Darcy si mafia cilik - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


Darcy si mafia cilik

Karya              : Murni Ardi


Siang ini mentari bersinar terik dibawah langit biru tak berawan, memancarkan sinar panas yang membakar kulit. Disebuah perkampungan kumuh yang terletak dipinggiran kota, tempat itu tampak tandus tanpa tumbuhan hijau yang menghiasi daerah tersebut, tempat tak terjamah yang menjadi tempat tinggal orang-orang buangan. 


Sebuah gubuk yang berdiri berdindingkan seng bekas dan kardus berjejer memenuhi lahan sempit itu, semilir angin membawa debu halus dan sampah plastik yang berserakan. 


Tiga orang pria duduk di atas sebuah meja kayu yang sudah terlihat rapuh, memainkan kartu mereka tampak menikmatinya, salah satu dari mereka mengambil botol minuman keras lalu menenggaknya hingga habis, melemparkannya secara asal tepat mengenai seorang anak laki-laki berusia sekitaran dua belas tahun, yang sedang duduk bersandar dibawah meja tersebut. 


Menyadari benda asing membentur kepalanya anak itu diam tidak merespon, tetap bergeming dengan kedua lutut yang berada didalam dekapannya, iris segelap malam itu tampak kosong memandang tidak minat kearah jalan setapak beralaskan hamparan tanah kering yang membelah. 


""Gawat mereka datang!!!"" Seorang remaja laki-laki berlarian, berteriak kencang mencoba memperingatkan bahwa bahaya mungkin saja akan menemui penghuni tempat itu


""Sial tidak ada bosannya! mereka selalu saja mengganggu, tidak bisakah mereka membiarkan kita menjalani hidup dengan tenang?"" Salah seorang pria yang sedang bermain kartu berdiri dengan rokok yang masih menempel dimulutnya, dengan panik dia berlarian yang langsung disusul oleh kedua orang lainnya


Bukan hanya mereka, semua orang baik perempuan maupun laki-laki lari berhamburan mencoba menyelamatkan diri. 


Bersamaan dengan larinya penghuni tempat itu, sekelompok pria yang mengenakan pakaian formal hitam datang mencoba menangkap mereka yang masih berada dalam jangkauan. Melumpuhkan mereka yang mencoba memberontak, satu atau dua pukulan nyatanya cukup ampuh, orang-orang buangan itu diam bertekuk lutut dibawah kuasa orang asing yang baru datang. 


Mereka adalah orang-orang bawah tanah penguasa malam kelompok mafia yang paling ditakuti, tujuan mereka datang ke tempat ini tidak lain hanya untuk mendapatkan keuntungan. 


Mencoba mencari anggota baru atupun menambah pundi-pundi dengan menjual organ dalam, toh orang-orang disini adalah kumpulan sampah yang sudah dibuang oleh keluarga maupun negara, yang kehilangannya tidak akan dicari menganggap mereka seakan ditelan bumi. 


Seorang pria berusia sekitar empat puluh tahunan pemilik surai gelap dengan sorot mata tajam yang mengenakan mantel hitam tampak berbeda dari yang lainnya, berjalan menyilangkan tangan dibelakang punggung, mengulum bibir tampak tersenyum seakan menikmati pemandangan yang dia lihat. 


Dia Damian ketua dari para mafia, hari ini memutuskan ikut keluar karena merasa bosan, terdengar konyol memang. tapi untuk seorang mafia sekalipun dia tetap butuh angin segar untuk menjernihkan isi kepala bukan? 


Sepatu pantofel yang dia pakai mengetuk kerasnya tanah seakan menjadi musik pengantar ditengah kekacauan, berjalan dengan dikawal dua orang dibelakangnya tampak santai Damian melewati jalan setapak, kepalanya bergerak melihat sekeliling yang membuat satu kata muncul dibenaknya ""sampah"" Dia bergumam masih dengan kedua sudut bibir yang terangkat. 


Namun tiba-tiba Dia menghentikan langkahnya dengan manik yang melebar, matanya menatap fokus pada sesosok makhluk hidup yang tampak tenang tanpa terganggu sedikitpun dengan kebisingan yang ada disekitarnya. 


Sesosok makhluk mungil dengan iris yang terlihat mati, duduk mendekap lutut dan menyandarkan kepalanya, kain lusuh yang membungkus tubuh rapuhnya dengan beberapa bagian yang robek itu berkibar bersamaan dengan hembusan angin yang datang membawa aroma busuk akibat dari limbah sampah yang bertumpuk disisi pemukiman itu. 


Sosok itu bersikap acuh seakan tidak perduli tentang apa yang akan menimpa dirinya, berwajah datar tanpa emosi, namun memancarkan aura keputusasaan yang pekat. 


""Menarik, sepertinya kita menemukan anjing kecil disini!"" Damian mengangkat sudut bibirnya membuat satu seringaian yang tampak mengerikan


Berbeda dengan Damian kedua orang mafioso dibelakangnya tampak tidak tertarik dengan sosok makhluk kecil dihadapan mereka, didalam hati mereka berfikir ""apa yang menarik dari sampah yang sudah kehilangan harapan hidupnya?"" Namun tentu saja mereka tidak berani membantah, jika mereka masih ingin udara memenuhi paru-paru mereka maka apapun perintahnya hanya ada satu kata yang bisa diucapkan ""baik"" Dengan begitu kedua orang itu menyeret makhluk malang yang masih tetap pada kondisi awal, diam tanpa sedikitpun melakukan perlawanan seakan sudah memasrahkan hidupnya kepada takdir. 


Melihat sosok kecil yang terseret semakin jauh dari jarak pandang, Damian kembali menarik kedua sudut bibirnya tersenyum dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. 


. ........ 


Gelap dan pengap sebuah ruang bawah tanah yang menjadi rumah bagi para tahanan, sebuah lorong panjang  yang dihiasi ruangan yang disekat menggunakan jeruji besi yang sudah berkarat, di kanan dan kirinya terlihat berjejer memenuhi tempat ini. 


Suara derap langkah seseorang yang menuruni anak tangga terdengar nyaring akibat dari gesekan sepatu yang menyentuh lantai menjadi lagu pemecah sunyi. 


Melewati lorong dia membuka paksa salah satu pintu hingga membuat engsel tua itu menjerit penuh protes karena tiba-tiba dipaksa bekerja, pria itu melemparkan roti gandum berbentuk bantal kearah seorang anak laki-laki yang tengah duduk bersandar pada kerasnya dinding. 


Tanpa perduli, anak laki-laki itu tetap bergeming pada tempatnya, namun nyatanya di sana tidak ada sepotong pun roti yang tersisa, yang menandakan bahwa anak itu pada akhirnya tetap akan memakannya juga. 


Menghiraukannya pria tadi kembali pergi, meninggalkan anak itu sendirian ditengah gelapnya malam, ah tidak pernyataan itu kurang tepat nyatanya masih ada cahaya dari lilin kecil yang menyala disudut ruangan, memberikan sedikit penerangan yang terlihat remang. 


Sudah satu minggu sejak anak itu dibawa paksa ketempat ini, setiap harinya hanya ada satu roti yang akan dilempar untuk mengisi perut kecil itu. 


Bahkan anak itu terlihat masih memakai baju yang sama dari hari pertama dia ditangkap, terlihat kedua pergelangan tangannya membiru dibawah belenggu hitam penuh karat, jika boleh mengeluh kondisi kakinya juga tidak jauh berbeda hanya saja belenggu itu tampak sedikit lebih hitam. 


Tatapan dan raut wajahnya masih sama sedikitpun belum menunjukkan perubahan, mulut kecilnya terkunci rapat bahkan suara rintihan pun tak terdengar dari sana. 


Entah kejadian apa yang telah membuatnya hingga seperti itu, atau mungkin saja anak itu sendiri yang sudah kehilangan minat terhadap dunia ini. 


Entahlah untuk saat ini tidak ada yang bisa menyimpulkannya, mata itu terbuka dengan selaput yang tampak merah sedangkan iris hitamnya tampak sayu, kulit sewarna kapur itu terlihat membiru akibat dari rendahnya suhu ditempat ini, mencoba memejamkan mata anak itu terlelap ditengah dinginnya udara yang terasa menggerogoti kulit hingga terasa menusuk tulang. 


Byur... 


Satu ember air berhasil lolos dari genggaman, tepat membasahi tubuh kecil yang sedang meringkuk diatas dinginnya beton tanpa alas. Sosok itu terbangun dengan tubuh yang menegang, merasakan air dingin yang menghantam tubuh seakan membunuhnya. 


Sepasang iris sewarna obsidian itu melebar dengan wajah yang terlihat terkejut, satu-satunya kain tipis yang melekat ditubuhnya basah tampak menjiplak lekuk tubuh kurusnya. Memperlihatkan sesosok makhluk mungil yang sangat memprihatinkan. 


""Akhirnya bangun juga, sekarang waktunya pemilihan"" Suara berat seorang pria terdengar menggema didalam ruangan sempit itu. 


Dia seorang mafioso berdiri tegak memberikan bayangan hitam yang menutupi sosok didepannya, memperlihatkan raut wajah kesal karena tidak mendapatkan apa yang Dia inginkan, tadinya Dia pikir kali ini anak itu akan mengeluarkan rintihan atau bahkan meminta ampun, namun nyatanya anak itu tetap diam membisu seakan mulutnya terkunci rapat. Ember yang masih berada digenggaman dia buang secara asal, pria itu berjongkok tangannya bergerak membuka semua besi yang membelenggu anak itu. 


Kemudian dengan kasar dia menarik tangan kecil didepannya, anak itu kembali pasrah berjalan terseret karena tidak mampu mengimbangi langkah kaki pria didepannya, namun matanya menatap fokus kearah tonjolan pada belakang dalam jas yang pria itu kenakan. 


Menaiki undakan anak tangga pria itu membuka pintu, membuat sang anak harus menyipitkan matanya akibat dari sinar matahari yang tiba-tiba masuk menerobos retinanya. 


Kulit seputih kapur itu terlihat sedikit memerah karena merasakan kembali kehangatan, bibir pucat sewarna kelopak teratai biru itu terbuka kemudian dia mengerjapkan matanya beberapa kali memperlihatkan wajah polos yang terlihat linglung. 


""Ayo!!"" Pria tadi kembali menarik anak itu membawanya ketengah lapangan. 


Di sana sudah ada beberapa anak yang berkumpul, dari postur tubuhnya mungkin usia mereka tidak jauh berbeda dari anak itu, dengan kondisi yang hampir sama dengannya. Pria tadi mendorongnya membuat dia berbaur dengan anak-anak disana. 



Pria yang membawa anak terakhir membuka mulutnya Dia berbicara dengan lantang ""Dengarkan aku! Untuk kalian semua anak-anak buangan, hari ini jika kalian masih ingin hidup maka saling bunuhlah. Karena hanya ada satu saja yang boleh hidup, mengerti?"" Menjeda kalimatnya Dia tersenyum


 ""Untuk caranya aku akan memberikan kebebasan, jadi bersenang-senanglah"" Menyudahi bicaranya pria itu menaiki tangga berbaur dengan anggota lainnya, menyaksikan anak-anak itu dari balkon sebuah tempat, yang lebih mirip gudang. 


Terlihat Damian juga tengah duduk disana, wajahnya menatap datar kearah anak-anak itu sesekali dia menyesap wine yang berada dalam genggamannya, diam menyaksikan tentang apa yang akan terjadi kedepannya, mencoba mencari hiburan untuk mengisi waktu luang dengan harapan dapat menemukan sesuatu yang menarik. 


Anak-anak itu saling menatap melemparkan pandangan waspada, mereka mundur saling menjaga jarak dari satu dengan yang lainnya. Diam mereka saling mengobservasi mencoba mencari celah, kata kabur tidak pernah terlintas didalam otak kecil mereka


Namun kedamaian itu tidak berlangsung lama, salah seorang anak yang memiliki tubuh paling besar menerjang anak didepannya memulai keributan, yang langsung disusul oleh anak-anak lainnya, terlihat mereka saling melemparkan pukulan. 



Saling memberikan luka diantara satu sama lain, dengan nafas yang memburu mereka saling menghajar membuat tubuh kecil itu mengeluarkan kucuran darah akibat dari banyaknya goresan dan lebam pada tubuh. 


Butuh waktu yang cukup lama hingga tersisa satu anak yang berdiri dengan lunglai diantara tumpukan mayat teman-temanya, 

anak itu menatap tajam kearah para mafioso yang tengah menonton dirinya yang sedang bersimbah darah. 


Anak itu melangkah hendak menyatu dengan orang-orang itu, namun langkahnya harus terhenti tatkala sebuah timah panas yang berkecepatan tinggi menembus kepalanya membuat anak itu tumbang dalam sekejap. 


Tentu hal itu memancing keributan diantara para mafioso yang menyaksikan, saling melempar tuduhan tentang siapa yang melakukan itu, berbeda dengan anak buahnya Damian tampak tersenyum menikmati dengan kilat mata yang tampak tertarik. 


Ditengah keributan yang terjadi seorang anak menampakkan dirinya dari balik tumpukan ban bekas yang tergeletak disisi lapangan, dengan sebuah pistol yang masih berada dalam genggaman tangan mungilnya, yang seketika langsung membuat para mafioso itu terdiam dalam keterkejutan. 


Melihat itu seorang pria yang membawa anak itu dengan panik memeriksa tubuhnya mencoba mencari senjata yang biasanya terselip di pinggangnya, namun nihil dia tidak menemukannya tapi dia juga tidak bisa mengingat kapan tepatnya anak itu mengambil senjata miliknya, dengan raut wajah penuh emosi pria itu benar-benar merasa kecolongan. 


Damian berdiri menyatukan kedua telapak tangannya dalam satu tepukan menimbulkan satu bunyi yang memecah keheningan. Bibir yang terkulum dalam senyum itu terbuka mengeluarkan suara "" Aku memang sudah tertarik padamu dari pertama kali aku melihatmu, dan sekarang kau membuktikan bahwa pemikiran ku benar, kemari dan ikutlah dengan ku."" Kedua tangannya merenggang seakan ingin menggapai anak yang berada jauh dari jangkauannya itu. 


........... 


Dinyatakan sebagai pemenang anak itu dibawa ke markas utama, tubuh lusuhnya dimandikan, kain lecek itu diganti dengan sebuah kemeja putih dengan dasi hitam yang tergantung rapi dilehernya, ditambah celana bahan hitam dan sepatu pantofel coklat yang terlihat melekat sempurna pada tubuh kurus itu, membuat sosok itu tampak jauh lebih baik dari kondisi awalnya. 


Namun rambut hitamnya dibiarkan seperti semula dengan poni yang hampir menutupi mata, karena orang yang hendak merapikannya harus menerima banyak gigitan ditangan. 


 Sebuah gedung pencakar langit yang berdiri di jantung kota, menjadi markas utama untuk para mafioso itu, disalah satu ruangannya yang terletak di lantai atas, terlihat Damian dengan seorang anak laki-laki duduk menikmati makanan. 


Berbagai macam makanan mewah terhidang, yang terlihat menggugah selera. Tidak bisa menolak tawaran yang menggiurkan itu, sang anak makan dengan lahap bahkan terkesan terburu-buru. 


""Santai saja bukankah hanya ada kita berdua"" Damian membuka suara mencoba memulai obrolan


""Mari kita mulai dengan nama, jadi siapa nama mu?"" Kali ini dia bertanya berharap dapat menarik perhatian anak didepannya


Anak itu mengangkat kepalanya melihat Damian dengan pandangan datar, terlihat tidak tertarik tapi pada akhirnya bibir tipis itu terbuka, mengeluarkan suara serak yang justru terdengar menggoda namun hanya satu kata yang dia ucapkan ""Darcy""


""Darcy?"" Damian mengulanginya seakan ingin memastikan apakah yang dia dengar itu benar. 


Namun tanpa perduli terhadap respon yang Damian berikan anak itu kembali fokus kepada makannya. 


π˜‹π˜’π˜³π˜€π˜Ί 𝘺𝘒 Damian kembali mengulang kata itu didalam kepalanya, sudut bibirnya terbuka mengeluarkan kekehan, sepertinya dia meragukan bahwa nama itu benar-benar nama asli anak itu, Darcy dalam bahasa Celtic memiliki arti gelap yang mungkin saja sebuah nama yang anak itu adopsi karena menggambarkan dirinya. 


""Satu lagi biarkan aku bertanya, diantara mereka semua kau yang paling terlihat putus asa, lalu kenapa kau tidak membiarkan mereka membunuhmu?"" Damian kembali berbicara, mencoba mendapatkan jawaban dari rasa penasaran yang menghantui dirinya. 


Dengan enggan Darcy menjawab pertanyaan itu "" Aku tidak suka mati dengan cara direndahkan seperti itu dan aku juga lebih suka kematian tanpa rasa sakit""


""Oh, jadi itu alasanmu masih hidup sampai sekarang? Hahaha"" Damian tertawa merasa terhibur dengan jawaban yang dia dapatkan


Hari ini Darcy resmi menjadi anggota mafia, entah Damian terlalu mempercayai Darcy ataupun hanya sekedar ingin menguji Darcy, nyatanya pada misi pertamanya Darcy langsung diminta untuk memimpin satu pasukan. 


Ya benar, orang-orang yang dulu menginjaknya, kini harus patuh dibawah kuasanya. Tapi tenang saja Darcy masih cukup waras untuk menahan diri agar tidak membunuh orang-orang itu. 


Disebuah bangunan tua di samping pelabuhan yang sudah tidak terpakai, namun sebuah tempat yang masih terlihat kokoh, bangun yang didominasi oleh besi yang menjadi penyangga utamanya itu menjadi sebuah tempat yang cocok untuk dijadikan sarana transaksi barang gelap, persis seperti yang sedang terjadi sekarang ini. 


Darcy terlihat berdiri dengan para mafioso yang berbaris dibelakangnya. Matanya menatap awas kearah orang-orang berseragam coklat yang memakai rompi army hijau, wajah polosnya masih tetap datar namun kali ini sorot matanya lebih hidup, yang menandakan mungkin saja ada sesuatu yang membuat Darcy kembali tertarik menjalani hidupnya. 


Terlihat orang-orang berseragam itu tengah menurunkan beberapa kotak persegi panjang seukuran  20x10cm dari sebuah mobil. Orang yang terlihat seperti pemimpinnya mendekati Darcy, Dia membuka salah satu box itu menampilkan tumpukan berlian yang terlihat indah dibawah guyuran cahaya senja yang mengintip dari balik celah dinding dan atap yang berlubang, orang itu membuka mulutnya dan mengatakan ""Ini semua adalah barang terbaik, jadi jangan pernah mencoba untuk mengkhianati kami!""


""Begitu?"" Darcy mengulum bibirnya namun suaranya terdengar datar, dia menunduk melihat tumpukan berlian itu dengan pandangan yang sulit diartikan, iris gelapnya berkilat ketika menemukan pantulan warna indah pada permukaan berlian dibawahnya, kemudian sepasang tangan mungil itu mengambil kotak didepannya. 


Entah dari mana asalnya tiba-tiba ada api yang membakar kotak berlian yang berada didalam genggam tangan Darcy, kejadian itu sontak langsung membuat panik semua orang yang berada disana, dengan terburu-buru mereka berusaha memadamkannya, namun mereka harus menelan kekecewaan setelah melihat berlian itu sudah terbakar menjadi abu. 


""Heh.. Apa ini? Apakah ada yang bisa menjelaskan kenapa bisa ada abu berlian disini? Karena setahuku berlian murni tidak akan meninggalkan jejak abu maupun residu ketika dibakar? Jadi tuan yang tidak ingin dikhianati tolong jelaskan tentang ini!"" Darcy berbicara dengan suara lembut namun terkesan mengintimidasi, Dia menatap orang-orang itu dengan senyuman masih bertengger diwajah polosnya. 


Mendengar itu para mafioso dibelakang Darcy langsung mengacungkan senjatanya kepada kelompok berseragam itu, tidak mau kalah orang-orang itu juga mengangkat senjata mereka, hingga dari kedua belah pihak saling bersikap waspada. 


Masih dengan sikap tenang, setenang permukaan danau yang menyimpan misteri didalamnya, Darcy kembali berbicara ""Jika bos sampai tahu tentang kejadian ini, Aku yakin bukan hanya kalian yang akan meregang nyawa tapi mungkin juga-"" Sungguh perkataannya terdengar polos, Darcy mengangkat tangannya membuat jemari lentik itu bertengger pada dagunya, Dia diam seakan sedang berfikir


""Mungkin juga keluarga kalian, ah! atau bahkan orang-orang yang pernah kalian sapa juga akan ditemukan tidak bernyawa, tidak lama setelah kalian dibereskan."" Darcy menjeda kembali perkataannya, wajah polos itu menatap datar kearah orang-orang didepannya


Mulut kecilnya kembali terbuka, Dia melanjutkan perkataannya ""Tapi jika kalian mau memberikan kami dua kali lipat barang dengan harga yang sama, maka kami akan melupakan kejadian ini, dan hidup kalian akan tetap aman, bagaimana?"" Wajah itu kembali menyunggingkan senyum khas seorang anak-anak


Mendengar itu pemimpin mereka mengatupkan rahang hingga terdengar suara gelemutuk gigi. Ini tidak seperti yang dia perkirakan, awalnya dia sampai berani melakukan hal ini karena dia mendengar akan ada pergantian pemimpin dalam transaksi kali ini, dan dia sudah merasa senang mendapati bocah ingusan yang akan bertugas menjadi pengawas. 


Namun apa ini? Wajahnya terasa panas seakan terbakar luapan emosi, karena harus menerima penghinaan dibawah tekanan seorang anak kecil, yang bahkan usianya mungkin saja sama dengan seorang anak yang berada di rumah yang sedang menunggu kepulangan dirinya. 


Mencoba mempertahankan harga dirinya sang pemimpin berkata ""Jangan bercanda! Memangnya apa yang bisa anak sekecil dirimu lakukan?! Dengan satu tarikan pelatuk, Aku bisa dengan mudahnya membunuhmu disini""


""Hem? Ah ya apa yang Anda katakan memang benar, tapi"" Menyudahi ucapannya, Darcy mengangkat satu tangannya ke udara. 


Bersamaan dengan itu, sebuah timah panas meluncur tepat mengenai tangan sang pemimpin kelompok yang secara otomatis membuat senjata yang berada dalam genggamannya jatuh. Itu ulang seorang sniper yang sudah Darcy tempatkan untuk mengawasi pergerakan mereka. 


""Argh"" Pemimpin itu menjerit memegangi lengannya yang sudah bersimbah darah


""Kapten?!"" Melihat itu anak buahnya datang mengerumuni sang atasan


""Hmph!"" Menarik satu sudut bibirnya Darcy menyeringai


""Tapi seperti yang Anda saksikan, sepertinya disini bukan hanya nyawaku saja yang terancam, jadi sebaiknya kalian juga harus waspada"" Darcy melanjutkan perkataannya yang sempat terpotong tadi, masih dengan mata yang mengawasi pergerakan orang-orang didepannya. 


Merasa kalah karena tidak memiliki pilihan lain, dengan berat hati sang pemimpin membuka suara ""Baiklah aku menyerah!"" Suara itu tersirat akan luapan emosi dan penyesalan. 


""Tentu dengan senang hati Aku menerimanya, untuk kedepannya mohon kerjasamanya tuan"" Setelah mengucapkan itu Darcy melenggang pergi meninggalkan tempat itu. 


Melihat anak buahnya bergerak membuntuti dirinya, Darcy berusaha mencegah mereka ""Ah! Satu lagi, untuk kalian jangan ikuti aku katakan pada bos, sebelum malam Aku pasti akan datang untuk memberi laporan"" 


""Eh? Ah baik, tapi pastikan Anda harus kembali"" Sebenarnya mereka tidak rela membiarkan Darcy pergi sendirian, namun apa daya tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk mencegahnya, dan hari ini mereka kembali menyaksikan kengerian yang tersembunyi dibalik wajah polos anak itu. 


Dan akhirnya mereka mengerti kenapa bos mereka bisa tertarik dengan anak yang dulu terlihat seperti mayat hidup itu, sepertinya Damian sudah lebih dulu mengetahui bakat yang terpendam didalam diri Darcy. 


Tidak lebih dari satu jam misi pertama pun selesai dengan hasil yang sangat memuaskan, dengan ini Darcy sudah mengukuhkan dirinya menjadi bagian dari mafia itu sendiri, kaki itu kedepannya akan menapaki jalan menuju kegelapan, dan tangan kecilnya pasti akan semakin ternoda. 


"

 

Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.