Biarkan - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


Biarkan


Biarkan aku bersua

Dengan senja yang penuh lara

Dituliskannya luka luka lama

Yang entah kapan keberadaannya


Biarkan aku mengadu

Pada hujan yang berderu

Didengarkannya rintik rintik rindu

Yang mengalun tanpa temu


Biarkan aku menangis

Pada karang yang terkikis

Dilihatkannya deburan tragis

Yang menepis mimpi mimpi manis



     Tasikmalaya, 22 Oktober 2021



Pendosa yang merindu


Telah lama kunantikan engkau

Hadir diantara gelapnya nabastala

Mengkelabui mega mega yang tak memiliki makna

Bagi kelamnya hidup sang pendosa


Mega mega kian menghitam

Pohon pohon sibuk diterpa angin malam

Pun begitu dengan seorang insan

Kalbunya remuk, hancur, diterpa penyesalan


Ku kira, perkataan orang orang hanya sebatas elegi saja

Atau badut bagi para penguasa buana

Atau alur bagi jalannya cerita dari negri antah berantah yang entah, akupun tak mengerti dan tak ingin mengerti


Ternyata, aku terpedanya olehnya

Terbuai dalam kenistaan

Tertipu dalam kepalsuan

Terpenjara dalam kealpaan

Tertikam dalam kebodohan


Aku tak lebih dari binatang jalang

Yang hidup dipersimpangan jalan

Bahkan sekelas binatang pun 

Tak pantas kau sebutnya


Aku tak jauh dari kupu kupu malam

Yang hinggap diatas sampah dan kotoran

Keberadaannya tak ada yang inginkan

Bahakan oleh sang pengepul sekalian


Aku mengerang, kesulitan, kesakitan

Menopang diri diatas keputusasaan

Tak sudikah engkau dewi malam?

Beri ku arti setitik cahaya surga 

walau barang sekejap saja


Tuhan, kala angin jadi asap, asap jadi awan, awan jadi hujan, peluklah aku, sebab, kala itu aku tengah merindu.


Tasikmalaya, 21 Oktober 2021


Sajak yang membeci makna


Diatas kertas putih jemariku menari

Saling berbisik dan mengomentari

Ia datang lalu pergi

Menorehkan perih dalam sanubari


Lantas, pantaskah ku teruskan sajak ini?

Asmamu, tersirat indah dalam bait nadiku

Bicaramu, mengalun merdu dalam larik nafasku

Dan peradabanmu tersusun rapi dalam setiap manik manik sajakku



Seketika, aksaraku tak lagi menyiratkan makna

Hurup hurupnya bungkam, tak saling sapa

Tak ada kata

Tak ada frasa

Diksi pun kian sirna, sebab bahasa telah tiada


Pergilah!

Tak usah kau singgahi lagi sajakku ini

Penaku sudah tak sudi torehkan rupamu lagi

Bukankah kita hanya sepenggal kisah?

Yang sekarat sebelum tamat

Dan usai sebelum selesai.




Tasikmalaya, 22 Oktober 2021

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.