Kabar Di Waktu Petang - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


KASIH SAYANG TUHAN

BY : AHMAD OKVANI TRI BUDI LAKSONO 


Matahari tampak malu malu melihat dunia, dihadang gerombolan awan seakan mengisyaratkan bahwa hari ini tidak akan baik baik saja. Memang benar hari ini tidak baik baik saja, Sabtu 16 Januari 2021 saya mendapatkan berita kurang menyenangkan. Setelah selesai sarapan saya siap siap bergegas berangkat bekerja. Tapi , kepala outsourching menelpon saya, Pak Shobirin Namanya

"" Maaf mas, kamu istirahat dirumah dulu, karena kamu reaktif covid 19"". Rasanya waktu berhenti tepat saa

 "Kabar Di Waktu Petang

Oleh : Safitri Nurul Inayah


“Ani, kamu lihat jaring bapak? Sore tadi sudah bapak siapkan tapi kok nggak ada?” tanya Pak Jono, Ani yang mendengarnya mulai salah tingkah, ia bukan tipe anak yang mudah untuk berbohong. “emm A-ani nggak tahu pak” jawab Ani gugup. Pak Jono sangat mengenal anak perempuannya itu, ia memang tidak pandai berbohong, jadi pastilah Ani yang menyembunyikan jaring miliknya. 

Bukan amarah yang ditunjukkan oleh Pak Jono melainkan senyuman hangat penuh kasih kepada putrinya tersebut. “Ani, kita sudah bicarakan hal ini bukan? Bapak tidak ada pilihan lagi selain pergi melaut, kebutuhan hidup kita sudah menipis, belum lagi untuk bayar biaya sekolah kamu dan adik-adikmu. Sekarang tolong ambilkan jaring Bapak, sebentar lagi Bapak akan berangkat” ujar Pak Jono.

 “Tapi Pak, cuaca di luar sana sedang tidak bagus, di tengah laut pasti akan terjadi badai Pak, Bapak di rumah saja, kita bisa menjual gorengan untuk biaya hidup, Ani janji akan menghasilkan lebih banyak uang, tapi yang penting Bapak jangan melaut ya, Pak” Ani tetap bersikeras melarang Pak Jono untuk pergi. Baru saja Pak Jono ingin membalas perkataan Ani, namun sebuah teriakan dari luar mengalihkan mereka berdua. 

“Jon, Jon jadi nggak nangkap ikan sekarang?” 

“iya bentar man, kamu duluan saja ke pantai nanti aku susul” jawab Pak Jono pada Paiman temannya. 

“Pak, Ani mohon jangan pergi, cuaca sedang tidak bagus, jika ingin melaut besok saja, lagi pula kalau Ani harus berhenti sekolah dulu tidak apa-apa kok” bujuk Ani. Tanpa terasa air mata mulai berjatuhan dari pelupuk mata Ani. 

Pak Jono segera mengusap lembut bekas air mata itu seraya berkata. “Bapak bekerja itu buat anak-anak Bapak, jadi kalau sampai Ani atau adik-adik Ani berhenti sekolah, Bapak yang akan merasa bersalah. Ani jangan khawatir Bapak sudah cek ramalan cuaca dari BMKG hari ini, Insya Allah aman untuk melaut” 

“Tapi nanti tetap akan ada badai, Ani sudah hafal tanda-tandanya dari Langit dan Laut. Tolong Pak jangan pergi” jawab Ani tidak mau kalah. Air matanya kian mengucur deras. Melihat putrinya menangis seperti itu sungguh membuat hati Pak Jono teriris. Ia mengalihkan pandangannya ke luar, samar-samar ia melihat jaring yang ia cari, ternyata selama ini Ani menyembunyikannya di pojok pagar rumah. Segera Pak Jono menyambar jaring tersebut dan pergi meninggalkan rumah setelah mengucapkan kalimat pamit kepada Ani yang masih menangis tersedu. 

Keesokan harinya, tampak segerombol nelayan teman Pak Jono mendatangi rumah mereka. Ani dibuat bingung karenanya, di dalam hati muncul perasaan cemas ketika melihat mimik wajah dari para orang tua itu. “maaf, ada apa ya Bapak-bapak datang kemari?” tanya Ani yang masih diliputi rasa cemas. 

“Dek Ani, Bapak minta maaf harus menyampaikan hal ini, tapi Bapak kamu diperkirakan sudah meninggal” bagai tersambar petir, tubuh Ani kaku seketika.

 “Ada badai besar yang tiba-tiba muncul saat Bapakmu melaut tadi malam, kami hanya bisa menemukan serpihan kapalnya, sementara untuk jasad Bapakmu dan nelayan lainnya masih belum dapat ditemukan, kamu yang sabar ya dek” tenggorokan Ani terasa tercekat, ia tidak bisa mengeluarkan suara apa pun bahkan suara tangisannya tidak terdengar sama sekali. Berbeda dengan Ani, kedua adik laki-lakinya menangis sejadi jadinya. Kini mereka harus hidup mandiri tanpa orang tua di dunia ini. 

Ani sangat mengenal laut dan langit, mereka adalah teman baik. Meski mereka tidak bisa saling bercakap -cakap namun mereka dapat saling mengerti melalui pertanda. Dan kabar di waktu petang itu adalah salah satunya. Tetapi kematian merupakan rahasia tuhan, tidak bisa dimajukan atau dimundurkan. Yang bisa dilakukan hanya mempersiapkannya. Sementara untuk yang ditinggalkan hanya bisa bersabar serta mendoakan orang yang dicintainya. 



"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.