Bermuka Dua - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


 Bermuka Dua 

© AMS


Aku duduk di antara teman-temanku. Rasanya cukup lega bisa melepas penatku bersama mereka. Obrolan kami mengalir begitu saja layaknya air sungai yang mengalir dari hulu ke hilir. Pun berpindah-pindah dari topik satu ke topik lainnya bagai tupai yang melompat-lompat. 


Ada kalanya aku bercerita, ada kalanya aku terdiam kesal mendengar cerita temanku tentang keluhannya, ada kalanya aku tertawa keras-keras mendengar lelucon mereka. Aku, begitu penuh ekspresi. 


Binar mataku rasanya tak pernah meredup. Bahkan bintang di atas sana pun kalah terang oleh binar mataku sekarang. Tawaku rasanya begitu hangat, mengalahkan sinar mentari yang terbit saat fajar. 


Aku melihat jam tangan di pergelangan tanganku, menunjukkan pukul 8 malam. Ah, ini malam minggu, jadi kurasa tak ada salahnya berkumpul lebih lama. Menghabiskan waktu yang berputar begitu cepat, tak mau berhenti walau sebentar. 


Sampai setelahnya, salah satu dari kami berkata, 


""Pulang yuk! Udah malem, takut dicariin,"" begitu katanya yang dibalas dengan anggukan setuju oleh teman yang lain. 


Aku ikut bangkit dari dudukku. Melambaikan tangan tanda berpamitan dengan mereka semua. 


""Sampai ketemu lagi!"" ucapku sembari tersenyum. 


Aku berbalik, dengan berat hati melangkahkan kakiku kembali ke rumah. Senyum yang tadi aku tampakkan, hilang entah kemana. Napasku rasanya kembali terenggut. Sesak. Tapi tak apa, aku pasti bisa. 


Aku membuka pintu rumah, menghela napas pelan. Tak lupa mengucap salam agar orang rumah tahu, bahwa aku sudah pulang. 


Suara tawa itu terdengar lagi. Entah mengapa aku begitu membenci suara tawa yang kudengar. Iri? Mungkin. Tidak, aku tidak boleh iri. Aku menggeleng keras-keras. 


Meskipun aku sudah pulang, rumah ini rasanya bukan tempat ternyaman. Rumah paling nyamanku sudah pulang ke pangkuan Tuhan. 


Tujuanku sekarang hanyalah kamar. Kamar itu gelap karena lampunya sengaja aku matikan. Entahlah, rasanya lebih nyaman berada di kamar gelap sendirian. 


Aku menutup rapat-rapat pintu kamarku. Supaya tidak ada siapapun yang tahu kalau aku sedang membuka topengku. Jangan, jangan sampai ada yang tahu. 


Aku duduk di depan meja rias, memandang diriku di cermin sana. Ajaib. Aku terlihat begitu baik-baik saja. Kurasa, topengku ini lagi-lagi berhasil dan tiada duanya. 


Aku mulai menghapus make-up ku, memperlihatkan mata sembab dengan kantung mata hitam disana. Saat aku menghapus lipstik-ku, bibir pucat itu pada akhirnya muncul ke permuukaan. Ah, sekarang aku terlihat seperti mayat hidup. Aku terkekeh. 


Lemari coklat itu aku buka. Netraku tertuju pada salah satu baju lengan pendek di sana. Aku mengambilnya. Mengganti kemeja lengan panjangku dengan baju lengan pendek tadi. Oh tidak, guratan merah yang masih basah itu terlihat pada lengan kiriku. Aku lagi-lagi terkekeh. 


""Tidak apa-apa, kamu sudah bekerja keras hari ini,"" ucapku pada diri sendiri. 


Hahaha dasar palsu!"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.