https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
PADA SEBUAH RASA
Karya : Saraliooo
Cerita dengan rangkaian prosa ini ingin aku dedikasikan untuk dirimu, pria tampan yang membuat aku jatuh cinta pada pandangan yang pertama. Namanya masih teringat walau sudah beberapa tahun berlalu. Nama yang hanya bisa aku kenang sebagai cinta pertama. Kenali dirinya dengan nama Dio Anggasta.
Kau tahu, proses jatuh cinta pada pandangan pertama membutuhkan waktu 9 detik sampai 4 menit untuk membuktikan apakah kita jatuh cinta atau tidak. Namun kau tahu lagi, tidak sampai 9 detik aku sudah jatuh cinta padamu.
Ingat saat pertama kali kita bertemu, manik matamu yang legam membuatku tersentak. Namun di detik berikutnya manik matamu menyipit dengan lengkungan manis yang membuat aku tersadar bahwa senyuman dan manik matamu membuat aku jatuh cinta.
Kau tahu, aku jatuh cinta.
Namun, boleh aku bertanya, sebenarnya untuk siapa senyum itu nyatanya?
Dio, jika tidak ada niat bersama, jangan buat aku jatuh cinta, itu menyakitkan. Aku tidak tahu, awal mula kedekatan kita, namun semakin hari kedekatan kita membuat rasa itu tidak wajar. Seperti saat itu, tepat saat istirahat pertama. Kau tiba-tiba berhenti di depan kelasku, tepat ketika aku hendak keluar.
Dengan senyum itu lagi. Senyum yang berulang kali membuat aku jatuh cinta entah untuk keberapa kalinya.
“Hai, Kak Dio...” sapaku melambai gugup.
“Hai, Sara.” Balasnya membuatku tergugu. Suaranya benar-benar telponable!
“Aku ke kelas yah, bye, Ra...” pamitmu tidak wajar.
Benar-benar tidak wajar. Pertama dirimu tersenyum sangat manis, seolah ingin membuatku jatuh cinta entah untuk kesekian kalinya. Lalu tiba-tiba tanganmu terayun mengacak pelan puncak rambutku. Kau tahu, aku semakin gugup dengan pipi merona. Dan ini yang terakhir, mengapa kau rela mengambil jalan lebih panjang dengan melewati kelasku?
Hey mengapa?
Dio, seharusnya kau tahu bukan! Berjuang sendiri itu tidak enak. Setelah proses meyakinkan diri yang panjang, aku memutuskan untuk mendekatimu. Aku tidak tahu tepatnya, tetapi semakin dekat denganmu, kamu tanpa sadar mengajariku tentang cinta. Aku,... aku suka menghabiskan waktu bersamamu.
“Ehk mau kemana?” tiba-tiba kau datang dan menarik ranselku ketika aku hendak memasuki kelas kala pagi itu.
“Ke kelaslah, emang mau kemana?” tanyaku heran sambil menunjuk kelas yang penghuninya sedang memandang kami berdua heran. Masih pagi sudah membuat aksi perbucinan. Yah aku tahu, pasti itu yang ada di pikiran mereka. Hehehe...
“Temani ke kantin yah,” pintamu lalu menautkan jemarimu di sela jemariku.
Dalam hati aku bertanya, apa debaran di dalam sana tidak terdengar olehmu?
Ouh Tuhan, rasanya jantungku memompa lebih cepat dari biasanya!
Tiba-tiba kau membawaku melewati beberapa anak-anak yang memandang bingung tentang kita berdua. Aku pun begitu, ada beribu tanya yang jika sudah terjawab satu akan muncul beribu pertanyaan lagi.
Aku bingung, yah Lord...
“Kamu tunggu di sini, biar aku yang pesan terus kita sarapan di taman belakang aja. Oke?” ujarnya sambil terkekeh manis.
Gula saja kalah! Tapi, Hey! Mau buat aku jatuh cinta untuk berapa kali sih? Aish!
“Wokeh! Yaudah sana beli yang enak dan jangan lupa yah, aku gak suka—”
“Timun,” balasmu dengan yakin, seolah tahu semua tentang diriku.
Aku tersenyum tanpa ragu, rasanya ingin menunjukkan bahwa aku memang menyukaimu secara jelas. Kemudia aku mendorong kecil bahu Dio menjauh namun baru di langkah kedua, dirimu berbalik dan tersenyum lagi.
“Jangan rindu yah,” ujarmu sambil tertawa, tanpa sadar membuat pipiku merona sempurna.
Namun nyatanya, aku di sini berperan sebagai payung, melindungimu di saat hujan turun dan ketika hujan itu berhenti, sang payung tidak dibutuhkan lagi. Nyatanya, aku hanya rumah singgah di saat kau tidak punya rumah untuk menetap. Mengapa aku baru menyadarinya? Apa semua itu tertutupi oleh rasa cinta yang tidak terbalas ini?
“Sara, kamu tidak apa-apa?” tanya Lister, sahabat sekaligus diary berjalan yang mengetahui semua kisahku.
Yah, tentang Dio ia selalu tahu tanpa bertanya sebenarnya.
“Its okay, aku hanya pelarian baginya. Tidak masalah.” Jawabku sambil mencoba menyibukkan diri.
Mengetahui fakta, bahwa sosok yang aku cintai akhir-akhir ini hanya menjadikanku pelarian semata dan sekarang? Ia kembali ke rumah pertamanya. Pagiku yang menyedihkan, berharap disambut candaan dengan dirinya, aku malah melihat dirinya dengan tangan yang dulu menautkan jemarinya di atas tanganku kini malah berpegangan erat dengan sang mant—ahk, aku rasanya statusnya sudah kembali menjadi sang pacar.
Its okay. Yakinku pada diriku.
“Sedih aja, tidak masalah untuk kecewa.” Pinta Lister sambil mengelus punggungku.
Ahk rasanya aku ingin sekali menangis saat ini. Aku sedih karena aku merasa kehilangan, rasa nyaman yang diberi membuat aku lupa bahwa hubungan itu hanyalah SEBASTIAN, sebatas teman tanpa kepastian.
T-tapi... kita bukan teman!
Ternyata sesakit ini cinta tidak terbalas dan hanya dijadikan pelarian. Aku menarik kembali ucapanku tentang cinta. Karena cinta yang berawal dari mata tak lagi membuat aku heran jika nyatanya berakhir dengan air mata.
Pada sebuah rasa, maaf tidak bisa memperjuangkanmu lebih jauh lagi dan maaf untuk pedih dan sedih yang datang menghujammu. Namun, untuk mengakhiri cerita cinta tidak terbalas ini, aku ingin menyampaikan sesuatu. Asal kamu tahu, aku sungguh mencintaimu walau aku tidak bisa langsung mengatakan hal ini padamu.
Karena itu hanyalah sebuah cerita cinta tidak terbalas.
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.