Believe in Yourself - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


Believe in Yourself      

Penulis : Neni Anjani


           Malam kini semakin larut. Rintik-rintik hujan yang sedari turun kini membasahi tubuhku. Baju ku lepek. Tubuhku semakin menggigil karena angin malam terus menusuk tajam sampai ke rusukku. Tak ada pelukan hangat yang bisa ku sandarkan. Tak ada tangan yang bisa ku genggam erat-erat untuk sekadar menguatkan. Aku memilih untuk keluar malam-malam. Walau ku tahu tidak baik seorang perempuan berada di luar. Aku melihat banyak sekali kekurangan yang ada di diri ini sampai-sampai harus di bandingkan dengan seseorang yang memiliki banyak kelebihan. Tidak ada manusia yang sempurna, aku tahu. Tapi apa mereka berhak untuk menjudge seseorang yang sedang melakukan perubahan untuk dirinya? Walau terkadang perubahan itu tak selalu berkembang pesat atau pun instan. Semua butuh proses.

          Aku masih belum punya tujuan untuk berhenti hingga akhirnya langkahku otomatis berhenti karena ada beberapa orang yang menghadang jalanku. 

  ""Gadis cantik kok masih ada diluar sih,"" goda laki-laki berambut gondrong dan berkumis tebal. Mendengar itu langkahku perlahan mundur.

 ""Mending ikut abang, gak jauh kok rumah abang dari sini,"" timpal laki-laki berbadan gemuk sembari menunjuk arah jalan.

  ""Jangan ganggu saya!"" tegasku.

  ""Jangan sok jual mahal cantik,yuk temenin kita-kita aja,"" tangan besarnya ingin meraih tanganku, tapi tiba-tiba saja tangannya di cegah oleh seseorang. 

  ""Jangan sentuh dia!"" ucapnya. Aku menoleh melihat siapa yang menolongku dari preman-preman ini. Raffa, temanku masa SMP. 

 ""Ada yang mau jadi pahlawan nih,"" preman itu tertawa sembari melihat kedua temannya.  Mendapat tatapan tajam dari Raffa, preman itu melepas paksa tangannya yang belum di lepas oleh Raffa. Dan mereka pun berantem. Aku menjauh mencari tempat persembunyian. 

Raffa terkena beberapa pukulan di wajah dari ketiga preman itu. Tapi ia masih bisa membalas. Dan saat mereka sudah mulai kelelahan ia malah memperkuat pertahanan untuk bisa mengalahkan mereka. Dan akhirnya semua preman itu kalah dan melarikan diri. Raffa mencoba melihat sekeliling, tampaknya dia mencariku. 

   ""Nasya?"" aku masih berada di tempat persembunyian. 

   ""Aku tau kamu masih ada disini kan? Keluar Sya"" akupun memberanikan diri untuk menemui Raffa.  

  ""Kamu kenapa masih ada di luar, ini udah malam lho,  Sya"" terdengar sekali nada Raffa mengkhawatirkanku. 

   ""Nggak papa Raf, lagi pengin di luar aja"" aku mencoba melihat memar di wajahnya. Pasti sakit. 

   ""Kamu gak papa? Mukamu memar, Raf"" tanyaku khawatir.

   ""Aku gak papa, ini hanya luka kecil""

   ""Kamu lagi ada masalah sampai harus keluar malam-malam?"" Aku diam. 

   ""Ya udah kalau gak mau jawab gak papa, aku anterin kamu pulang ya"" tawar Raffa, aku menggeleng cepat. Pasalnya aku gak mungkin balik ke rumah karena aku sendiri yang memilih untuk pergi dari rumah. 

   ""Kenapa?""

   ""Aku mau kerumah nenek"" jawabku bohong. 

   ""Jangan bohong Sya…"" lagi-lagi aku menggeleng, tapi Raffa selalu tahu bahwa aku memng benar-benar berbohong. Dulu hubungan kita sangat dekat, tapi setelah lulus kami sudah tidak pernah ketemu lagi.

   ""Ya udah kamu kerumah aku ya, kamu tenang aja ayah lagi gak ada di rumah sekalian kamu temanin bunda, mau?"" tawar Raffa. 

   ""Kamu gimana Raf?"" tanyaku. 

   ""Aku bakal nginap dirumah sepupu aku, jadi kamu gak usah khawatir""

   ""Makasih""

   ""Iya sama-sama"" 

     Sungguh beruntung aku memiliki seorang teman seperti Raffa. Sikapnya tak pernah berubah sejak aku mengenal sejak SMP. Mungkin karena didikan dari kedua orang tuanya yang berhasil. 

                                                                      ***

  ""Pagi tante"" sapaku saat menemui Bunda sudah berada di meja makan. Bunda pun sudah mengenal aku karena Raffa waktu SMP sempat mengenalinya bahkan sampai aku di ajak main kerumahnya. 

  ""Pagi sayang, gimana tidurnya nyenyak?""

  ""Nyenyak kok tante. Makasih ya tante sudah berkenan untuk Nasya menginap di sini"" kataku. Aku sangat berhutang budi pada keluarga Raffa. 

  ""Sama-sama. Tante yang harusnya bilang makasih karena kamu sudah menemani tante malam ini."" Aku membalasnya dengan senyuman. 

 Aku melihat sekeliling, tampaknya Raffa belum pulang dari rumah sepupunya. Akupun bertanya kepada bunda ""Oh ya tante, Raffa belum balik kesini ya?""

   ""Mungkin sebentar lagi""

   ""Assalamu'alaikum"" terdengar suara pintu terbuka dan langkah kaki.

   ""Wa'alaikumussalam Warahmatullah,"" jawabku kompak bersama bunda.

   ""Tuh'kan baru aja di omongin udah dateng orangnya"" Raffa mencium punggung tangan bunda. Kemudian arah pandangan Raffa menatapku. 

   ""Oh ya Sya sekarang kamu kerja dimana?"" tanya Raffa tiba-tiba. 

   ""Aku sudah melamar di beberapa perusahaan, tapi aku selalu di tolak, mungkin karena aku belum punya pengalaman,"" jawabku sembari menunduk. 

   ""Gimana kalau kamu kerja di perusahaan ku? Lebih tepatnya perusahaan ayah sih. Aku hanya meneruskan.""

   Sungguh aku tidak kaget jika Raffa menjadi seorang pemimpin di perusahan ayahnya. Sejak SMP Raffa selalu menjadi juara kelas. Dia bahkan bisa menjadi ketua osis. Kalau denganku masuk sepuluh besar pun tidak. Ikut organisasi pun juga tidak. Mungkin usahaku saja yang kurang. Dan andai saja jika waktu itu aku lebih giat lagi belajar. Aku mungkin tidak seperti sekarang. Tidak punya pekerjaan. Di bandingkan dengan orang yang sudah berhasil. Huft. 

   ""Nggak usah Raf, aku tidak ingin merepotkanmu.""

   ""Sama sekali tidak merepotkan. Aku yakin jika kamu kerja sungguh-sungguh kamu akan sukses, Sya. Intinya kamu jangan menyerah"" kata-kata Raffa sangat meyakinkan bahwa aku bisa. Aku berfikir sejenak, jika ini awalku menuju kesuksesan maka aku bisa apa. Aku sangat membutuhkan pekerjaan saat ini. Tapi jika dilihat kebelakang setiap kali langkah yang aku ambil selalu saja tidak berjalan mulus. Saat aku merasa tidak ada yang bisa kulakukan saat itu juga Allah mengirimkan orang yang meyakinkan untuk melangkah lagi. 

   ""Hey, Sya, bagaimana kamu mau?"" Lambaian tangan Raffa membuyarkan lamunan ku. 

   ""Iya aku mau, Raf""

Akupun siap-siap untuk ke kantor begitu pun dengan Raffa yang langsung pergi ke kamar untuk siap-siap juga. Aku satu mobil dengan Raffa. Sejurus kemudian kami sudah tiba di depan kantor milik Raffa. Langkahku terhenti ketika seseorang menghampiri. 

  ""Hai, Nasya, lo kerja di sini?"" jeda beberapa detik ""Yakin nih, gue rasa lo mau kerja di mana pun lo itu gak akan pernah bisa berkembang apalagi sukses."" Tiara yang menghampiriku. Teman masa SMA. Kenapa cuma dengan kata-kata rasa semangat ku kembali turun. Rasanya begitu sakit ketika mendengar kalimat itu. 

   ""Kenapa? Karena lo memang diciptakan untuk gitu-gitu aja, gak ada perubahan yang bisa lo lakuin, benar'kan? Tiara tersenyum puas. Aku berusaha untuk menguatkan diri agar tidak menangis. 

   ""Memang ada yang salah ketika seseorang melakukan sesuatu terus gagal,hem?"" Raffa angkat bicara. 

   ""Saya pikir orang yang gagal itu orang yang lebih dekat dari kata sukses, jadi anda jangan buat opini kalau orang yang gagal gak bisa buat perubahan terhadap dirinya sendiri""

   ""Kita lihat saja nanti"" setelah mengatakan itu Tiara pergi.

   Raffa melihatku yang sedari tadi diam seribu bahasa ""Believe in yourself, Nasya"" kata Raffa. Kakiku rasanya tidak ingin maju kedepan ataupun mundur. Aku tidak ingin melakukan apapun jika nanti hasilnya akan membuat ku kecewa.Tapi lagi-lagi Raffa meyakinkanku. Aku harus bagaimana?

  “Jangan mendengarkan omongan orang lain yang membuat kamu berhenti untuk melangkah”

“Tapi Raf yang dibilang sama Tiara benar. Sejak SMP usahaku untuk bisa mendapatkan nilai bagus selalu saja tidak berhasil. Bagaimana dengan pekerjaan ini jika tidak ada hasil nantinya” Air mataku tak dapat kubendung lagi, ku biarkan lolos begitu saja.

“Sya aku percaya sama kamu. Aku yakin kamu bisa sukses nantinya setelah kegagalan yang kamu lewatkan. Percayalah Allah tidak akan membebani hambanya di luar batas kemampuan hambanya.” Air mataku turun semakin deras. Betapa bodohnya aku tidak percaya bahwa yang terjadi di alur kehidupan seseorang sudah di skenario paling terbaik oleh Allah. Oke. Aku mulai bersemangat lagi dan akan mulai kerja di kantor Raffa. Raffa memperkenalkan aku dengan semua karyawan dan dia meminta salah satu karyawannya untuk membimbing aku selama masa awal kerja. 

       Hari demi hari telah kulewatkan dengan hati senang. Setiap ada kesulitan di kantor ada saja orang baik yang dengan senang hati membantu. Enam bulan telah berlalu. Aku sudah mempunyai penghasilan yang cukup. Dari semua yang kualami, aku belajar bahwa sekali kamu gagal dalam melangkah itu tidak apa-apa. Yang harus kamu lakuin yaitu terus melangkah. Jangan dengarkan orang mau bilang apa tentang kamu. Setelah tabunganku sudah cuku akuakan membuka usaha. Aku juga mau bilang terimakasih untuk Raffa. Dia adalah orang yang selalu menguatkanku disaat aku mulai down. Dan teruntuk kamu yang sedang berjuang aku mau bilang Believe in Yourself. 

                                  

                                                                  Tamat

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.