https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
Orang Yang Tepat Akan Datang Pada Waktu Yang Tepat
Ini kisah singkatku, aku seorang siswi SMA. Aku sorang introvert, aku tidak terlalu suka
begaul, aku tidak suka keramaian, dan aku suka kesunyian tapi tidak dengan kesepian. Itu
sedikit tentangku. Aku memiliki keluarga yang lengkap, aku memiliki ayah, ibu, kakek, nenek,
kakak dan juga adik. Keluargaku tidak kaya tidak juga miskin, kami berkecukupan. Kisahku
dimulai saat kakakku berhasil meraih cita-citanya, ia seorang mahasiswa yang sebentar lagi
akan menjadi dokter, ia masuk ke universitas dipilih langsung oleh kampusnya dan
mendapatkan beasiswa.
Saat tahu kakakku diterima di universitas terbaik yang ada di kotaku, ibuku sangat
senang begitu pula dengan ayahku, mereka menjadi sibuk dengan kakakku. Saat itu aku masih
duduk di bangku SD, aku tidak pintar seperti kakakku, aku juga tidak terlalu bodoh. Aku tidak
menjadi peringkat kelas yang membuatku terus dibandingkan dengan kakakku. Aku menjadi iri
dengan kakakku. Suatu hari saat kami sedang berlibur di pantai ibukku berkata padaku
“Apakah kamu tidak ingin menjadi seperti kakakkmu? Kenapa kamu ini tidak bisa
menjadi juara di kelasmu, liatlah kakakmu dari dulu ia pandai, selalu mendapat juara dia tidak
pernah mengecewakan ibu, sedangkan kau…” kata ibuku sambil menatapku dengan pandangan
merendahkan.
“ Bu, aku bukannya tidak ingin menjadi seperti kakak, tapi aku punya kelebihan sendiri,
tidakkah ibu melihat? Aku suka menulis, aku suka mengarang cerita dan nilaiku juga tidak jelek-
jelek sekali”. Kataku
“Cih mau jadi apa kau dengan semua cerita yang kau karang itu. Asal kamu tau semua
cerita yang kamu buat itu tidak bagus, itu sangat jelek, mulailah belajar yang lain sekarang dan
jadi dokter seperti kakakkmu, jangan membuat ibu malu, buatlah keluarga ini naik derajatnya”.
Hatiku hancur mendengarnya, aku menangis tapi bukannya menenangkan ibuku malah berkata
“Haduhh ibu ini memberitahumu suatu hal yang berguna untuk masa depanmu nanti,
tapi kamu malah nangis, cengeng sekali. Baru segini saja sudah menangis bagiamana nanti cih”.
Kata ibuku sambil menatapku sebal. Aku berhenti menangis dan melihat ombak yang berdebur
dengan tenang. Tiba-tiba ayahku memanggil ibuku untuk bermain ombak bersama kakakku
“Bu cepat kesini, mari bermain”.
Sekarang tinggalah aku seorang diri, pandanganku kosong, aku berpikir apakah aku
harus mulai fokus belajar dan melupakan tentang cita-citaku yang ingin menjadi seorang
penulis? Ibu bilang cerita yang aku tulis tidak bagus. Baiklah aku akan bekerja keras untuk
mendapatkan juara kelas dan membahagiakan ibuku dengan menjadi seorang dokter.
Malampun tiba, kami pulang dengan menggunakan mobil. Di dalam perjalanan pulang ibu dan ayahku serta kakakku bercanda gurau sedangkan aku hanya melamun. Kakakku menyadari
bahwa aku sedang melamun ia bertanya
“ Vi kamu kenapa?” tanyanya aku hanya menggelengkan kepalaku.
“Baiklah” kata kakakku sambil mengambil ponselnya.
Sesampainya dirumah kami makan malam bersama. Keesokan harinya aku pergi ke
sekolah bersama sahabatku, dia sahabat baikku namanya Nadia kami bercanda gurau di
perjalanan menuju sekolah.
“Huft akhirnya sampai juga” katanya
“Iya hehe”
Kami duduk di bangku kami masing-masing. Saat pelajaran dimulai aku teringat kata-
kata ibuku. Aku menghela nafas panjang. Dan aku memberanikan diri untuk menjawab
pertanyaan yang di ajukan guru, dan ya jawabanku benar. Aku sangat senang saat itu. Aku yang
jarang menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh guru menjadi sering menjawab. Saat jam
pelajaran telah selesai, aku yang sedang berkemas untuk siap-siap pulang, mendengar Nadia
dan temanku yang lainnya berkata
“ Si Devi kenapa jadi sering jawab pertanyaan guru sih? Bukannya dia biasanya hanya
diam. Ish aku ga suka sama dia kalau gini, dia cuma bakal jadi sainganku” kata Nadia
“Aku juga ga tau dia kenapa, kita jauhin aja yuk”. Kata Dita.
“ Jangan, dia sepertinya pinter jadi kita manfaatin aja ” Kata temenku yang lain.
Dari situlah aku menjauhi temanku, mereka memang bermain denganku tapi dengan
penuh kemunafikan. Mulai dari sini aku menjadi kepribadian yang introvert, aku tidak percaya
dengan semua orang termasuk keluargaku. Hari demi hari berlalu, saat aku kelas 5 SD aku
akhirnya mendapat juara kelas, memang bukan peringkat yang pertama tapi setidaknya aku
masuk 3 besar. Lalu aku menujukkan piagamku pada ibuku
“Bu lihatlah, aku dapet juara 2” kataku.
“Lumayan bagus, lain kali harus juara 1. Jadikan kakakmu sebagai contoh” kata ibuku
sambil pergi dari hadapanku untuk memasak.
“Yess akhirnya ibu memujiku, walaupun ia menyuruhku mengikuti jejak kakak tapi tidak
apa-apa akhirnya aku bisa menjadi juara” kataku dengan suara kecil.
Aku pun masuk ke kamarku. Hari demi hari berlalu, aku merasa kesepian, aku tidak
mempunyai teman dekat yang bisa aku ajak cerita. Aku memang mendapatkan ranking, tapi aku
tidak mempunyai teman. Semua temanku hanya berpura-pura baik kepadaku, aku tahu itu dan aku hanya bisa terdiam. Saat aku kelas 6 SD aku mulai di bully, temanku bilang aku merebut
rankingnya. Itu membuatku sakit hati dan tidak berani lagi menujukkan diriku. Ya dan tentu saja
rankingku turun. Ibuku memarahiku
“ Dasar kamu tidak pernah jadi yang pertama, tapi peringkatmu turun, kamu memang
tidak sepintar kakakkmu” kata ibuku dengan menatapku sinis.
“ Maaf” hanya itu yang bisa kukatakan sambil menghela nafas panjang agar air mataku
tidak jatuh.
Aku menjalani hari-hariku dengan ketakutan, tidak ada orang yang bisa kupercaya, aku
kesepian, aku ingin menangis dalam pelukan seseorang dan menceritakan semua keluh
kesahku. Aku masih tetap dihina karena wajahku tidak terlalu cantik, aku ttid keadilan aku
selalu disalahkan dimanapun aku berada.
“ Eh Devi” kata temenku
“Ya?”
“ Kamu yang bikin Juni nangis? Kamu apain dia hah? “ kata temenku sambil
mendorongku.
Aku terdiam, berpikir sejenak, apa yang aku lakukan? Sejak kapan aku membuat
temenku nangis? Perasaaan di kelas aku hanya diam saja.
“ Ga, aku ga ada bikin dia nangis” kataku setelah terdiam cukup lama.
“Eleh alasan, ga mau ngaku lagi” kata temenku sambil menatapku sinis.
“ Teman-teman jauhi si Devi dia orang jahat, kalau kalian gamau disakitin sama dia jauhi
dia nanti kalian nangis kayak Juni” kata temenku sambil berteriak. Seketika semua teman-
temanku menatpku dengan sinis, lalu pergi begitu saja. Aku hanya bisa menghela nafas
“Hufttt”
Begitulah hari-hariku, kadang ketika makan aku tidak dikasi tempat duduk yang
membuatku harus makan sendiri, kadang saat pembagian bantuan, aku tidak dikasi dan malah
dilarang untuk mengambilnya. Apakah kalian tau alasannya? Keluargaku mempunyai mobil,
dimana aku saja yang memilikinya diantara temanku, temanku sering iri melihatnya yang
membuat mereka terus membully ku. Ada yang berbisik mengatakan
“Si Devi anak orang kaya pasti manja hahaha”
“ Iya dia terlihat seperti anak yang manja, seperti dia menyusahkan keluarganya, apa kalian tahu kakakknya adalah seorang dokter, kakakknya sangat pintar, mengikuti banyak lomba”. “Cih Si Devi mana bisa menyaingi kakakknya, liat saja sekarang peringkatnya turun
menjadi di bawahku” kata Eka sambil tertawa.
Aku sudah terbiasa dengan semua itu, jadi aku hanya bisa terdiam. Tanpa kusadari hari
kelulusan tiba. Biasanya saat kelulusan pasti akan ada perpisahan. Teman-temanku bersedih
tapi juga ada perasaan senang. Tapi aku sangat senang karena aku bisa menemukan teman
baru yang mau menerima kekuranganku. Walapun aku tidak menjadi peringkat pertama, tapi
aku tetap bersyukur.
Sekarang aku sudah SMP, aku ingin lebih membahagiakan ibuku dengan mendapatkan
peringkat yang bagus. Aku belajar dengan keras tapi aku merasa kesepian. Aku ingin bermain
seperti anak SMP pada umumnya. Dengan keberanian aku mulai kenalan dengan teman SMPKU
“ Hai, salam kenal aku Devi” kataku padanya sambil mengulurkan tanganku
“Hai aku Dewi” kata nya sambil tersenyum dan menjabat balik tanganku
Dari perkenalan singkat itu aku dan Dewi semakin akrab, kami sering bercanda gurau,
belajar, istirahat bersama. Kebetulan aku dan Dewi satu kelas. Kami berteman baik, sampai ada
seseorang yang mengajakku berkenalan saat aku dan Dewi lagi ngobrol
“Hai Devi, kenalin aku Yanti” katanya sambil mengulurkan tangannya kepadaku
Aku menjabat tangannya dan berkata “hai”.
Tidak lupa ia juga menyapa Dewi
“Hai aku Yanti, namamu siapa?”
“Hai aku Dewi, salam kenal” kata Dewi kepada Yanti.
Semenjak Yanti mengajak kami kenalan, aku dan Dewi semakin jarang mengobrol, Dewi
sibuk mengikuti lomba, jadi sebagai sahabat yang baik aku menyemangatinya. Dewi sibuk
dengan lombanya yang membuatku sering bersama Yanti, aku masih merasa canggung
padanya. Tapi makin hari kami menjadi akrab. Aku dan dia sering bermain bersama sampai aku
melupakan belajarku. Suatu hari ketika aku dan Yanti lagi jalan-jalan
“Yanti sepertinya aku ingin fokus belajar, aku ingin membahagiakan ibuku dengan
menjadi juara kelas, mungkin aku akan mengurangi waktu bermain kita” kataku sambil
menatap Yanti.
“ Huftt tidak apa-apa Dev, emang saatnya kita belajar agar bisa masuk ke sekolah SMA
yang kita inginkan” Kata Yanti dengan wajah lesu.
Mulai dari hari itu kami jarang keluar dan bermain bersama karena kelasku dan Yanti
juga tidak sama. Sampai pada suatu hari Yanti menghubungiku melalui whatsapp. Saat bertemu
secara langsung aku dan Yanti merasa canggung. Tiba saatnya pembagian rapot, dan ya akhirnya aku bisa menjadi juara umum, aku mendapat peringkat pertama dan Yanti peringkat
kedua. Ia merasa iri padaku, dan menyebarkan berita jahat tentangku yang menyebabkan
banyak orang yang tidak mau berteman denganku. Aku melupakan belajarku, peringkatku turun
lagi, aku lelah dengan dunia kenapa mereka mengucilkanku karena aku juara kelas? Hal itu
selalu ada dalam pikiranku. Begitulah kehidupanku saat SMP. Sampai ada berita bahwa virus
corona telah menyebar di Indonesia, dan para siswa diliburkan. Pada masa pandemi aku
menenmukan jati diriku sebenarnya, walaupun aku sempat berpikir untuk bunuh diri karena
banyak tuntuttan dari keluargaku.
Tiba saatnya kenaikan kelas, dan pengumuman juara. Aku sudah pasrah pasti aku akan
dimarahi oleh ibu, tapi tiba-tiba namaku disebut saat aku sedang melamun, dan ternyata aku
mendapat peringkat 1 lagi.
“ Lumayan Bagus, kerja keras lagi” kata ibuku saat melihat nilaiku.
“ Terimakasih bu, akan aku pertahankan” kataku.
Aku berpikir, aku tidak memiliki seseorang yang dekat denganku, aku terbiasa sendiri
dan menyemangati diriku sendiri. Disaat semesta menuntut untuk berdamai, tetapi keadaan
membunuhmu itulah yang aku rasakan. Tapi pandanganku berubah, saat aku mulai masuk ke
jenjang SMA aku menemukan seseorang yang sangat baik, ia bagai malaikat bagiku, namanya
Ayuk. Kami saling kenal saat masa MPLS, dia ngefollow aku, entah kenapa mulai saat itu aku
akrab dengannya, aku tidak mudah bergaul tapi kalau dengannya itu berbeda. Aku jarang
tersenyum tapi jika dengannya berbeda. Suatu hari aku bertengkar dengan keluargaku, aku
lelah harus terus menuruti standar yang mereka tetapkan. Aku ingin bunuh diri pada saat itu,
tapi Ayuk datang pada waktu yang tepat, ia menelponku dan langsung datang ke rumahku, ia
memelukku sambil berkata
“ Dev, jangan gini, aku tau kamu mengalami banyak masa sulit, sekarang jika kamu udah
ga tahan dengan semua ini cerita sama aku ya, kamu ga sendiri, ada aku disini, kita harus saling
melengkapi oke?”
“ Yuk makasi kamu udah dateng pada waktu yang tepat, mungkin kalau kamu ga kesini
aku mungkin ga bakal ada di dunia ini lagi” kataku sambil memeluknya.
“ Jangan pernah merasa sendiri lagi oke, kita jalani bareng-bareng, kamu punya aku, dan
aku bakal bantu kamu untuk ngehilangin traumamu dev” katanya sambil mengelus
punggungku.
Mulai saat itu, Ayuk selalu menjagaku, ia membuat traumaku perlahan hilang. Aku
sangat berterimakasih padanya dan saat ia hadir fokus belajarku kembali, aku merasa
terlindungi. Aku berkata kepada Tuhan “ Terimakasih Tuhan, kau memberikan ujian dan cobaan
padaku untuk mendapatkan malaikat yang menyamar menjadi sahabatku yaitu Ayuk, sekarang
aku tau kau memberikan semua ujian ini agar aku menjadi lebih kuat dan menyadari bahwa
orang yang tepat akan selalu menerima kekurangan kita. Ia akan hadir disaat yang tepat pula” kataku kepada Tuhan sambil tersenyum. Hari-hariku berjalan dengan baik saat ada dia,
walaupun tidak selalu berjalan baik tapi aku merasa senang mengenal Ayuk dan menjadi sahabatnya, aku berjanji akan selalu menjaga dan berada disisinya."
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.