KASIH SAYANG SEORANG IBU DAN SELALU SAYANGILAH IBU - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


 "KASIH SAYANG SEORANG IBU DAN SELALU SAYANGILAH IBU


Aku adalah Denis, aku anak terakhir dari 4 bersaudara. Aku sama sekali tidak merasa jadi anak yang manja atau anak yang selalu minta diperhatikan sama ortu apalagi sama orang lain. Karna aku adalah anak yang diajarkan oleh Ibu untuk selalu kuat, mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Kalau bisa apa-apa harus sendiri, tetapi perlu pembaca ketahui, aku kadang suka malas untuk beberes rumah, bersih-bersih halaman atau sekedar nyuci piring. Dan secara tidak langsung semuanya aku andalkan pada kaka atau pada Ibu.


Waktu pukul jam 16:15 WIB seperti biasa aku dan teman-temanku berkumpul menuju sebuah lapangan yang berada dihalaman kecamatan untuk sekedar bermain bola. Karna sebelumnya pun waktu siang kami sudah bermain layang-layang tepatnya disawah tetapi bermain bola adalah sesuatu yang sudah dijadwalkan setiap sore sehabis ashar. Tak kenal lelah untuk bermain yang terpenting pada masa itu fikiranku tak lain dan tak bukan ialah hanya untuk menyenangkan diri sendiri, membuat kebahagiaan sendiri.


Kami bermain sangat antusias, ceria dan tertawa lepas. Dalam benak kami ini adalah permainan favorite jika ditanya sama guru ataupun tetangga mengenai hobi, dengan serempak kami menjawab 'football' karena sebagai satu-satunya olga yang banyak diminati para kalangan bocil, muda maupun tua. Mungkin pada saat inilah masa-masa yang sulit untuk dikembalikan dan hanya bisa untuk mengenang. Masa dimana tidak terlalu memikirkan sesuatu lain yang ada hanya bermain.


Sang surya pun sudah menenggelamkan dirinya, berubah warna kemerahan untuk kemudian gelap memunculkan diri. Karena dirasa waktu bermain sudah cukup kami memutuskan untuk pulang kembali kerumah masing-masing dan akan dilanjut nanti setelah maghrib. Badan basah karena keringat, wajah hitam-merah karna cape, nafas ngos-ngosan tak beraturan itulah yg terjadi setelah selesai bermain bola yang cukup melelahkan ini. Aku terpisah jalan dengan teman-teman, hingga aku sendirian untuk menuju jalan pulang.


Aku sudah sampai, suasana yang tenang membuatku santai sejenak duduk bersandar pada tiang penyangga didepan teras rumah, sembari menghembuskan nafas tanda menikmati hidup ini atas karunia dari Allah SWT. Sungguh Tuhan maha baik atas segala pemberian-Nya pada hamba-hamba-Nya. Masih bisa menghirup udara dengan gratis, semua organ tubuh yang masih utuh. Dan nikmat-nikmat yang lainya. Terimakasih ya Allah.


""Eh ibu udah datang, bu aku minta uang dong mau beli minuman, haus nih"" ujarku dengan nada tak berdosa.


""Duit!? Duit siapa!?"" Jawabnya


Aku seketika kaget dengan ucapanya yang seakan langsung merangsek masuk ke relung hati, mengorek-ngorek gendang telinga, merobek kedalam jiwa. Kata-kata yang secara tiba-tiba melemaskan tulang belulang, melunakan daging dan melayukan mata. 


Ibu berjalan masuk kedalam rumah mengelilingi sekitar, memperhatikan keadaan rumah yang berantakan. Cucian piring yang  menumpuk, sampah dibelakang rumah yang berserakan, banyak kotoran ayam dan burung yang belum dibersihkan, ruang tamu banyak debu dan pasir, halaman teras yang juga belum disapu. 


Ibu hanya menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkanya, tanda Ibu sedang sabar dan menahan amarah. 

Sekali lagi aku bilang ""bu, aku haus minta uang jajan"" kataku dengan wajah memelas

Dengan nada marah Ibu bilang ""kamu yah, Ibu baru pulang kerja, kamu hanya maiiin sajah, rumah gak diberesin, main dari siang sampe sore gak inget waktu""  


Aku hanya diam...


""Ibu cape, habis pulang kerja lihat keadaan rumah berantakan seperti gak keurus, seperti gak ada orang, ditambah kamu minta uang, ibu kesel. Ibu lagi gak ada uang!?"" sambungnya


Aku masih diam, mendengarkan semua omelanya


""Sekarang kamu dengan enaknya minta uang!? 


Aku diam sembari menunduk..


""Lebih baik kamu pergi dari sini!""


Kali ini aku mendongakan wajah seakan tak percaya pada ucapanya, matakau mulai berkaca-kaca.


""Pergi!!!"" Ucapnya


""Pergi kamu dari sini, cepet sana pergi!!!"" Bentaknya berkali-kali


""Pergi!!!"" Ucapnya Sekali lagi


Aku tak kuasa untuk meneteskan air mata, tak bisa membendungnya apalagi menahan untuk terlihat kuat dan baik-baik saja. Sungguh aku tidak bisa. Dan wajar saja karena aku masih anak-anak mental masih lunak, masih belum untuk berfikir jernih, tidak ada tindakan yang inisiatif. Semuanya aku masih belum bisa apa-apa untuk tidak membuat Ibu semarah ini. Aku hanya bisa menangis tak ada lagi sesuatu yang kulakukan selain ini.


Aku berlari menjauh dari ibu, air mata yang seakan tak ada habisnya, hingga tak percaya dengan semuanya. Sambil terus berlari, dan seketika aku berhenti didepan warung tetangga, sambil merogoh saku ada uang Rp. 500 kubelikan jajan untuk mengganjal perutku yg mulai keroncongan, rasa haus yang menyelimuti tenggorokanku tadi sudah sirna berubah menjadi air mata. Berjalan lagi menuju belakang rumah saudara tepatnya disamping sumur karena disitu tempat yang aman untuk sementara bersembunyi. Dengan keadaan duduk, wajah menunduk dilutut, ditutupi oleh tangan sambil terus sesenggukan. Jikalau mengingat perkataan tadi seolah duniaku hancur seketika. 


Awan hitam mulai bergulung-gulung berjalan pelan menutupi senja sore hari, cuaca cerah berubah perlahan jadi gelap, tiba-tiba ada tetesan dari langit, ini air Tuhan. Petir mulai menyambar mengilatkan sinarnya. Gerimis mulai turun beraturan dan secara cepat berubah jadi hujan dibarengi angin yang menerpa dedaunan. Kilat-kilat itu saling menyambar bertabrakan suaranya  yang menggelegar tanda ini kekuasaan Tuhan. Sementara aku masih meringkuk dalam kesedihan. Hingga tidak bisa lagi membedakan mana air yg turun dari langit dan mana air yang menetes dari mata. 


Sungguh ini seperti tersamabar petir mendadak, hujan ditengah terik matahari, ombak yang tak menepi dan air laut yang seketika surut. Aku masih gak menyangka mengingat kejadian tadi yang dialami, seorang Ibu yang selalu aku sayangi dengan teganya mengeluarkan kata-kata yang seharusnya tak diucapkan dengan bentakan. Semuanya seperti hancur harapanku, remuk duniaku, buntu jalanku. Banyak bisikan setan-setan terkutuk untuk aku mengakhiri hidup entah dengan gantung diri atau menceburkan diri dalam sumur. Bahkan setan itu mulai merasuki fikiranku dan untuk seketika mempengaruhiku yang hampir putus asa, bahwa ""Tuhan itu tidak adil"".


""Tuhan mengapa aku sesedih ini dalam menjalani kehidupan yang seharusnya diwarnai keceriaan, mengapa aku diberi cobaan yang melewati batas kewajaran, mengapa engkau memberiku ujian yang aku sendiri pun belum siap tuk menjalankanya, Tuhan.. mengapa engkau tidak adil"" ucapku dalam hati


Tetapi sesegera mungkin aku singkirkan fikiran kerdil semacam itu. Juga berusaha berfikir positif bahwa Allah akan memberiku kebahagiaan dikemudian hari, memberi petunjuk atas masalah ini juga aku selalu berusaha berfikir yang baik-baik karena nantinya pun insyaallah hasilnya akan berbuah baik.


Sebab akupun selalu percaya bahwa Allah maha kuasa, Dia selalu melihat hambanya yang bersujud, mendengar hambanya yang berdoa, dan Dia maha adil atas segala perkara yang dialami oleh hamba-hamba-Nya. Alam semesta yang luas saja dengan mudahnya diatur, diurus dan dipelihara apalagi masalah urusan kita yang kecil tak ada apa-apanya bagi Allah SWT. 


Ibu... Engkau adalah orangtua yang baik sekaligus guru dan bisa juga disebut WALI TANPA NAMA TANPA GELAR karena engkau yang merawat dan membesarkanku sampai sekarang, mengajariku dalam banyak hal, menasehati juga tak jarang memberikan banyak wejangan tentang spiritual dan religion dan juga mengenai kehidupan bermasyarakat. Tidak mungkin atau bisa jadi tidak sengaja karna reflek, kecapean sehingga Ibu berbicara seperti itu. Aku mafhum dengan semua kata-katamu bu.


Sementara suara adzan berkumandang dari musholla yang berada tak jauh dari kampungku, air hujan masih deras-derasnya menjatuhkanya ketanah, angin berseliweran dan cuaca dingin mulai terasa oleh kulitku, aku menggigil kedinginan. Tak ada selimut yang menghangatkan tubuhku atau tak ada lagi pelukan tulus dari sang Ibu yang mampu mendamaikan hati. Karena terlalu lama meringkuk dibelakang rumah saudara tidak tau harus kemana yang terpenting saat ini yang aku lakukan adalah menjauh dari kampung ini tetapi aku tidak menjauh dari Ibu. 


Karena ridha Allah terletak pada Ridha Ibu, murka Allah terletak pada Murka Ibu. Bagaimanapun situasi dan kondisinya saat ini aku masih merasakan kasih sayang yang diberikan dengan tulus untuk anak-anaknya termasuk aku. Juga bagaimanapun keadaanya sekarang aku akan tetap selalu menyayanginya sampai kapanpun. Sebab tanpa Ibu aku tidak ada, tanpa ridha Ibu aku tidak bisa apa-apa. Sebenarnya permasalahan seperti ini baru aku alami sehingga sedikit agak kaget dan shock, tetapi tidak mengapa dengan seperti ini aku bisa mengambil hal positif yang bisa dijadikan pelajaran dikemudian hari yaitu untuk menumbuhkembangkan pemikiran yang masih sempit dalam memandang suatu masalah, mendewasakan sikap tutur kata dan perilaku, juga menguatkan mental yang baru saja dibentuk.


Maafkan aku bu, aku hanya butuh waktu sendiri dan menenangkan jiwa raga sekaligus hati yang baru saja serasa remuk dibanting. Entah bagaimana nanti kondisiku masih sehat kuat atau malah sakit karna hipotermia. Aku memutuskan untuk segera pergi dari tempat ini tak ada pilihan lain, basah dipipi tak henti-hentinya mengalir ditambah air hujan yang sudah bercampur. Perjalanan ini sudah ku langkahkan kakiku untuk menuju jalan raya, yang kebetulan listrik sedang padam hanya menyisakan lampu dari sorotan kendaraan, dan kilatan cahaya petir yang sekilas menyambar dari kejauhan.


Terus saja berjalan menyusuri tanah beton ini, tak ada sesiapa hanya aku sendiri. Sekelebat petir menyambar memunculkan cahayanya, lampu rumah penduduk yang berubah jadi bersumber dari lilin dan petromaks, juga sekilas laju kendaraan yang lewat, hujan belum reda, masih seperti semula. Gelap jalan ini sama halnya dengan hidupku yang seakan tak bercahaya. 


""Eh itu denis"" ucap salah satu teman yang kebetulan sedang memperbaiki gang gapura yang terbuat dari kayu bersama teman-teman yang lainya.


""Pegang dia"" timpal teman lainya


Seketika aku langsung dikejar oleh mereka dan dengan cepat mereka berhasil menangkapku, aku meronta-ronta menolak untuk ditangkap juga aku memberontak tanda tak setuju. Tapi apalah dayaku jelas mereka lebih kuat karena rombongan sedangkan aku hanyalah bocil yang tak bertenaga. Disatu sisi aku masih memberontak meminta untuk dilepaskan tak ingin kembali lagi kerumah apalagi untuk bertemu Ibu, tapi disisi lain aku tak bisa apa-apa untuk melawanya atau kabur dari mereka. Jadi buat apa? Toh Ibu juga tidak mencariku kan? 

Apa dia masih marah padaku? Entahlah


""Gak mau.. lepaskan aku.. lepaskan!!?"" Kataku


Tiba-tiba seorang paman langsung merangkulku dan memeluk tubuhku yang basah kuyup karna sedari tadi hujan-hujanan. Sembari terus menyadarkan. 


""Diam denis, tenang.. tenang!?"" 

Aku masih memberontak meminta dilepaskan


""Tenang heyy, tenang.. kita pulang yah""


Aku mulai sedikit tenang dan mengikuti arahanya untuk berjalan kembali pulang kerumah, dengan nada deg-degan, nafas yang gak beraturan, masih dalam keadaan nangis bahkan sampai sesenggukan. Apakah setibanya aku dirumah Ibu akan tambah memarahiku? Fikiran seperti itu terus saja bermunculan dibenaku.


Masih dalam keadaan dirangkul oleh paman sesekali dia terus menasehatiku, menenangkan jiwaku. Hingga akhirnya dia berkata pada kalimat terakhir yang berbunyi : ""kamu itu mau kemana? Yang nurut sama Ibu, kasihan dia sudah tua ditambah bapak sudah nggak ada, kalau ada apa-apa sama Ibu gimana? Terus nanti kamu sama siapa?""  


Sontak aku kaget dengan nasehatnya yang arif nan dewasa itu yang langsung menembus kedalam hati sekaligus menyadarkanku akan berharganya Ibu bagi kehidupanku juga pentingnya berbakti pada orangtua. Kalimat itu seolah kembalinya roh yang sempat menghilang, fikiran yang seketika dibukakan dan pemikiran yang diluaskan. Aku berjalan ditengah gelapnya listrik padam yang dimana aku harus tau arah juga harus sampai tujuan. Masih dalam keadaan sesenggukan, perasaan khawatir jelas masih ada, dan hujan pun sudah mulai reda menandakan tenangnya hati dan jiwa.


Sesampainya depan teras rumah paman langsung mengetuk-ngetuk pintu memanggil Ibu bahwa aku sudah kembali dibawa pulang. Pintu dibukakan oleh kaka tanpa berbasa-basi lagi aku disuruh mandi, ganti pakaian dan habis itu makan. Paman dan teman-teman yang lain berbalik arah mereka langsung pulang. 


***


Sang Ibu baru pulang dari kerja, Ibu itu sepertinya cape fisik dan batin, melihat keadaan rumah yang berantakan ditambah si Denis dengan entengnya langsung meminta uang sehingga membuat sang Ibu kesal dan spontan langsung membentak Denis. Pada akhirnya si Ibu yang membersihkan semuanya termasuk menyuci piring, nyuci pakaian  anak-anaknya, merapihkan perabotan, menyapu halaman depan-belakang rumah, membuang sampah. Masak nasi. juga mencarikan lauk buat makan malam nanti


Sore itu mulai mendung awan hitam berjalan pelan menyusuri udara bebas. Geledek yang seketika menyambar-nyambar suaranya yang menggelegar. Petir mulai menyalakan sinarnya. Setelah pekerjaan rumah semua beres sang Ibu memutuskan untuk mencari Denis, ke rumah uwa(kaka dari ibu), kerumah nenek, rumah saudara dan menanyakan semua pada teman-temanya Denis dan mereka semua serempak menjawab tidak tahu. Air hujan langsung seketika jatuh kebumi dan si Ibu untuk sementara pulang dulu kerumah akan dilanjut nanti setelah hujan reda.


""Kamu kemana nak... Kesana kemari Ibu mencari kamu, semoga kamu baik-baik saja, selalu dalam lindungan Allah SWT, Ibu selalu mendoakan yang terbaik buat anak-anak Ibu, jangan lama-lama diluar nak, diluar hujan deras, pulanglah maafin Ibu.."" 


Adza maghrib sudah berkumandang, sang Ibu langsung mengambil air wudhu untuk kemudian melaksanakan sholat maghrib sembari berdoa demi kebaikan anak-anaknya juga tak lupa untuk kepulangan si Denis anak terakhirnya. Selepas Sholat dan berdzikir lalu sang Ibu menadahkan tanganya meminta pada Allah SWT dan mendongakan wajahnya seolah sedang berbincang dan memohon pada Tuhanya.. ""Ya Allah ampunilah dosa-dosaku juga dosa anak-anaku, lindungilah kami semua dari marabahaya dan malapetaka dimanapun dan kapanpun kami berada, berkahilah setiap langkahku dalam menafkahi anak-anaku, panjangkanlah umurku untuk kelak nanti bisa menggendong cucu. Ya Allah hamba memohon padamu untuk melindungi Denis, pulangkan dia kerumah yaallah, ampuni hamba atas segala ucapan yang keluar dari mulut hamba sehingga membuat Denis marah dan pergi. Yaallah semoga engkau mengabulkan semua doa-doa hamba, aamiin aamiin ya robbal'aalamiin"" begitulah doa dari sang Ibu yang tulus untuk anak-anaknya


Listrik penduduk padam, rumah-rumah tetangga hanya terlihat cahaya dari lilin. jelas ini mengganggu pandangan si Ibu dalam mencari anaknya. Sementara hujan pun dirasa belum reda. Sang Ibu memaksakan diri mengambil payung lalu keluar rumah mencari sendiri dan menanyakan pada orang sekitar. Mereka tidak ada yang tahu tentang keberadaanya. Lalu sang Ibu kembali lagi kerumah saudara menanyakan lagi apakah Denis ada disitu, dan ternyata dia belum pulang-pulang juga. Sang Ibu diselimuti rasa bersalahnya telah membentak dan memarahi anak kesayanganya. Sembari mencari-cari sang Ibu ternyata selalu menangisi anaknya. Sungguh kasih sayang yang luar biasa dari sang Ibu. 


""Kamu kemana nak.. pulanglah nak.. kemana lagi ibu harus mencari kamu, ini hujan deras.. listrik padam gelap gulita tak ada cahaya, Ibu bingung harus kemana.. Ibu merasa berdosa jika kamu ada apa-apa disana, dan sangat menyesali untuk waktu yang lama. Yaallah ampuni hamba yaallah, aku pengen Denis balik,"" doa sang Ibu memang selalu menyertai anak-anaknya.


Dengan wajah setengah putus asa si Ibu kembali lagi kerumah dengan lemas dan lesu juga tak luput selalu berdoa memohon ampun pada-Nya. Ibu itu terduduk lesu dikamarnya, sayu matanya. 

Seketika terdengar suara ketukan pintu dari luar kaka Denis yang membukanya, si Ibu pun mengabaikanya karena dikira gak terlalu penting juga. Lalu si kaka menyuruh Denis untuk segera mandi, berganti pakaian dan habis itu langsung makan. Karena pasti tahu si Denis kedinginan sekaligus kelaparan. Setelah semuanya selesai Denis duduk dikursi, lalu sang Ibu pun keluar dari kamarnya. Sontak kaget, ""Denis..."" Ucapnya.


Dengan mata berkaca-kaca si Ibu lalu berkata ""Alhamdulillah gusti.. Denis kamu dari mana nak? Kamu jangan marah yah sama Ibu, maafin Ibu nak telah membentak kamu, memarahi juga mengusir kamu. Ibu diselimuti rasa kesal sementara sehingga mengeluarkan kata-kata seperti itu, harusnya kamu diem jangan langsung pergi begitu saja, itu semua Ibu reflek karena efek cape, gak sengaja nak.."" 


""Waktu itu Ibu sedang dalam cape-capenya ingin segera istirahat, pas nyampe rumah ternyata berantakan tak karuan, ditambah kamu minta uang, percayalah nak itu hanya kesal sesaat Ibu tidak mungkin sungguhan memarahimu juga setelah kamu langsung pergi Ibu merasa bersalah padamu nak atas semua ucapan Ibu.. tolong maafin Ibu."" Sambungnya.


""Ibu mencari kamu kemana-mana gak ketemu, nanya sama temen-temen kamu juga gak pada tahu, Ibu khawatir sama kamu. Ibu menangis sepanjang ini. Gatau harus menemukan kamu dimana lagi, kamu jangan pernah membenci Ibu yah nak...kamu maafin Ibu kan?"" Tambahnya.


Sedari tadi Denis hanya diam dan menunduk mendengarkan semua omongan dari si Ibu, ternyata tanpa disadari air mata Denis menetes dengan deras terharu dengan sikap sang Ibu yang dengan keadaan seperti ini pun tak henti-hentinya mendoakan juga meminta maaf duluan. Lalu dijawab oleh Denis ""iyah bu, Denis maafin, maafin Denis juga yah bu, atas semua kesalahan Denis juga kemalasan Denis."" Jawabnya.


Ruangan gelap itu lengang beberapa detik, tak lupa juga si Ibu meminta maaf pada kaka-kakanya jika selama ini belum bisa menjadi Ibu yang baik buat anak-anaknya. Karena sedari tadi pun semua kaka berkumpul dan mendengarkan semua omongan dari sang Ibu. Suasana haru pun menyelimuti seisi keluarga. Padahal jasa Ibu itu sangat luar biasa, tidak bisa disebutkan karena saking tak terhingganya. Yah itulah kerendah hatian dari sang Ibu meskipun dia sudah melakukan banyak perjuangan demi anak-anaknya tetapi dia masih bilang ""belum bisa jadi Ibu yang baik"" itu artinya sang Ibu merasa belum sempurna dalam merawat anak meskipun dalam realitanya Ibu itu sudah segalanya, mahluk paling berpengaruh didunia maupun dialam pasca kehidupan. 


Indahnya hidup ini jika kita saling memafkan, introspeksi diri atas semua kesalahan, jangan melihat dari satu sisi tapi lihatlah dari berbagai sisi yang harus dijelajahi secara detail dan terperinci. 


Sayangilah ortu kalian sebagai mana mereka telah merawat kalian sewaktu kecil, jangan bentak mereka. Bantulah pekerjaan rumahnya, buat mereka bahagia entah dengan prestasi, atau tindakan yang luhur, dan adab yang diterapkan. Jika masih belum bisa memberikan apa-apa setidaknya jangan membuat mereka sakit hati dan kecewa. Karena jangan sampai kepergian yang akan menjelaskan semuanya.


Ingatlah hadits ini:


RIDHOOLLAAHI FII RIDHOOLWAALIDAIN

WA SAKHOTHULLAAHI FII SAKHOTHILWALIDAIN


“Ridha Allah ada pada ridha kedua orang tua dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan kedua orang tua”


(HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban, Hakim)




Jum'at 15 Oktober 2021

Sodikin"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.