BERKAH HUJAN - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


BERKAH HUJAN


Musim kemarau sudah datang. Lahan kering kini sudah tersebar merata di hampir setiap penjuru desa. Dahan-dahan kering pepohonan jatuh dari pohon. Daun-daun kering berguguran! Sama sekali tak ada setetes air hujan pun yang turun membasahi sudut desa tersebut. Sudah hampir lebih dari bulan ini desa itu kering kerontang. Para petani selalu menderita kerugian akibat hasil panen yang selalu gagal total. Tidak kali ini saja bencana kekeringan menimpa desa Sukajadi. Tapi lebih dari itu penduduk desa sudah kehilangan akal mencari jalan keluar untuk pemasalahan kekeringan di desa Sukajadi tersebut. Berbagai cara sudah dilakukan warga setempat untuk mengurangi dampak buruk dari bencana kekeringan tersebut. Ada yang membuat tempat Penampungan Air Hujan (PAH), tidak sedikit juga yang membuat saluran-saluran, dan yang terakhir dan yang paling ekstrim adalah memanggil pawang hujan untuk minta didoakan agar hujan turun lebat selebtnya  kawasan daerah yang tertimpa kekeringan. Tapi tidak ada suatu musibah pun yang tidak membawa hikmah dan pembelajaran berharga. Setiap bencana dan musibah yang jatuh menghampiri setiap anak manusia tidak lain dengan maksud untuk mendekatkan diri pada Sang Pemilik Kehidupan dan merekatkan kembali hubungan dengan sesama manusia. Kedua hubungan ini yang benar-benar harus diperhatikan oleh insan manusia bila ingin selamat hidup di dunia dan akhirat. 

Sekelompok warga yang tinggal di Desa Sukajadi kini sudah berbenah diri. Mereka bekerja sama dan saling bergotong royong. Membersihkan lingkungan kampung dari berbagai sampah-sampah yang menumpuk. Beruntung memang, Tuhan menganugerahkan warga yang tinggal di Desa Sukajadi ini saling bekerja sama dan tolong menolong. Rasa empati yang cukup membuat kedekatan antar sesama warga semakin terjalin dengan baik. Komunikasi antarwarga yang sempat terputus antrwarga kini mulai terjalin kembali. Kesibukan rutinitas sehari-hari antarwarga yang banyak menghabiskan waktu untuk urusan rutinitas sehari-hari, kini dengan adanya bencana kekeringan itu membuat warga semakin kompak untuk saling membantu satu sama lain. 

“Kalau ga kerja bakti mana mungkin bisa kenal satu sama lain!” Salah seorang dari warga mencoba menyapa dengan warga lainnya. Mereka bersitatap lalu saling memandang satu sama lain. Warga lainnya ikut bercengkrama dan bersenda gurau satu sama lain.  

“Semoga hujan segera turun di desa kita!” Celetuk salah seorang warga. 

Hari berganti hari berlalu. Waktu terus berputar. Matahari semakin garang memberikan cahaya panasnya dari balik langit. Harapan akan turun hujan terkadang menjadi pupus. Tapi warga desa tidak berhenti berdoa meminta hujan. Shalat istoghasah meminta hujan juga tidak pernah ditinggalkan oleh warga desa. 

Perlahan-lahan Allah menjawab setiap doa yang dilantunkan oleh warga. Suara kodok terdengar riuh dari balik sawah-sawah kering menguning. Jangkrik pun tak kalah bertingkah, suaranya saling menyaingi satu sama lain. Meminta sang hujan untuk segera turun. Akhirnya, setelah matahari siang menukik tinggi lepas dari pukul 12.00 siang. Saat senja berwarna keemasan mulai melukis dari balik awan-awan cumulonimbus yang membumbung tinggi di angkasa. Waktu yang ternyata sigap menjawab setiap perubahan pada awan-awan tersebut, hingga akhirnya awan-awan cumulonimbus itu berbuah menjadi warna abu-abu lalu berubah menjadi kehitaman. Tik…Tik…. Tetesan air hujan yang berukuran kecil tersebut perlahan-lahan berubah menjadi ukuran yang lebih besar hingga akhirnya jatuh membasahi perlahan-lahan hampir di setiap sudut Desa Sukajadi. 

Bau tanah perlahan-lahan mulai menyeruak masuk hingga dalam pernafasan. Warga desa Sukajadi bersorak sorai kegirangan. Mereka menari-nari dari balik rintihan air hujan lalu menikmati suara kodok dan sang jangkrik yang menderu di balik dedaunan padi-padi terhampar di sawah. Sebagian lagi dari mereka bersorak. “Iniii berkah!!! Ini berkah!!” Senyum merekah dan sumringah terlempar dari balik wajah sendu mereka.

“Malam ini kita bisa tidur nyenyaak!! Akhirnya!!” Suara anak-anak di pedesaan Sukajdi menambah semarak hujan yang jatuh sore itu.  

Sebulan telah berlalu. Musim peghujan kini telah membuat desa Sukajadi kini kembali hijau. Pepohonan itu kini kembali rimbun dengan julah dedaunan yang semakin rimbun. Bebungaan di halaman pekarangan kini semakin banyak jumlah. Warna-warni kelopak bunga sungguh menyejukkan bola mata yang melihatnya. Anak-anak kampung kini sudah mulai menghabiskan waktu bermain air hujan. Kegembiraan yang tidak pernah dilupakan begitu saja. Para petani pun kini bisa bernafas lega. Sawah-sawah mengunung itu kini menghampar siap untuk dipanen. Saluram-saluran irigasi itu kini sudah penuh dengan aliran air. Mata Air kini bervolume banyak. Cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik rumah tangga. Para petani seperti mendapat berkah dari Sang Maha Kuasa. Berkah yang luar biasa. Ini hasil jerih payah dan kerja keras para petani yang tiada mengenal lelah saat bekerja dari pagi hingga petang hari di sawah. Hari demi hari padi-padi yang ditanam di sawah menumbuhkan bulir-bulir berisi. Siang ini, disaat rintik hujan terhenti sejenak, para petani kini kembali meluncur ke sawah. Para petani sibuk memanen padi di sawah. Burung-burung pipit sesekali hinggap di orang-orangan sawah. Sesekali tangan para petani menggapai talian orang-orangan sawah. Menarik-narik talian orang-orang sawah hingga akhirnya burung-burung pipit berterbangan ke angkasa lepas. Paling tidak satu kepala keluarga bisa memanen lebih dari tiga karung beras setiap musim panen tiba. 

Para warga bersuka cita setiap musim panen itu tiba. Kebutuhan pangan masyarakat setempat akhirnya terpenuhi. Anak-anak kampung kini tidak lagi kurang gizi.  Kebutuhan karbohidrat di kampung ini sudah lebih dari cukup. Setidaknya masih ada ubi kayu dan ubi jalar bila cuaca tidak bersahabat ketika padi-padi di sawah belum bisa dipanen. Tapi sepertinya berkah Allah untuk desa ini tidak akan pernah terhenti. Karena bagi Allah, warga kampung ini memang layak diberikan berkat yang banyak. Ketaatan setiap warga yang tidak pernah lupa untuk terus beribadah kepada Sang Pencipta. Hampir setiap malam, para penduduk menghabiskan wkatu melakukan pengajian baik di langgar-langgar dan surau maupun di rumah-rumah. Anak-anak kampung yang tiada patah semangat menimba ilmu agama. Semangat yang sedari kecil ditularkan oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Dengan bekal ilmu agama yang mumpuni, sang anak-anak akan tumbuh menjadi anak-anak yang kuat mental menghadapi tantangan dan permasalahan kehidupan. Setiap malam selepas shalat maghrib, suasana teduh dan nyaman kerap dirasakan oleh warga kampung. Alunan bacaan ayat-ayat suci Al Quran kerap membuat desa tersebut menjadi teduh dan damai. Doa dan mengaji yang terus dipanjatkan setiap malam menembus langit Arsy sehingga mengetuk keberkahan dan rahmat dari Allah Sang Maha Pencipta untuk selalu memberikan anugerah pada setiap penduduk kampung di Desa Sukajadi tersebut. 

“Alhamdulillah anak-anak tumbuh sehat!” Seorang penduduk desa bergumam penuh senang.

“Berkah Allah memang tiada pernah dihitung!” Seorang penduduk lain menambahkan. 

“Berkah hujan memang tiada pernah bisa dihitung begitu saja. Meskipun terkadang banyak orang yang sumpah serapah bila hujan datang! Padahal tidak diperbolehkan mengutuk sesuatu pemberiaan dari Allah. Bukankah hujan itu juga rahmat dari Sang Pencipta?” Salah seorang warga mulai mengoceh sesekali tertawa terbahak-bahak. Euphoria sesaat membanjiri atmosfer Desa Sukajadi. 

Tapi apakah kau masih akan selalu menyalahkan alam ketika sesekali alam berbuat tidak adil padamu. Dan itulah kehidupan! Adakalanya sebaik apapun dan seadil apapun kita berlaku, tetap ada masanya ujian hidup membuat kita tersiuk jatuh lalu tidak berdaya. Apakah ini yang disebut dengan keadilan? Pertanyaan-pertanyaan yang ini justru akan membawa setiap manusia kini kembali merengkuh tersiksa dalam batin yang teramat dalam. Ujian itu kini mulai mengancam salah satu warga. 

Hujan terus mengguyur. Tanah itu kini mengalami titik jenuh. Saturated zone pada zona akuifer itu kini tidak mampu menahan laju infiltrasi dan perkolasi yang teramat dahsyat. Penjenuhan itu semakin kuat terjadi hinga akhirnya tidak bisa menahan laju run off setiap harinya saat hujan di musim penghujan semakin kuat terjadi. Meskipun hujan lebat tenah menguyur dan terdistribusi sempurna secara spasial di hampir seluruh sudut Desa Sukajadi tetapi semangat sang anak-anak tidak pernah surut untuk menimba ilmu agama. Berbekal Alquran dan sarung yang dibawa oleh anak-anak kampung bersemangat sesekali bernyanyi agar bisa sampai ke surau dengan cepat. Jalana pnuh kerikil tajam dan becek ditempuh oleh nak-anak demi bisa sampai ke surau. Sementara suara geluduk mulai terdengar riuh dari balik kejauhan. Warna langit kini sudah berubah menjadi gelap. Suara petir dan geluduk semakin memekakan telinga. Anak anak kemudian mempercepat langkah kaki, berlari melintasi jembatan akar. Ketinggian air mulai naik. Arus sungai mulai membumbung tinggi. Sekelompok anak-anak tersebut mulai tertatih melangkah. Kelelahan. Kilat menyambar sebuah pohon kelapa di sebelah jembatan. Kilat mengucur kencang. Tinggi muka air itu kini sudah tidak bisa diperkirakan lagi. Usia jembatan memang sudah tua, papan penyebrangan jembatan itu sudah tidak kuat lagi menopang tubuh tubuh anak yang berlarian di atas jembatan. Salah satu kak sang anak tersangkut dalam jeruji jembatan, anak tersebut lalu terhempas dan tersungkur tak berdaya di atas jembatan. Seorang teman hendak ingin menolong teman lainnya. Tapi untung tidak bisa diraih dan malang pun tak bisa ditolak. Nyawa anak remaja tersebut tidak bisa tertolong lagi. Aliran sungai yang deras itu sudah menghanyutkan anak-nak remaja tersebut. Akan tetapi, perjuangan menuntut ilmu itu akan terbayarkan sebagai jihad. Pahala jihad orang yang meninggal ketika sedang dalam perjalanan menuntut ilmu memang besar. 

“Toooollloooongg!!” Anak terhanyut itu berteriak sangat kencang. Sesekali wajah sang anak menyembur dari balik permukaan air sungai. Tapi arus sungai yang terlalu kencang tidak bisa membendung anak tersebut untuk menyelamatkan diri. Takdir memang tidak bisa dielakkan. Apakah ini masih bisa disebut dengan berkah hujan? Orang tua sang anak hingga kini masih merasakan trauma yang sangat mendalam atas kehilangan anak-anak yang mereka cintai. Kesabaran itu akhirnya berbuah manis, tim rescue menemukan jenasah-jenasah anak-anak mereka yang terbujur kaku tak berdaya. Suara tangis warga dan sang ibu yang kehilangan anak-anak semata wayang mereka ketika menatap tubuh yang sudah tidak bernyawa tersebut. Alangkah terkejutnya sang ibu menyaksikan anak-anak mereka sungguh wafat dalam keadaan mati syahid, kedua telapak tangan dan jemari mereka menggenggam Al Quran erat-erat hingga tak ada yang terlepaskan. Takjum, sedih, dan terenyuh semua perasaan itu bercampur aduk. Sang ibu masing-masing memeluk anak-anak mereka erat-erat. Suara isak tangis sama sekali tidak dapat terbendung lagi. Inilah  buah dari keshalehan anak-anak yang tidak pernah berhenti menimba ilmu agama. Bagi anak anak tersebut belajar ilmu agama sama halnya dengan belajar ilmu akademik yang didapatkan oleh anak-anak tersebut ketika masih mengenakan seragam sekolah. Keseimbangan ini mengajarkan anak-anak untuk selalu bisa menempatkan ilmu, akhlak, amal, dan iman secara seimbang tanpa ada salah satu yang diberatkan. 

Ibu-ibu harus belajar mengikhlaskan semua. Setiap manusia harus menyadari bahwa tidak ada satupun yang dimiliki oleh manusia. Semua hanya titipan Yang Maha Kuasa tanpa disadari bahwasanya semuanya milik Allah dan tak ada satu pun milik manusia. Perlu disadari bahwa satu-satunya yang dimiliki manusia adalah waktu. Ya, waktu merupakan satu-satunya yang dimiliki manusia sebagai bekal untuk mengumpulkan amal kebaikan selama masih hidup di dunia untuk bekal di akhirat kelak.  Ibu-ibu tersebut mengusap air mata. Tak ada yang bisa dilakukan oleh sang ibu ketika harus mengikhlaskan sekalipun itu darah daging sendiri. Prosesi pemakaman jenasah itu segera digelar karena hampir sebagian besar jenasah anak-anak tersebut rusak berat. Para warga dengan tangan dan kaki cekatan membantu sang anak agar segera dimakamkan. Kuburan itu sudah digali dalam dalam. Tanah berwarna hitam dan sedikit bercampur warna kecoklatan itu sudah siap menempatkan ketiga jenasah anak-anak remaja tersebut. Pemakaman itu dipenuhi oleh isak tangis dan penuh oleh kelopak-kelopak bunga sebagai penutupnya. Lantunan ayat suci Al Quran dan doa terus dipanjatkan seraya menanti jenasah dikuburkan ke tepat peristirahatan terakhir.  Tanah kuburan masih saja basah. Nama di batu nisan masih saja terukir jelas. Sang ibu masih saja terpekur menatap lamat-lamat nama yang tersemat dari balik batu nisan tersebut. 


Apa itu ikhlas? Ikhlas adalah ketika hati dan perkataan sudah tidak lagi mengungkit-ungkit lagi hal-hal lama yang sudah lama berlalu.  

Bintang gemintang malam ini cahayanya terasa sendu. Tidak seperti malam-malam sebelumnya. Semburat cahaya malam ini begitu meneduhkan. Sudah sekitar empat puluh hari berlalu semenjak kepergian anak-anakk mereka meregang nyawa dari balik bencana banjir bandang. Masing-masing warga kini disibukkan oleh kegiatan pembacaan doa. Rintihan hujan kini seperti kembali jatuh membasahi bumi. Seperti mengerti semburat kesedihan yang menjelma dari balik keluarga orang tua yang ditinggal mati oleh anak-anak mereka. Seperti mengerti kesedihan dan kegundahan yang menerpa keluarga kecil tersebut. Hujan adalah rahmat! Berdoa di kala waktu hujan merupakan salah satu waktu yang paling mustajab untuk diijabah oleh Sang Pemilik Kehidupan. Semoga hujan sore ini kali ini membawa keberkahan, seru salah seorang warga. Tak selamanya awan hitam itu berarti kesedihan.Ingatlah setiap kesedihan dan kegundahan, dan kegalauan adalah pengobat dan penggugur dosa. Semoga anak-anak khusnol khatimah di surga Nya.

Rumah itu kini sudah terasa sepi tidak seperti dulu yang penuh riuh oleh canda tawa anak-anak. Rumah ibu-ibu tersebut kini terdengar begitu sepi. Tidak seperti dulu lagi. Remah dan kelakar anak-anak yang biasa membuat gaduh di telinga kini sudah tidak terasa oleh sang ibu yang baru dirudung nestapa karena kehilangan anak-anak yang dicintainya. Tapi sang ibu-ibu tersebut tidak bisa berbuat banyak! Baginya sejumput doa dan pengharapan tidak akan pernah hilang dan sia-sia begitu saja!  Doa akan selalu menjadi senjata paling ampuh untuk menjawab setiap kegundahan dan nestapa yang dirasakan oleh siapa saja yang dirundung kesedihan. Apalagi bila setiap musim penghujan datang, bayangan dan ketakutan di masa lalu kerap menghantui sang ibu-ibu yang memiliki anak-anak. Penjagaan dan pengawasan terhadap anak-anak dilakukan secara ketat. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jatuh korban yang mengalami kejadian yang sama. 

Musim kemarau kini kembali menghancurkan desa. Padi di sawah kering kerontang, sama sekali tidak ada satu pun batang padi yang hidup dan tumbuh subur. Banyak hewan ternak yang dipelihara oleh penduduk mati mendadak! Warga desa kini menderita kerugian yang teramat banyak. Kemiskinan itu kini kembali merenggut kebahagiaan warga desa! Tapi life must go on. Kehidupan harus terus berjalan! Warga setempat berusaha memutar otak, mencari tambahan penghasilan melalui pekerjaan sampingan. Perekonomian di desa tersebut kini sudah mulai bergeliat kembali. Usaha warga ini sudah muli diminat oleh banyak pembeli. Para pembeli tidak hanya berasal dari warga desa setempat tapi bahkan berasal dari luar warga desa lainnya. Mereka antusias dan saling bergotong royong satu sama lain. Musim kemarau kali ini terasa lebih berkah dibandingkan musim kemarau sebelumnya. Warga semakin antusias bahwa dalam setiap kesulitan terdapat kemudahan. Waktu terus berjalan dan musim pun kini telah berganti. Perlahan demi perlahan rintik hujan kini telah menguyur desa. Warga desa bersorak kegirangan! Sawah-sawah menguning itu kini kembali terguyur hujan. Waktu selalu setia memberikan jawaban atas segala pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup. Apa yang kau tebar,  maka itulah yang akan kau tuai!


"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.