aku bisa menunggu. 

  

… … … 


"" Apa yang kau lakukan? Kau bisa sakit. ""

Aku mendongak melihatmu memegang payung hitam menghalau rintik hujan yang menimpaku. 

Aku tersenyum lembut. Jadi, akhirnya kau melihat kearahku. 

Aku membenahi tali sepatuku dengan cepat dan berdiri. 

"" Tak apa. Aku menyukai hujan. "" Ujarku tertawa lembut. 

Aku benar benar menyukai hujan mulai hari ini. 

Hari pertama aku berbincang denganmu. 


… … … 


"" Kau melamunkan apa?"" 

"" Kamu.""

"" Aku kan ada disini kenapa harus melamunkan tentang ku? "" Ujarmu tertawa lebar. 

"" Benar. Kau ada disini. Terima kasih sudah membuatku menyukai hujan. ""

"" Kenapa kau jadi membicarakan hujan? ""

"" Entahlah. Aku hanya berpikir banyak hal baik terjadi pada kita saat hari hujan. Jadi, ayo kita melakukan pernikahan kita saat musim hujan tahun depan. ""

"" Banyak hal yang harus dipikirkan dan dipersiapkan untuk menempuh pernikahan. Tidakkah kita terlalu terburu buru untuk kesana""

"" Kita sudah bersama cukup lama. Dan yang terpenting kita saling mencintai kan? "" Ucapku menatapmu lembut. 

Aku melihatmu tersenyum saat itu. Yang aku tak tahu adalah senyummu memudar saat aku mengalihkan pandangan. 


Hari berlalu seperti biasa. Namun perlahan kau mulai jarang menemuiku. Yang tak bisa kurasakan adalah perubahan mu. Karena aku terlalu sibuk memikirkan  perasaanku padamu. Atau karena kata kata manismu yang menghibur setiap berusaha menghindar dariku. 

Aku dengan bersemangat menyusun alur ceritaku denganmu. Mulai merancang bayangan pernikahan yang indah. 

Ini sudah memasuki pertengahan musim panas. Aku menghela nafas menimbang untuk menemuimu. 

Setelah lama bersama aku bahkan tak tahu alamat rumahmu. Selama ini kau juga bersikeras untuk selalu datang agar aku tak repot. Tapi akhir akhir ini selain tak datang kau juga jarang memberi kabar. Aku memang tak masalah harus menunggu. Tapi ini membuatku khawatir tentang mu. 

 

"" Kau baik baik saja? Kenapa jarang menemuiku? ""Kuputuskan untuk menelepon mu. 

"" Aku baik. Jangan khawatir. Aku sedang banyak pekerjaan. Maaf jadi kurang memperhatikanmu.""

"" Tak apa. Umm. Jujur aku ingin membicarakan pernikahan kita. Sebentar lagi musim panas akan selesai. Kau tak lupa kan? ""

""Zahira.. Tidak bisakah kita menunda itu. Aku sedang banyak pikiran""

""Tak apa. Aku hanya perlu mendiskusikan itu denganmu. Untuk persiapan nya biar aku yang mengurusnya""

""Aku mohon mengerti lah. Pernikahan itu harus dipersiapkan dua pihak. Aku mohon.""


… … … 


Seharusnya aku banyak berpikir dari situ. Seharusnya aku berusaha memahami situasi ku saat itu. 

Tapi tak apa. Karena aku mencintaimu aku bisa menunggumu. Tak apa. 

"" Zahira… aku minta maaf untuk pembicaraan kita terakhir kali. Aku sedang banyak pekerjaan. Aku tidak bisa berpikir dengan tenang. Kamu memahamiku kan?"" Kau meneleponku seminggu setelahnya. 

"" Iya. Tidak apa apa. Apakah kau tidak kelelahan bekerja. Ambilah cuti beberapa hari."" 

"" Aku memang berencana melakukannya. Aku ingin pergi liburan ke villa puncak selama 5 hari. ""

"" Oh ya? Kapan? ""

"" Pertengahan musim hujan. Denganmu. Sebagai ganti pernikahan. Kita juga bisa sambil membicarakan itu di sana. ""


Hari itu aku terus tersenyum bahagia. Seharusnya aku menyadari banyak hal. Liburan itu bahkan tak sebanding dengan pernikahan. Tapi lagi lagi. Tak apa. Aku bisa menunggu mu. 

Karena aku mencintaimu. 

Aku jadi menantikan musim penghujan datang. Hal baik apa yang akan terjadi. Aku lupa hujan tak selalu membawa pelangi. Ada kalanya badai yang datang.

Badai yang tak hanya menghanyutkan ku tapi juga harapan hidupku. Juga kamu. 

Aku jadi mengandaikan banyak hal. Jika saja tidak ada perjalanan ke villa. Jika saja aku tidak mendesak mu tentang pernikahan. Jika saja saat itu aku bisa menunggu lebih lama. Toh yang terpenting aku mencintaimu. Seharusnya itu saja cukup. 



… … … 



Aku membuka mata perlahan. Mendengar gemericik hujan di luar tembok rumah sakit. Aku menyeret paksa tubuhku meraih kursi roda di samping ranjang. Duduk di atasnya dan keluar ke jendela di samping ruang tunggu. 

Hujan di perjalanan ke villa itu merenggut banyak hal dariku. Termasuk kamu. Tapi aku bahkan tidak bisa membencinya. Karena hujan itu juga ada saat aku bertemu dengan mu. 


"" Kamu bisa sakit. Pakai jaketku"" Ucapan ini tidak ingin kudengar dari sosok ini. Entah kenapa dia datang menemani ku setiap hujan turun. Dia juga yang muncul saat aku terkapar di jalan yang basah menuju villa hari itu. 


"" Sampai kapan kau akan terus datang?""

""Entahlah. Mungkin sampai kau berhenti menunggu hujan turun setiap hari. ""

""Apakah itu menjadi urusanmu? Tentang aku yang terus menunggu sesuatu""

"" Tidak. Hanya saja. Kau terlihat terlalu menyediakan untuk diabaikan. Kenapa kau mau menunggu sesuatu yang kau tahu pasti tidak akan pernah datang? Dia sudah mati. Mana mungkin dia muncul dengan payung ditengah hujan yang selalu kau tunggu ini?""

Aku diam menatapnya. 

"" Bukankah kamu yang terlihat lebih menyedihkan? Kamu berbicara tanpa tahu apapun tentang diriku. ""

"" Hei.. ""Dia memutar kursi rodaku menghadap padanya. 

"" Aku tahu tentangmu. Tentang dia. Yang aku tak tahu adalah apa yang terjadi. ""Ucapku sendu. Aku pikir aku bisa menunggu sampai kamu datang memberi penjelasan. Tak kusangka aku memilih melontarkan pertanyaan ini sekarang. 


… … … 



Hari hujan itu, setelah tabrakan keras kepala ku berdengung sakit. Tapi sakitku berpusat di kaki hingga kesadaranku perlahan menghilang. Tapi aku masih mendengarnya sayup. Suaramu dan suara yg selalu datang di hari hujan ini. 

"" Aku berharap dia tak apa apa. Setelah ini kuserahkan padamu."".

"" Kau juga segeralah kerumah sakit. Tapi, tidakkah kau merasa semua ini salah? ""

"" Semua ini sudah salah sejak awal.""

Lalu saat suara ambulan mendekat kesadaran ku kembali. Yang kulihat adalah dia yang akan datang setiap hujan.

"" Tolong bertahanlah sebentar lagi. Kaki mu cedera parah tapi kau akan segera baik baik saja.""

Dan setelah hari itu aku hanya akan terdiam melihat dia yang selalu datang. Aku ingin mengetahui kebenarannya. Tapi aku bisa menunggu. Menunggumu yang datang dan menenangkanku. 


… … … 


"" Jadi, sejak awal semua ini kesalahan? Sejak awal itu kapan? Sejak aku melihatnya pertama kali. Sejak aku selalu menunggunya sejak aku berbincang dengannya? Sejak aku mencintainya ? Sejak kami memutuskan bersama? Sejak aku ingin menikah dengannya? Sejak awal perjalanan hari itu? Sejak kapan ini salah. Sejak kapan? ""Aku berusaha menahan gumpalan padat di tenggorokan ku. 

"" Cinta kalian tidak salah. Hanya saja itu mekar diwaktu yang salah. Sudah ada seseorang di kehidupannya. Seseorang yang juga menghadirkan makhluk lain yang perlu dicintai. Kecelakaan itu juga kesalahan. Dia hanya tak tahu cara meninggalkanmu. Yang dia tahu, kalau dia menjelaskan semuanya padamu, kamu akan tetap menunggunya kan? Tak peduli apapun itu. ""

"" Hahahaha. Jadi dia pergi seolah itu kematiannya. Agar aku tak menunggunya? Hahahahahaha. Pemikiran bodoh apa itu? ""Aku terbahak berurai air mata. 

"" Lebih bodoh mana dengan orang sakit yang menunggunya? Aku tahu ini tidak mudah. Tapi tolong jangan mengambil langkah lebih bodoh lagi. Lakukanlah hal benar sekali saja."" Dia melangkah pergi setelah mengeratkan jaket dipundakku. 

"" Hal benar seperti apa? ""

"" Berhenti menunggunya, mungkin. ""


Apakah tidak apa apa aku berhenti menunggumu. Padahal aku begitu mencintaimu. 


"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.