Cinta yang Kembali - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


Cinta yang Kembali

Sylvia Susilo


Sepuluh tahun berlalu, begitu banyak orang yang kutemui semasa kuliah ataupun di dunia kerja. Tidak satupun ada yang bisa menggantikan kenangan kita, kenangan yang ada walaupun hanya berstatus teman. Kita berpisah tanpa kata hanya menyisakan kenangan. Namun kau kembali bersama kepingan kenangan yang begitu sulit untuk kulupakan.

Dering ponsel yang begitu mengganggu terdengar dari meja di hadapanku. Ternyata dari Nesa, sahabatku semasa SMA. Segera kutempelkan ponselku di telingaku, mengingat betapa cerewetnya sahabatku ini. “Halo, Nes! Apa kabar?” sahutku. “Gua sih baik – baik aja, Bel. Tapi gua bawa kabar buruk.” ucap Nesa membuatku penasaran. “Kenapa? Putus?” sahutku lagi. “Enak aja lo nyumpahin gua putus. “Gua cuma mau kasih kabar, temen sekelas kita dulu ada yang meninggal.” “Lo bisa datang?” tanya Nesa. “Yah, gua liat dulu deh, Nes. Emangnya siapa yang meninggal?” sahutku. “Ketua kelas kita, Bel, si Rino” terlintas sosok pria pintar yang bertanggung jawab itu. “Yang terpenting, Bel, ada Dave, cinta masa abu - abu lo.” lanjut Nesa.

Setelah sambungan telepon terputus, kenangan kenangan masa sekolahku langsung mengalir memenuhi ingatanku. Aku bukan orang yang pintar ataupun cerdas, aku juga bukan gadis populer ataupun orang yang pintar berbicara di depan umum. Hanya gadis biasa, yang tidak cerdas, tidak bodoh, dan tidak populer. Ibarat sebuah film, aku hanya pelengkap masa putih abu - abu orang lain. Berbeda dengan dia, dia seolah menjadi pusat perhatian banyak orang termasuk aku. Dia satu – satunya orang yang membuat masa putih abu – abuku begitu berwarna.

Berawal dari senggolan tak sengaja oleh Dave hingga kakiku terkilir. Maklum saja, badan Dave tinggi tegap dengan otot ototnya karena latihan basket yang ditekuninya. “Eh, lo baik – baik aja?” tanya Dave. Pertanyaan Dave mengalun di telingaku, membuyarkan tatapan dan pikiranku. Segera aku berdiri dan menjawab pertanyaan Dave, menahan sakit pada pergelangan kakiku. “Iya, gua baik baik aja, maaf gua ga liat-liat.” sahutku, kemudian segera menuju kelasku dengan tertatih – tatih. 

Selama pelajaran berlangsung, pikiranku dipenuhi oleh Dave. Sebenarnya sudah sejak lama aku mengagumi Dave dari jauh. Tak hanya pintar, Dave juga tampan dan merupakan kapten basket sekolah. Wajahnya yang merupakan pencampuran Eropa dan Asia dari orang tuanya, sungguh rupawan dan enak dipandang. Lamunanku disadarkan oleh bel pulang yang begitu nyaring dan memekakkan telinga. Namun karena malas berdesak – desakkan di koridor sekolah maka aku tetap duduk di tempatku. Setelah kurasa cukup sepi, segera aku keluar menuju parkiran sekolah.

Tidak kusangka, ternyata Dave menungguku di depan kelas. Dia mengatakan bahwa dia sungguh merasa bersalah dan ingin mengantarkanku pulang. Sejak saat itu, kami menjadi dekat, sebagai teman. Menghabiskan jam jam istirahat bersama, entah di kantin ataupun di perpustakaan. Tidak peduli apa yang orang – orang katakan tentang kami. Seolah kami tuli, caci – maki mereka hanya bagai angin lalu di telinga kami berdua. Tanpa sadar, perasaanku pada Dave tumbuh semakin besar karena dipupuk oleh kebersamaan dan canda – tawa kami setiap hari. Perasaan yang seharusnya tidak ada, perasaan yang seharusnya langsung kubunuh ketika mulai tumbuh, namun kenyataannya aku membiarkan perasaan itu tumbuh, semakin hari semakin besar dan berwarna. Namun tanpa kata, Dave pergi. Dave pergi begitu jauh bahkan tanpa aku tau kemana dan mengapa dia pergi. Dave meninggalkan seorang Crystabel sendirian lagi. Dia menghilang meninggalkan aku bersama perasaan yang seharusnya kubunuh sejak lama, perasaan yang kini sudah semakin besar dan berwarna serta penuh harapan. 

Tahun demi tahun berlalu, tanpa kata dan tanpa pernah ada kabar dari Dave. Aku menjalani masa putih abu – abuku yang tersisa, namun tak sedetikpun aku bisa melupakan Dave. Atau mungkin aku tidak pernah benar -  benar berusaha melupakan Dave. Sulit rasanya untuk menghapus Dave dari otak dan hatiku. “ Dave terlalu berharga untuk dilupakan.”  bisik hati kecilku. Mungkin karena Dave adalah cinta pertama dan pelangi dalam kehidupan putih abu – abuku yang suram.

Kabar dari Nesa seolah telah menghancurkan tembok pertahanan yang aku bangun bertahun – tahun. Sudah kuputuskan, siap tidak siap aku akan pergi melayat dan segera menemui pelangiku yang pernah hilang. Aku berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan pernah melepaskan pelangiku lagi.

Perjalanan Jakarta – Bandung seolah tidak melelahkan. Tanpa lelah yang berarti, bersama Nesa segera aku pergi melayat. Setelah memberikan penghormatan terakhir dan doaku untuk mendiang Rino, pupil mataku menangkap sosok tampan yang kucari dan begitu kurindukan. Begitu bersinar dan menyejukkan, tanpa sadar air mataku menetes. Segera kuhapus tetesan air mata itu, dan membalas senyumnya yang begitu menenangkan seolah mengangkat beban yang kupendam esejak SMA.

“Woi, Bel! Apa kabar?” ucapnya. “Kemana aja lu? Menghilang tanpa kabar.” sahutku tanpa menjawab pertanyaannya. “Dave belajar, Bel. Belajar melupakan teman jadi cinta di hadapannya, Bel. Hahaha.” terdengar gelak tawa para sahabat Dave. “Berisik, Lo.” sahut Dave. Senyum canggung dilemparkan Dave padaku yang masih tidak mengerti apa yang terjadi. Kemudian Dave menarikku menjauh dari yang lain. “Sebenarnya yang mereka ucapkan emang bener, Bel. Gua pergi ke luar negeri untuk belajar sekaligus juga melupakan lu, Bel.” Pupil mataku membesar tak percaya, terlintas kata – kata Nesa yang sering mengatakan bahwa cintaku belum tentu bertepuk sebelah tangan. “Dan setelah gua dengar cerita dari Nesa, gua tau kalo gua ga seharusnya meninggalkan dan berusaha melupakan seorang Crystabel yang begitu berharga buat gua. Karena ternyata kita udah sama sama jatuh, jatuh ke lubang yang kita buat sendiri.” lanjut Dave.

“Gua ga tau harus bahagia atau harus sedih, tapi terima kasih sudah kembali, Dave.” ucapanku terdengar bergetar dan bersamaan dengan air mataku yang mulai mengalir. Aku terisak di dalam pelukan Dave. Dave yang sama dengan orang yang menabrakku, Dave yang mengubah masa – masa suramku. Dave masih sama seperti dulu, tetap rupawan dan enak dipandang dengan senyumannya yang begitu menyejukkan. “Terima kasih sudah kembali, Dave. ” bisikku.

Ternyata cerita kami memiliki bagian dan cara bahagia kami sendiri. Ini bukan akhir yang bahagia, karena sesungguhnya cinta sejati tidak akan berakhir. Ini sebuah awal dari kisah kami, bersama harapan semoga kisah kami akan berlanjut hingga maut yang memisahkan kami. Ini cerita kami, cerita yang membuktikan bahwa, cinta akan kembali pada pemiliknya bersama dengan sang waktu. 

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.