https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
TELAT
Oleh : Ridwan Cahya Adi Mahmud
Pagi itu seperti biasnya, Mahmud dan Hafid beserta teman-teman santri lainnya beranjak dari masjid pesantren untuk melaksanakan salat duha. Kala santri yang lain tampak santai dan bersua, Mahmud dan Hafid selalu terburu-buru dan bergegas mengganti sarung dan baju takwanya menjadi seragam sekolah. Ya, mereka berdua adalah dua santri yang sekaligus murid yang sedang mengenyam pendidikan SMA. Waktu itu, tidak banyaksantri yang mau dan mampu untukmondok sekaligus bersekolah seperti mereka berdua. Jika ada siswa yang mau,mungkin orang tuanya tidakmampu. Jika orang tua merekamampu, kebanyakan para santri yang tidak mau dan tidakpunya minat. Maklum, ketika mereka ingin mengenyam pendidikan SMA,mereka harus bersekolah di luar pondok pesantren yang jaraknya tidak dekat. Di pesantren hanya adapendidikan formal sampai tsanawiyah saja. Bisa dibilang Mahmud dan Hafid adalah dua santri yang beruntung,karena orang tua mereka masih mampu membiayai dan mereka juga mau untuk menjalani hari-hari yang tentunya sangat melelahkan. Namun,keberuntungan mereka tidakberbanding lurus dengan keberuntungan mendapat izin masuk setiap pagi.
Mahmud dan hafid selalu terburu-buru mengejar waktu.asal seragam sudah terpakai,mereka ambil dan mengenakan sepatu sambil berjalan.sesekali mereka sampai kerepotan merapikan tali sepatunya. Dasi yang masih digenggam,juga terpakai di tengah perjalanan. Setiap harinya,tak banyak yang mereka omongkkan. Mereka lebih banyak focus pada jalan setapak sambil mempercepat langkah dengan napas yang semakin ngos-ngosan. Keadaan dulu, apalagi bagi santri sangat jauh dengan keadaan sekarang. Jangankan untuk ngojek, untukmakan saja,uang benar-benar harus ditata dan diperhitungkan. Jika tidak,maka bukan hanya Senin dan Kamis,namuh hari-hari yang lain juga harus rela berpuasa dan berdamai dengan lapar dan kehausan. Dulu tak seperti sekarang. Jam tangan ataupun HP belum pantas dimiliki kalangan santri ataupun siswa. Paling-paling sekelas kepala desa dan kepala sekolah yang menggunakan. Namun inilah santri, Mahmud dan hafid selalu punya akal untukmenyiasati keadaan. Untuk mengetahui waktu,mereka sesalu menandai dengan kebulan asap pabrik udang yang dilewatinya.
“Jika asap mengebul Fid,berarti waktu sudah jam tujuh atau lebih.” Kata Mahmud sambil menyeka keringatnya.
Hafid hanya senyum kecut sambil tampakmulai kelelahan.
Maklum,jarak pesantren dan sekolah mereka kurang lebih 5 kilometer. Mereka harus jalan kakikarena dalih penghematan.dan mereka tak bisa berangkat lebih pagikarena alas an kewajiban berupa salat duhadipesantrennya.
Lagi-lagi asap selalu saja mendahului langkah mereka. Kepulan dari cerobong-cerobong pabrik yang semakin menghitam,seakan memaksa mereka berdua untuk lebih cepat mengayuh sepatu yang mulai tipis alas bagian belakangnyaakibat kerasnya aspaljalanan.
“Terlambat lagi?” Bentak kesiswaan di depan gerbang sekolah.
Kalimat ini adalah kalimat paling familiar di telinga mereka. Tak ada satupun kalimat apalagi alasan terbaik,kecuali segera bergegas mengambil sapu atau menuju toilet untuk menebus dosa keterlambatan.
Hafid Nampak bersemangat membersihkan toilet sekolah.dan Mahmud juga terlihat dari kejauhan menyapu sepanjang lorong depan kelas. Ia Nampak biasa, karena menyapu adalah halwajib yang hamper setiap hari menjadi rutinitasnya. Namun, pagi itu tampak ada yang berbeda ketika ia melewati kelas IPA. Dari kejauhan,ia melihat ada siswi baru yang tampakanggun duduk di deret paling depan. Mahmud tampakmalu.
Sepulang sekolah,Mahmud bercerita pada Hafid mengenai kejadian dan siswi baru tadi pagi.
“Lama-lamaaku malu Fid kalau harus nyapu dan membersihkan toilet.” Ungkap Mahmud dengan wajah kesal
“Lho kita kan sudah terbiasa terlambat,dan selamaini kita enjoy-enjoy aja.” Jawab Hafid keheranan
“Aku malu Fid,sama Anis,siswi baru itu.” Sambilmalu-malu.
“Wah….mulai jatuh cinta rupanya.” ejekHafid
Mahmud sangat gundah dan mencari cara agar hari-harinya tidak dihantui dengan keterlambatan dan bersahabat dengan kebersihan toilet. Namun bagi mereka halini bukanlah halyang mudah untuk dilakukan. Semakin keras mencari cara,mereka berdua masih tetap sama denganhari-hari sebelumnya. Dan mereka mulain tampak kecewa dan putus asa.
Seusai pelajaran, saat istirahat sekolah, Mahmud dan Hafid dikejutkan dengan sebuah poster yang memuat kebiasaan terlambat mereka.hingga mereka diberi gelar duo telat. Mereka tampak sangat malu dan tak punya muka. Apalagi saat Mahmud tahu,Anis tampaktertawa saat membaca poster tersebut. Hati Mahmud benar-benar hancur lebur. Mahmud dan hafid hari ini benar-benar murung dan banyak menghabiskan waktu istirahat di kelas. Namun, Speaker kelas tiba-tiba membuyarkan kemurungan mereka.
“Pengumuman, bahwasannya mulai besokpagi sebelum pembelajaran berlangsung,semuaa warga sekolah wajib mengikuti istigosah di masing-masing kelas. Dan akan dipandu dari kantor oleh imam.”
Sekilas informasi ini biasa-biasa saja bagi semua siswa apalagi Mahmud dan Hafid yang sudah sangat kenal dengan istigosah.
….
Pagi berselang.berlalu seperti biasanya.tergesah-gesah. Terburu-buru. Memakai sepatu dan dasi di tengah perjalanan,mempercepat langkah kaki mengarungi 5km Jalan. Dan menjadikan kebulan asap pabrik sebagai penanda keterlambatan.
Namun,sesampainya di sekolah ada yang hal yang berbeda.tak ada petugas tata tertib yang menjaga gerbang. Semua kelas terdengar gaduh karena pelajaran belum dimulai.dan terlihat kepala sekolah serta kesiswaan kebingungan karena istigosah tak kunjung dimulai karena takkunjung menemukan imam. Hafid dan Mahmud pagi ini merasa aman. Dengan perlahan ia memasuki gerbang,dan segera menuju kelasnya.namun tiba-tiba langkah mereka terhenti karena kesiswaan memanggilnama mereka.
“Aduh…Apes lagi Fid.kita tidak lolos.” Sambil menepuk jidat
“Apes….Apes….kita memang duo telat Mud.” Sambil berjalan menunduk menuju kesiswaan
“Siap membersihkan toilet dan menyapu Pak.” Ungkap Mahmud dengan penuh kekecewaan.
“Hari ini tak usah menyapu lagi.Segeralah ke kantor dan kalian imami istigosah.tidak ada siswa dan guru yang bisa menjadi imam.” Ungkap kesiswaan
Mahmud dan hafid berjalan menuju kantor melewati lorong kelas seperti biasa. Namun kali ini bukan sapu dan alat kebersihan yang menemaninya. Tetapi sebuah kebanggaan.
Siklus seolah-olah berganti. Tidak seperti biasanya.Mahmud dan Hafid yang biasanya selalu dinanti toilet an lorong kelas,kini mereka berdua dinantiolehseluruh warga sekolah untuk mengawali dan meminpin istigosah bersama.
“Alhamdulillah Fid, barokahnya nyantri dan sabar.” Tutup Mahmud dengan penuh kebanggaan.
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.