Sajak Sebelum Senja

 





Cover buku


Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Lombaterupdate x Infolombapuisi Deadline 14 Oktober. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Selembut Salju"


Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "              Sajak Sebelum Senja


Masih saja kita, Enggan bertanya siapa mengenai apa Atau tentang bagaimana dan dimana


Ketika kutemui diri muram, lapuk larut dalam kecubung kerinduan sebelum datang senja.


Dan kutemukan dari arah langit timur, kerumunan seperti sejenis burung burung hitam


Yang Nampak hijrah sebab silih bergantinya musim


Disela sela suara keramaian muda mudi menyambut malam,


Menghilir mudik kerumah perasingan menuju kelam.


Kudengar suara tuhan diperdengarkan


Keluar nyaring dari arah mercusuar tinggi dari barat


Ku sapu pandang, kutemukan sumber suara itu penuh sarat


Hingga saat kudengar, kuberi ia sedikit jeda dalam dalam


Bersama makna yang masuk ke dalam lorong lorong pertokoan, perumahan dan segenap pemukiman 


Hingga ia merubahnya menjadi makna makna, yang kemudian tersapu kegelapan, kegelapan.


Ya, makna makna yang tersapu kepentingan.


Seperti kata Sitok Srengenge: 'Ada banyak Nisan Kesepian'


Ah'


Ternyata aku ini, asap 


Ternyata aku ini, kering


Ternyata aku ini, keriput 


Dan 


Ternyata aku ini, Galau


Oleh karena aku ini asap, ingin sesekali kau jauhkan aku dari pengap


Oleh karena aku ini kering, ingin sekali saja kau tuangkan sedikit air bening


Oleh karena aku ini keriput, berharap kau oles mukaku dengan obat pengawet pesona


Dan oleh karena aku ini Galau, maka jauhkanlah aku dari risau.


Masih saja kira, kita enggan bertanya kepada hati yang sunyi


Atau bahkan, kita lupa arah datang dan kapan sunyi bisa kita temui


Disini,


Didalam hati dan jiwa yang teramat tuli


Aku mengasingkan diri disebelah senja berpamit diri


Berharap melepas hati dari kasak kusuk dunia kuharap


Tapi, apanya yang berharap melepas hati dari kasak kusuk duniawi


Diseberang sana masih saja mata kepalaku menyaksikan


Hamudi hamudi berkelahi berebut air comberan


Oleh mataku, aku menyaksikan ibu muda membunuh bayi yang baru dilahirkanya,


Lalu Menghanyutkan kedalam selokan


Oleh mataku, aku menyaksikan para tukang gadai iman 


Berjalan menyusur jalan merampok, merampas, membunuh atas nama kebenaran


Oleh mataku, aku menyaksikan banyak ibu tua menanak nasi hanya dalam mimpi


Oleh mataku, aku menyaksikan dipinggir jalan seorang anak muda menampar pipi ibunya karena berebut sepotong roti yang hampir kering


Oleh mataku, aku menyaksikan seorang perawan menjual kelamin kepada tukang gadai tanah dan rumah


Oleh mataku, aku menyaksikan seorang supir bajai berkata dusta dan sumpah ditengah terik mentari yang menyerapah


Oleh mataku, aku menyaksikan perang saudara selalu tak henti tuk terhelakan.


Oleh mataku, itulah yang aku saksikan dalam bulan bulan dekat ini,


Di bulan sebelum senja berpamit diri.


Entah apa yang kau rasakan.


Aku tak tahu,


Juga tak mau tahu.


Sebab, yang aku tahu dari hari ke hari makin jauh kita mendaki


Semakin jauh jarak hari dan hati


Aku tak tahu,


Juga tak mahu tahu kemana arah hati menemu diri.


Kemana hendak diri menjumpa hati


Atau bahkan, sekedar harap tuhan bersimpati.


Hingga,


Dibawah gelap luang kamarmu aku melolong 


Bercumbu diantara sepi dan bimbang


Serta rasa was was yang menyimpang


Aku berharap, sejak kutulis dan kubaca sajak ini


Aku selalu tergerak, dan bergerak dalam gerakan gerakan pengabdian


Aku berharap, Sejak detik ku tulis dan ku baca sajak ini 


Kita selalu mawas dan menemu diri


Menyemai setiap kerlip kenangan tentang keharibaan


Menyusur tiap rongga romansa atas nama cinta, kemesraan dan kebersamaan


Ya Tuhan,


Disini, Aku menyeka diri


Menghantar diri menuju kelana malamMu


Berserah diri atas diri


Mengakui kekuasaan Mu


Kulayangkan sekilas doa untuk tuan dari segala tuan yang seperti ini bunyinya;


Oh Tuhan....


Jika memang aku comberan, tolong biar orang orang itu basuhkan tangan


Oh Tuhan....


Jika memang aku keset, biarlah mereka meninjak tengkuku yang ruku' membungkuk berharap kamu masuk dalam khusyuk.


Oh Tuhan....


Jika memang aku cuaca, jangan buat mereka salah membaca


Oh Tuhan....


Jika memang aku ini kirik, aku berharap mereka selalu dalam keadaan baik baik


Oh tuhan....


Jika memang aku ini manusia, jangan kau cabut kemanusiaanku sampai di stasiun kota itu


Oh Tuhan,


Aku mewakili para penggemar mu disini, ingin berkoalisi, bermunajat mengharap kebaikan atas bulan ini. Dimana kau haramkan kehalalan yang selama ini kami lalaikan untuk kami syukuri.


Dibulan ini, aku mewakili para pecintamu selaku hamba yang berharap masih senantiasa kau kasihi. Izinkan kami melewati bulan ini, tanpa noda dan hapuslah dosa di hati.



"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.