
Habis Gelap, Terbit Gelap
Dalam liang pusaranya yang lembab
Mata Kartini kini sembab
Sehabis gelap, masih terbit gelap
Perjuangan perempuan belum waktunya lenyap
Jangan terlelap!
Tetap dalam derap
Malam Kartini masih penuh tangis
Mengingat nasib anak-anaknya yang tragis
Terkekang oleh congkaknya patriarki
Terjerat oleh tali-tali diskriminasi
Terlambat untuk emansipasi
Menjadi anak tiri di negeri sendiri
Sukma Kartini masih belum tenang
Melihat anak-anaknya yang sedang berperang
Melawan negara yang masih maklum
Dengan ketidakpastian hukum
Yang seakan menjadi amin
Bagi para penjahat kelamin
Kalbu Kartini masih dirasuk oleh iba
Mendengar jerit anak-anaknya dalam rumah tangga
Menjadi istri yang sering dipukuli
Menjadi istri yang sering diselingkuhi
Menjadi istri tetapi seperti kuli
Menjadi istri tetapi seperti sapi
Dibuat sengsara sampai mati
Biar suami dapat kawin lagi
Perasaan Kartini masih dibelenggu oleh kecewa
Melihat anak-anaknya yang memilih jalan salah
Demi dapat bergaya dan makan
Harus rela bertaruh kesucian di ranjang penginapan
Tubuhnya hanya dihargai dengan beberapa rupiah saja
Bukan lagi dengan cinta yang berlaksa-laksa
Hati Kartini masih teriris pedih
Mengamati perayaan Hari Kartini
Yang ternyata hanya manipulasi
Dengan kata-kata indah yang memenuhi dunia maya
Tanpa ada langkah-langkah subtantif pada dunia nyata
Omong kosong semua!
Kartini kemudian menulis surat di malam hari
Dikirmnya kepada Ibu Pertiwi dan dilantunkan di batas imaji
Tentang perempuan yang akan menang melawan diskriminasi
Tentang perempuan yang punya dedikasi tinggi kepada negeri
Kartini kemudian menulis surat di malam hari
Diterima Ibu Pertiwi dan dilantukannya dalam sunyi
Tentang perempuan yang kokoh berdiri di kaki sendiri
Tentang perempuan yang menemukan kemerdekaanya sendiri
Dalam liang pusaranynya yang lembab
Mata Kartini tetap juga sembab
Sehabis gelap, masih terbit gelap
Perjuangan perempuan belum waktunya ‘tuk lenyap
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.