A

 


Selamat datang kembali di Lintang Indonesia, ini adalah puisi salah satu peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Lombaterbaru x infolombapuisi Deadline 1 Oktober. Puisi ini salah satu dari sekian banyak puisi yang dibukukan ke dalam buku yang berjudul, "Fantasy".

Untuk informasi lengkap lomba ini silakan klik di sini

Cover Buku Fantasy


Selamat menikmati puisi di bawah ini:



 A

Karya : Nayla Putri Pringgodhanie


Tenang, datar, dan dingin 

Seolah disihir laksana lautan yang membeku

Kau berhasil membekukan insan liar

Kau berhasil membekukan harapan


Kau berhasil membekukan janji 

Kau juga berhasil melenyapkan memori

Tuhan melarang datangnya lara untukmu

Tuhan melarang hadirnya luka untukmu


Tuhan tak rela mendatangkan kepedihan yang mendalam untukmu

Kau terlalu lemah untuk mendapatkan semua kepedihan itu 

Tak ingin melihat dirimu larut terlalu lama, Tuhan menghadiahkan kehangatan untukmu

Tuhan mengirimkan pancaran sinar terbaik bumi untukmu


Sinar dan cahaya yang menjadi kekuatan besarmu 

Sinar dan cahaya yang menjadi saksi peleburanmu

Sinar dan cahaya yang mulai detik itu memberi kehangatan untuk hidupmu

Mentari hadir membelah gumpalan yang dingin membeku


Mentari hadir mengubah segalanya darimu

Mentari hadir menghidupkan sesuatu yang baru

Mentari hadir memberimu kehangatan 

Meninggalkan kebekuan sendu


Mentari mengajarkanmu bagaimana caranya tersenyum

Mentari mengiringi indahnya ombakmu

Mentari membimbingmu tertawa

Mentari memberimu indahnya harapan


Dia mengenalkan sesuatu yang asing padamu

Kau mulai tertarik untuk memandangi langit dari bawah

Setiap cahayanya memancar, senyummu hadir

Setiap hangatnya menembus, kau merasa dirimu aman berada di dekatnya


Dia membuat dirimu berubah 

Harapan yang hampir pupus itu kembali bangkit karenanya

Perbedaan itu sungguh terasa nyata

Namun, Tuhan mulai mengirimkan satu per satu lara


Menguji dirimu kembali semula

Kumpulan awan membentuk hati kemudian hadir

Menutupi sebagian wajah Sang Mentari

Hingga akhirnya kau tak terima


Kau meluapkan segala emosimu ke permukaan

Mengeluarkan semua isi lautan dan menghadirkan ombak besar

Perahu-perahu kecil di tengah lautan mulai melenggak-lenggok

Berada di antara dua pilihan 


Runyam

Ketika Sang Mentari hilang, kau membuat badai datang

Badai yang tak kunjung mereda

Meronta-ronta bak seekor ikan di dalam jaring


Angin berembus semakin kencang

Kumpulan awan pembentuk hati itu lantas membesar

Seolah menyembunyikan Sang Mentari dari balik bayangan

Ujian penuh luka turun untuk dirimu yang lemah


Tahukah kau bahwa Sang Mentari hilang karena ulahmu sendiri?

Kau kembali berulah

Tuhan membiarkanmu kembali

Mengamankan Sang Mentari dari bahaya badaimu


Namun Sang Mentari memberontak keluar

Menyelusup ke dalam gelap

Lalu dirinya berteriak menghentikan terjangan badai

Sunyi sesaat … 


Pancaran Sang Mentari kembali hadir

Tanpa izin, Sang Mentari merengkuh tubuhmu

Tubuh yang terlalu lama dingin membeku

Tubuh yang ringkih 


Tubuh yang tak pernah tersentuh oleh siapapun

Mentari merengkuh tubuhmu dengan kehangatan yang luar biasa

Hatimu bergetar saat rasa hangat itu menjalar

Menjalar ke tubuh hingga hatimu yang beku


Pilu …

Semakin dalam perasaan itu hadir untuk Sang Mentari

Semakin dalam pula rasa sakit yang kau rasakan kala itu

Kala tubuhmu beku, matamu sayu, napasmu memberat


Apa lagi ini?!

Ujian tak kunjung berhenti datang menghampiri

Namun Sang Mentari tetap di sisi

Menjadi sayap pengayun hidupmu


Anggun senyumnya membuat terik hatimu hadir

Mengancam sakit untuk segera pergi menggerogotimu

Dia bagaikan separuh napas bagi hidupmu

Sebagian jiwa untukmu


Namun, pada saat itu …

Ketika salju turun, mentari mendatangimu

Dia mengintip melalui celah untuk sekedar memberi senyum padamu

Dia berhasil membuat benih perasaan itu muncul semakin besar


Kau tak sanggup memintanya pergi

Kau tak sanggup hidup tanpanya

Kau tak sanggup tersenyum tanpanya

Kau tak sanggup menikmati lara jika bukan karenanya


Sungguh kala itu

Masa tersulit, terindah, dan termanis yang pernah kau hirup

Kala sedu, sedih, sedan, terluka

Justru ia datang membawa pergi semuanya


Jika bukan karenanya, kau tidak akan pernah menghirup semua keindahan ini

Jika bukan karenanya, tubuh ringkihmu pasti sudah rapuh

Jika bukan karenanya, lukis tentang hidupmu tak akan pernah ada warna

Jika bukan karenanya, tidak akan ada laut yang kembali tenang seperti dulu kala"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.