https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
" Filosofi Senja
(Hayyin Nur Fauziyah)
Namaku Klarisa Devana Oktavia, teman-temanku biasa memanggilku Icha. Namun ada juga yang memanggilku dengan Via, Ana, Klara dan “cewek anti cinta”, panggilan terakhir yang membuatku marah juga tertawa. Aku sebenarnya cuek-cuek aja dengan apa kata orang, tetapi terkadang memang suka kepikiran. Aku tidak anti dengan cinta, hanya saja aku berhati-hati dengan yang namanya rasa. Hingga suatu ketika dia datang merubah semuanya.
“Woy.... Cha, ngapain lu disini sendirian?” tanya Anggi dan Defi dua sahabat terbaik yang aku punya.
“ Biasalah..baca buku, merenung dan nenangin hati” jawabku dengan nada lemas.
“Ada masalah apa sama hati lu Cha?” tanya Defi.
“ Def, Nggi, aku mau tanya gimana sih rasanya jatuh cinta?” tanyaku lirih.
“lu jatuh cinta Cha? bersyukur banget gue...sumpah dah.” teriak Defi.
“Def bisa kecilin volume gak?” pintaku.
Dengan gaya dewasanya Anggi memberikan penjelasan layaknya motivator didepan aku dan Defi.
“Menurut pengalaman gue, ketika kita jatuh cinta maka kita akan merasa nyaman dan aman dekat dia. Rasa cinta dimulai dengan kekaguman kita kepada seseorang, entah itu dari penampilan, perilaku atau hal kecil yang membuat kita tertarik untuk lebih dekat mengenal dia. Lu ngerasain itu gak Cha?”
“Mmmmm....aku belum ngerasain itu sih karena emang baru pertama ketemu. Tapi tau gak, aku deg degan natap dia dan dia anak sekolah sini”
“Haaaah kok bisa” ucap Anggi dan Defi dengan kompaknya.
#Flashback on
Saat senja menyapa aku duduk di tempat biasa, di tempat dimana aku bisa mencurahkan segala rasa. Saking asyiknya aku tak tau ada orang yang udah lama duduk disampingku.
“Kenapa suka senja?” tanyanya membuyarkan lamunanku.
“Eh sejak kapan disini? Kalau gak salah kamu anak IPS kan? ”
“Pertanyaan yang gue kasih belum lu jawab, tapi lu malah lempar balik gue pertanyaan. Oke gue jawab. Nama gue Juan, gue sering kesini tapi mungkin gak pas barengan sama lu. Gue suka tempat ini karena udaranya segar, pemandangannya bagus. Gue gak hanya nikmatin senja kaya lu” Jelasnya.
“Eh iya maaf, namaku Klarisa, bisa dipanggil I....”
“Gue udah tau nama lo, Klarisa Devana Oktavia anak kelas 12 IPA 3 yang katanya anti cinta dan suka baca buku kemana-mana.” Ucap Juan nerocos memotong pembicaraanku.
Aku hanya bisa terdiam terheran.
“Kok kamu tau sih, (Melihat jam) maaf udah sore, aku pulang duluan ya, bye.”
“Pertanyaan gue belum lu jawab, tapi gue bakal pastiin setelah ini lu akan sering ketemu gue disekolah atau dimanapun” teriaknya karena aku mulai pergi menjauh.
#Flashback off
Disekolah
“Hai Icha, gak ke kantin? Ke kantin yuk! Lu belum jawab pertanyaan gue minggu lalu tentang senja.” Ucap Juan yang selalu datang tiba-tiba.
Ucapannya seperti mengandung perintah yang harus dipatuhi, aku seketika mengiyakan ajakan Juan untuk ke kantin. Di kantin aku menceritakan alasan mengapa aku suka menatap senja. Sebenarnya aku juga gak tau kenapa. Tetapi dibawah senja aku selalu terpana, senja membuat hatiku dipenuhi berbagai rasa. Rasa optimis, romantisme, harapan serta kenangan indah yang tak terlupakan. Bersamanya aku selalu lupa akan semua masalah yang sudah tercipta, masalah kakak yang kabur dari rumah, bisnis ayah yang mulai gak stabil dan masih banyak yang lainnya.
“Itu yang membuat lu jadi rajin banget belajar, ini juga yang ngebuat lu anti cinta?” tanya Juan.
“Semua beban seperti dituangkan ke aku. Kalau aku sekolah main-main, aku mikir apa aku akan nambah beban orang tua aku. Kalau untuk yang anti cinta? Mmmmm..... sebenarnya aku tu gak anti cinta, tapi emang aku gak mau untuk main-main. Gitu aja. Simple is best.” Jelasku dan tak terasa air mataku jatuh.
“Semua akan baik-baik aja Cha, lu hebat” Juan menyemangatiku dan sesekali menepuk pundakku.
“Besok mau aku ajak ke suatu tempat?” tanya Juan.
“Kemana?” tanyaku penasaran.
“Udah ikut aja, nanti boleh ya gue jemput kerumah lo, lo kirim aja lokasinya besok, bye Icha”
“bye” balasku singkat.
Keesokan harinya
Juan sudah sampai di depan rumah, kebetulan ayah dan ibuku sedang keluar. Akhirnya aku dan Juan langsung berangkat menuju lokasi yang dimaksud Juan.
“Juan, kita mau kemana?” tanyaku.
“Kesuatu tempat, nanti lu akan tau sendiri. Udah jangan tanya-tanya dulu ya, gue lagi nyetir jangan sampai gue gak fokus”
Aku menuruti perintah Juan untuk diam selama perjalanan.
Setelah sampai tempat yang dimaksud. Aku terheran-heran. Juan mengajakku ke tempat kumuh dimana banyak anak jalanan yang tampak kelelahan. Begitu cerianya mereka melihat kedatangan Juan dengan membawa kantong kresek berisi nasi untuk makan siang mereka. Melihat kejadian tersebut begitu terharunya diriku. Juan memperlihatkanku bahwa ada mereka diluaran sana yang lebih susah dari kita namun mereka tetap kuat dan lebih kuat.
“Kenapa kamu nangis?” tanya Juan.
“Aku salut sama kamu, dari sini aku liat kamu yang hebat dan baik, walau aku belum tau pasti gimana kamu. Dan hari ini aku juga baru sadar kalau kamu tu senyum terus ya di semua keadaan, hati-hati kalau senyum sendiri disangka gila nanti”
Seketika wajah Juan memerah dan salah tingkah.
Hening sesaat.
“Ternyata lu tambah cantik Cha kalau gak pake seragam, gue tu udah lama tau ngamatin lu dari jauh. Masalah dibawah senja itu udah kesekian kalinya, tapi gua baru berani nyamperin. Lu beda Cha sama kebanyakan cewe yang gue kenal. Salah satunya ya sapaan lu tetep aku kamu walau udah lama tinggal di kota, gue juga sering lihat lu di perpustakaan, ngajarin temen-temen, dan lain-lain. Aura cantik yang lu punya tu luar dalem. Sumpah gak bohong. You’re special for me” ucap Juan panjang lebar.
“Apaan sih kamu” jawabku tersipu malu, sekarang dia yang membuat pipiku merah merona.
Seketika suasana hening kembali, kalau boleh jujur kali ini lidahku menjadi kelu, jantungku berdegup tak menentu dan aku susah untuk menyembunyikan itu.
“Cha, gue mau ngomong, gue suka sama lo, gue sayang sama lo Cha”
“Aku juga sayang sama kamu, mulai saat itu kamu udah jadi temen baik aku, jadi gak Cuma Defi sama Anggi tapi juga kamu” Jawabku dengan terbata-bata.
“Bukan gitu maksud gue Cha, gue mau lebih dari sekedar temen, gue mau lebih deket sama lu. Pacaaaaaar maksud gue Cha” jelas Juan dengan lantang.
Seketika aku diam, gak tau mau ngomong apa, gak tau bagaimana cara mendeskripsikan rasa yang sekarang ada.
“Chaaaa...Ichaa, gimana?” Ucap Juan membuyarkan lamunanku.
“Eh iya iyaa, eh bukan maksudnya sebentar” jawabku gugup.
“Gini deh ajak gue masuk kerumah lo hari ini buat ngomong ke ayah sama ibu lo”
Aku semakin terheran-heran dengan sikap Juan hari ini. Juan benar-benar cowok langka, ini kayak FTV.
Dirumah
“Assalamualaikum”
“Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh” jawab banyak orang di dalam rumah yang aku sendiri tidak tahu itu siapa.
“Duduk nak” perintah ayah.
Akupun menuruti perintah ayah untuk duduk dan juga menarik Juan untuk duduk disebelahku.
“Ini namanya nak Arya, dia kesini untuk kenal lebih dekat dengan kamu, tapi gak langsung menikah, kalian nanti tunangan dulu ya, biar bisa enak kuliahnya. Ayahnya nak Arya ini yang udah banyak bantu bisnis ayah” jelas ayah.
Seketika hatiku hancur, sedih, marah semua bercampur jadi satu.
“Yah tapi ini aku bawa Juan, aku cinta sama dia”
Entah kenapa kalimat itu keluar dari mulutku. Aku bisa mengatakan cinta dihadapan semua orang. Aku gak mau kehilangan Juan.
“Nak dijalani dulu, nak Arya itu baik, mandiri, sopan lagi” jelas ayah.
Seketika aku menatap Juan dan berani menggenggam tangannya, dia terlihat marah dan kecewa. Hal itu terlihat dari raut wajah dan genggaman tangannya.
“Om saya mencintai anak om. Saya emang tidak kaya tapi saya akan selalu berusaha membuat Icha bahagia. Saya sudah ada bisnis kecil-kecilan dan dari situ juga saya bisa kuliah nantinya dengan uang saya sendiri.” Jelas Juan dengan tegasnya.
“Arya sudah jelas dihadapan saya. Saya ingin yang terbaik untuk Icha” ucap ayah.
“Tapi yah” aku mencoba membujuk ayah.
“Kamu ikuti saja perjodohan ini, bukannya aku menyerah begitu saja tapi kamu tidak baik menentang orang tua. Jika memang jodohnya, takdir Sang Kuasa akan berpihak pada kita. Percaya itu” Juan menggenggam erat tanganku dan berbisik lirih.
Aku langsung pergi ke kamar tanpa menghiraukan Arya, Juan bahkan Ayah.
#
Sejak perjodohan itu Juan terlihat menghindar dan jarang untuk menyapaku. Pesan WhatsApp terakhir yang dia kirimkan katanya saat ini harus ada jarak yang tercipta dan aku harus mencoba bahagia dengan Arya pilihan orang tua.
Juan Alex Pradana, dia seperti senja yang aku suka. Menampakkan indah yang hanya sementara. Mungkin ini sudah jalannya, akupun tidak tau bagaimana kedepannya. Cinta ternyata seperti itu, datang tanpa aba-aba dan hilang tanpa suara. Aku bersyukur pernah dekat dengan Juan. Dari dia aku belajar banyak hal. Belajar sabar, kuat dan yang terpenting mengikhlaskan, karena tingkatan cinta terhebat adalah bahagia melihatnya walau tak dapat memilikinya.
Aku mencoba untuk menerima perjodohan ini. Arya baik juga kok tapi yah masih kepikiran aja sama Juan. Baru pertama jatuh cinta sudah kecewa. Tapi kembali lagi ini semua ada hikmahnya seperti bisnis ayah yang mulai stabil dan kakak yang sudah pulang ke rumah, meminta maaf karena menyadari kesalahannya.
Juan terimakasih, aku akan selalu bahagia, kamu juga ya (Hatiku berbisik).
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.