Selamat menikmati puisi di bawah ini:
Mengeja Bayang
Di sela-sela lamunan, pantulan gagah rupawan menyeruak tanda meminta perhatian. Meski di kenyataan, itu hanya sebatas anganku bercampur sedu lagi sedan. Kau selalu datang memenuhi undangan yang dikirim angin malam. Kau selalu datang memenuhi isyarat cantik para gemintang. Aku jatuh cinta, tuan.
Igauan malam tak kuperdulikan. Melihat kau berjalan yang nyatanya tak berdampingan. Kutatap anila yang memantulkan suara pada tebing pembatas antara kita; membicarakan sosokmu yang ternyata hanya akara dalam genggamanku saja. Renjana milikku tak akan temaram, walau kuharus telan kenyataan— aku mencintaimu terlalu dalam.
Jutaan daksa di luar sana gencar hentikan debar dalam dada. Melontarkan diksi-diksi tak bermakna, demi membuat sosokmu mati tak bernyawa. Di antara diksi mereka, aku menemukanmu terasing dalam hening. Di antara diksi mereka, aku menemukanmu terbuang kian usang. Untuk apa berlaku demikian, di saat bayangmu saja paling berkilau di ruang gelap tak bercahaya. Pun di saat bayangmulah yang paling terang menyingkap kelam.
Siluet pagi bagaskara menelusup lewat jendela memberitahuku jawaban atas semua tanya. Tentang sajak yang hampir kehilangan makna, tentang aku yang hampir gagal menemukanmu dalam ribuan atma. Tapi intuisi berhasil menuntunku kembali pada bayanganmu yang sederhana, dari mereka yang gagal menyembunyikanmu dalam bisingnya suara kota. Karena aku tahu, kau sebenarnya terlampau sederhana untuk kuterka.
Hingga kembali raga tersadar, tokoh utama dalam lamunanku kini berpendar; samar. Kembali menjadi bayang dalam angan-anganku seorang. Kini yang dapat kulakukan adalah terus menuliskan tentangmu agar jejakmu tetap abadi, tak perduli orang berkata bahwa kau yang tak menoleh sama sekali.
Salam,
dari aku yang keras kepala; hanya dalam perihal mencintaimu saja. Semoga kau lekas menjadi nyata.
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.