Asmaradahana yang Padam” - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "“Asmaradahana yang Padam”


Aku termangu.

Dama yang katamu litani, berakhir tirani.

Kau mengarik jiwa hingga curna, saking eratnya.


“Ateret!”

Cih! Logika yang bestari pun begitu cempala.

Sibuk mencuca hati yang kini lebih pahit dari kahwa.

Tak tahu dia rasanya kala candrasa menusuk jantung dengan anggara,

Sampai biut dibuatnya.


“Inikah asnad renjana kalismu?” ucapku kala itu ditemani cua yang menggila.

“Hanya sebentar. Aku akan mengugemi janjiku.”

Omong kosong! 

Nyatanya afsunmu tertebar layak atraktan yang jeraus.

Menggaet tiap sahmura yang menatapmu bulur.


Aku cacil, tak akan siap dengan anca.

Lagipula, asmaradahana untukmu telah padam.






“Pilon”


Netraku nyalang, menyerbu tiap aksara keriting.

Kepulan asap melubangi tiap sela jemala.

Membuat tiap saraf berdenyut menggila.

Sampai mengosongkan isi lambung, tandas tak tersisa.


Aku tahu ini hal baru.

Aksara yang tak masyhur di kalangan penghuni memoriku.

Manusia lain terlalu cerabih, hingga cuaku biut.


Tetapi, biarlah.

Toh, semangatku tak lanjar.

Kepompong memang masih berbolot.

Tunggu saja saat ia lepas menjadi kupu-kupu.






“Kembalilah”


Lihat, luka kembali tertoreh di hatimu.

Ia yang kau tahtakan, ia yang kau nabankan, merobek hatimu dengan buasnya.

Lantas bagaimana ceritanya kau taruh ia pada tempat yang sejatinya tak lagi utuh itu?


“Aku menjadikannya perban agar yang hancur kembali utuh,”

Belamu dengan lelehan air asin di pipi.

Aku menggeleng tak percaya.

Segila itu kau dalam buana hibat,

Hingga pelaku luka kau jadikan obat.


Sadarlah!

Afsunmu di matanya telah lanjar,

Tak lagi dikara apalagi amerta.

Yang tersisa hanya dingin tanganmu terbanjur dosa.


Bersujudlah!

Sungkurkan jiwamu di hadapan-Nya.

Lukamu kini tanda Dia masih simpati.

Jika tidak, Dia tak mau repot menghapus dosamu melalui sedih yang kau ciptakan sendiri.

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.