Forsa Kanigara - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 Forsa Kanigara

(Karya : Nurchayati Amalia Abdillah)


Benih tak menyempatkan ranum

Diforsir bengkar tatkala alum

Memperdayai amigdala yang tengah lara

Bahkan arutala terasa lengkara

Siluet anurika-pun nyata aksa


 

Spektator bertuan buana

Bersaksi akan insan yang tersudut stigma

Limitasi beraspirasi di tengah wabah

Lepas dari memorabilia,

Malah menderita karena guramnya algoritma


Sang patera didesak tua kala minornya

Akan tangkai kasar berkerut, pertanda mala

Nahas tumbang berkat tuan bentala

nan gersang


Presensi euforia beranjak kabur

Kian carik kelopak perlahan gugur

Namun..

Penantian kekasih swastamita sungguh amerta

Karena teringat hangatnya sorot kirana

yang menagih bersua forsa kanigara


_____________


Lembar 404

(Karya : Nurchayati Amalia Abdillah)


Sang Penulis menaja prolog-Nya

Barangkali, asmaraloka berkuasa

Namun mengapa.. siluet ratna yang dikira peran utama

Membumi ditelan segara

Jagatnya binasa terjerat di pedalaman samudera

Bahkan ketika ratna hadir sebagai kunarpa

Mariana enggan melahapnya

Melepaskan ratna untuk melangit

Hingga rintihan itu menggema penjuru palung

Setakat swastamita-pun tak sanggup bersaksi

Sarwa ini terlukis tragis di lembar bayangan pertama

Ketika itu juga.. figurku mulai tercipta samar


Gadis yang malang

Herannya.. 

Durasi semula sangat mengganjil

Untuk apa Sang Tuan Kisah memberiku daya

Sampai aku terhormat dapat turut berduka

Atas kepulangan ratna?

Euforia dengan rasa amerta

Tak acuh memorabilia

Ego berintuisi kan bersanding, bersama Roman

Tatkala lakon berparas tampan itu terjelma,

Bidikan Eros kerap mencabik

Kala itu berambisi sebagai pusara takhta-nya

Lekas terlelap menanti romansa dalam kelamnya malam


Helai carik kian berganti hingga 403

Ada apa ini?!

Peranku bangkit di akhir

Dengan menyerahkan Dandelion gugur yang ku genggam

Kepada Roman, diperuntukkan kembali pada gadis utusan Penulis

Selama ini, aku sebatas lakon tanpa paras

Lepas bangkit sebagai atma bertuan ratna

yang mendermakan Roman sebatang Dandelion

Kemudian berpulang pada Sang Penulis

Euforia itu takkan ditemukan di halaman selanjutnya

Fragmen ini telah berakhir, selamat tinggal.. segara menungguku


_______________


RECA HERA

(Karya : Nurchayati Amalia Abdillah)


Reka musim satu

Belis visibel beranak pinak

Nafsi tercengang

Siapa dia?

Tempo tersorot melekat

Di balkon lantai 47

Melangit untuk berkalang tanah

Hal-nya Bhatara lengah

Entah itu apatis?

Atau… Kun Fayakun! tengah berperan besar?


 Anak Sabrum melonjak

Seakan mengutuk,

tanpa tahu selagi dikutuk

Membuat sayap itu patah

Hingga sang atma bertuan ratna malar membumi

Usahanya meraih fadilat-pun

Hanya sekilas ironi

Naas akhir musim

Membangkang dari delusi

Ratna berpulang dalam dekapan Hera

Rintihan separuh darah putih

Hingga merah pekat membercak pada durja sang reca

Hingga akhirnya kita tengah mencapai

Seperdua carik terakhir



Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.